Mohon tunggu...
Diana Wardhani
Diana Wardhani Mohon Tunggu... Penulis - Penyunting Berita

Berkomitmen tinggi terhadap keakuratan dan kejelasan, dan menghadirkan berita yang berbobot untuk pembaca. Berfokus pada nilai-nilai etika jurnalistik. Memberikan kontribusi dalam memberitakan cerita-cerita yang relevan dan bermakna bagi pembaca di Suara Perempuan Nusantara.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketua Suara Perempuan Nusantara Bahas Penanganan TPPO di Program Morning Talk Insania FM Mataram

16 Agustus 2024   14:16 Diperbarui: 16 Agustus 2024   14:25 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mataram, 16 Agustus 2024 - Ketua Suara Perempuan Nusantara, Nur Khotimah, menjadi narasumber dalam program Morning Talk yang diselenggarakan oleh Insania FM Radio Network. Dalam kesempatan tersebut, Nur Khotimah membahas secara mendalam tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), yang merupakan kejahatan transnasional serius dan terus menjadi ancaman bagi masyarakat Indonesia.

Nur Khotimah menjelaskan bahwa TPPO adalah bentuk eksploitasi manusia yang dilakukan secara sistematis dan sering kali melibatkan sindikat internasional. Indonesia menjadi salah satu negara yang sangat rentan terhadap TPPO, mengingat kondisi sosial-ekonomi yang masih menghadirkan banyak peluang bagi pelaku untuk menjalankan praktik kejahatan ini.

"Faktor utama yang mendorong terjadinya TPPO adalah kemiskinan, kurangnya pendidikan, tingginya permintaan tenaga kerja murah, serta krisis sosial. Ini menjadi alasan mengapa Indonesia menjadi target utama sindikat perdagangan orang," ujarnya.

Nur Khotimah juga mengungkapkan bahwa bentuk eksploitasi dalam TPPO sangat beragam. Beberapa di antaranya adalah eksploitasi seksual, eksploitasi tenaga kerja, perdagangan organ, dan pernikahan paksa. Bentuk-bentuk eksploitasi ini tidak hanya terjadi di luar negeri, tetapi juga terjadi secara domestik di berbagai wilayah Indonesia.

"Kasus-kasus seperti ini sering kali tidak terdeteksi karena pelakunya memanfaatkan kelemahan sistem dan ketidaktahuan korban," tambahnya.

Menurut Nur Khotimah, pemerintah memiliki peran krusial dalam pencegahan, penanganan, serta pemulihan korban TPPO. Penegakan hukum yang tegas, edukasi masyarakat, kerjasama internasional, serta rehabilitasi korban adalah langkah-langkah yang harus diambil secara serius.

"Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Penanganan TPPO memerlukan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi non-pemerintah untuk melindungi masyarakat dari ancaman perdagangan orang," tegasnya.

Dalam diskusi tersebut, Nur Khotimah menyoroti empat tantangan utama yang dihadapi dalam penanganan kasus TPPO dan migrasi paksa :

  • Pengaduan dan Mekanisme Pelaporan yang Sulit: Banyak korban menghadapi kesulitan dalam melaporkan kasus mereka karena prosedur yang rumit, kurangnya informasi, dan akses terbatas terhadap bantuan hukum. Ini menyebabkan banyak kasus tidak dilaporkan atau tertangani dengan baik.
  • Akses untuk Kompensasi dan Keadilan yang Sulit: Korban sering kali harus menghadapi hambatan besar untuk mendapatkan kompensasi dan keadilan, seperti biaya hukum yang tinggi, birokrasi yang rumit, dan minimnya dukungan dari institusi terkait.
  • Rendahnya Tingkat Hukuman bagi Pelaku TPPO: Tingkat hukuman bagi pelaku TPPO masih rendah. Proses hukum yang panjang dan sulit sering kali menjadi alasan banyak kasus tidak berakhir dengan hukuman yang setimpal, menimbulkan rasa ketidakadilan bagi korban.
  • Gagalnya Penanganan Akar Masalah Migrasi Paksa: Kondisi sosial dan ekonomi yang buruk, seperti kemiskinan, kurangnya lapangan kerja, dan ketidakstabilan politik, tetap menjadi faktor utama yang memicu migrasi paksa dan TPPO. Tanpa perbaikan kondisi ini, risiko terjadinya TPPO akan terus meningkat.

Nur Khotimah juga memberikan beberapa rekomendasi yang diusulkan Suara Perempuan Nusantara untuk meningkatkan efektivitas pencegahan dan penanganan TPPO :

  • Penerbitan Paspor dengan Syarat Rekomendasi: Penerapan kebijakan ini penting agar pemerintah desa dapat memberikan perlindungan lebih efektif, serta mencegah sindikat menghilangkan jejak keberangkatan korban. Kebijakan ini juga bertujuan untuk mencegah pemohon paspor yang dicurigai akan menjadi korban TPPO.
  • Evaluasi Penggunaan Mesin Autogate di Bandara: Mesin Autogate memungkinkan pelaku sindikat melewatkan calon korban tanpa wawancara atau interaksi dengan petugas imigrasi. Mengingat tingginya risiko TPPO di Indonesia, penggunaan mesin ini dianggap belum layak diterapkan secara luas.

Dalam wawancaranya, Nur Khotimah menekankan pentingnya kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi dalam menanggulangi TPPO. Pendekatan holistik diperlukan untuk memastikan bahwa setiap warga negara terlindungi dari bahaya perdagangan orang. Melalui advokasi dan edukasi yang berkesinambungan, Suara Perempuan Nusantara berkomitmen untuk terus menjadi garda terdepan dalam melindungi korban dan mencegah terjadinya kasus-kasus baru.

Dengan program seperti ini, Suara Perempuan Nusantara berharap bisa mengedukasi lebih banyak orang tentang bahaya TPPO dan menginspirasi tindakan nyata dari berbagai pihak untuk mengatasi masalah ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun