Mohon tunggu...
enny s
enny s Mohon Tunggu... -

Dengan semangat menulis , kutuang segala isi pikiran dan hati, sembari menuliskan jejak kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Siswa yang Mendapatkan Cubitan Dari Guru, Haruskah Memicu Kemarahan Ortu?

4 Juli 2016   19:33 Diperbarui: 4 Juli 2016   20:08 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lalu bagaimana dengan sikap saya sebagai orang tua di jaman sekarang dalam menghadapikasus pencubitan guru di atas?, jaman sudah berubah, tak bisa lagi menerapkan seperti apa yang dilakukan oleh orang tua kita dahulu. Pergaulan dan pemikiran dari generasi ke generasi sudah mengalami pergeseran. Akibat efek globalisasi yang mempengaruhi sebuah budaya sekalipun. Anak jaman sekarang tak bisa lagi menerima sebuah teguran keras. Jangankanoleh gurunya, oleh ortunya sendiri saja mereka bisa tidak terima dengan yang namanya kekerasan. Maka, komunikasi dan sikap bijak untuk mau saling mendengar adalah kuncinya. Seorang guru adalah manusia biasa. Memiliki rasa lelah yang bisa menyulut emosi. Guru, yang memilki tugas mentransfer sebuah ilmu kepada muridnya, kini harus mendapatkan tugas tambahan, harus ektra mengawasi perilaku siswanya. Dalam hal ini, pengorbanan dan pengabdian seorang guru hendaknya kita hargai. Bisa jadi, beliau tak memiliki waktu untuk anak anak mereka sendiri. Karena waktu mereka telah habis untuk, memberi angka, mengawasi dan mendidik anak anak kita.

1. Komunikasi melalui buku penghubung

Kita sudah menyekolahkan anak anak kita, maka kita juga harus mempercayakan sepenuhnya bagaimana guru di sekolah tersebut menerapkan kedisplinan kepada siswanya. Hendaknya kita juga tak sepenuhnya mengalihkan sebagian tanggung jawab kita sebagai orang tua kepada sekolah. Bagaimanapun, anak adalah tanggung jawab kita sepenuhnya, bukan sekolah bukan guru. Di tangan kitalah hitam putih cerita kehidupan anak kita dimulai. 

Menciptakan komunikasi yang baik dengan guru di sekolah. Komunikasi antara guru dan siswa biasanya melalui sebuah buku pengantar antar keduanya, Biasanya disebut buku penghubung. Buku yang menghubungkan guru dan ortu. Setiap hari , buku iniakan berisi apapun poin kegiatan murid di sekolah. Sesibuk apapun, sempatkanlah membaca. Agar kita bisa memantau sejauh mana kemajuan kegiatan belajar mengajar buah hati kita di sekolah. 

2. Media sosial sebagai alat komunikasi

Banyak aplikasi mnedia sosial yang bisa kita gunakan untuk berkomunikasi. Whatssap, BBM, SMS bisa digunakan sebagai alat komunikas antara guru dan wali murid. Ini sangat tepat digunakan, mengingat makin sibuknya ortu mencari nafkah, terutama

 di daerah di perkotaan.Saya sendiri menggunakan media sosial itu, untuk memantau kegiatan sekolah anak saya. Bahkan hanya sekedar meminta tolong bapak atau ibu guru anak saya untuk menanyakan uang SPP yang harus dibayarkan oleh anak saya yang sering kali lupa membayarkannya. Sayapun pernah menegur guru anak saya melalui chatting di BBM, karena telah melakukan kesalahan. Yaitu menanyakan hal yang bersifat pribadi kepada anak saya di depan teman temannya. Anak saya yang masih terpukul kondisi psikisnya akibat berpulangnya sang ayah, merasa sangat malu dan tertekan dengan pertanyaan gurunya. Ya, saya menegurnya melalui chatting, namun tetap tak mengindahkan sebuah kesantunan dan saling menghormati. Bagaimanapun, saya sudah mempercayakan anak anak saya untuk dididik di sekolah dimana guru tersebut mengajar.

3. Konfirmasi kejadian dengan mendatangi sekolah

Dalam kasus tertentu, semisal hukuman dan kejadia yang mengakibatkan anak terluka. Sebaiknya, kita mengkonfirmasikan denga kepala dingin. Mendatangi sekolah dan berbicara dengan gurunya adalah hal yang lebih bijak untuk dilakukan, daripada melaporkan kejadian kepada polisi. Seolah, sang pendidik adalah seorang pelaku tindak kriminal. Tak ada yang tak bisa dibicarakan selama kita mau membuka hati dan berpikiran jernih. Jangan kita telan mentah mentah begitu saja laporan anak kita. Penting untuk memberikan pengertian tentang tangggung jawab, efek sebab akibat, berani membela diri selama masih dalam jalur kebenaran, dan keterbukaan dalam kegiatan sehari hari mereka di sekolah. Hal ini, juga saya terapkan pada anak saya. Anak sayapun, pernah beberapa kali mendapatkan hal yang tak semestinya di sekolah. Dan yang saya lakukan adalah, mendatangi sekolah. Mengkonfirmasi kejadian itu penting agar tak terjadi kesalah pahaman. Hal itu saya lakukan tanpa sepengaetahuan anak. Saya tak ingin anak saya manja, karena tak selamanya saya ada buat mereka. Mereka harus bisa menjadi mandiri untuk mampu menghadapi kerasnya kehidupan kemudian hari.

Sebaliknya, kita semua paham tugas seorang guru tidaklah mudah. Ketulusan dalam mengajar atau mendidik sangatlah penting. Ini adalah bagian dari tanggung jawab profesi yang telah dipilih. Maka, kekerasan dalam mendidik seminimal mungkin harus dihindari. Bukankah guru itu digugu dan ditiru?. Dilakukan apa yang diucapkan ditiru apa yang dilakukan. Kelak, mungkin anak anak kitapun akan menjadi seorang guru. Dan apabila seorang guru yang disiplin dan lemah lembut dalam bertutr dan bersikap akan memnghasilkan generasi yang berkualitas.

Semoga kasus di atas menjadi pembelajaran buat kita semua, baik bagi kita sebagai orang tua maupun sebagai seorang guru. Mari kita semakin banyak memiliki waktu untuk pendidikan mental dan moral anak anak kita, tak hanya melulu berbicara angka atau berapa nilai mata pelajaran. Pendidikan yang sesungguhnya berawal dari rumah, dari kita sebagai orang tua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun