Mohon tunggu...
enny s
enny s Mohon Tunggu... -

Dengan semangat menulis , kutuang segala isi pikiran dan hati, sembari menuliskan jejak kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Siswa yang Mendapatkan Cubitan Dari Guru, Haruskah Memicu Kemarahan Ortu?

4 Juli 2016   19:33 Diperbarui: 4 Juli 2016   20:08 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir satu minggu ini, timeline di facebook ramai memperbincangkan kasus pencubitan oleh seorang guru terhadap muridnya. Berawal dari siswa laki laki yang melaporkan pencubitan itu kepada orang tuanya, berlanjut pada pelaporan orang tua korban (siswa) kepada polisi. Endingnya, guru siswa salah satu sekolah swasta di Sidoarjo tersebut harus mengikuti jalannya persidangan dengan ancaman mendapatkan hukuman menginap di  hotel prodeo. Kasus yang ramai, dibahas di mana mana. Ada yang pro dan ada yang kontra. Yang pro pada guru, pastilah membully siswa tersebut, demikian juga sebaliknya. Namun tentu saja, siswa yang terkena cubitan dan melaporkan pada orang tuanyalah yang paling banyak mendapatkan bully dari para netizen. Bagaimana tidak, hanya karena sebuah cubitan, seorang guru yang hendak menegakkan kediplinan pada siswanya, berujung pada hukuman pidana. 

Tentu terdengar tragis.

Sebagai orang tua, tentu saya sendiri tak menyetujui dengan apa yang dilakukan oleh seorang guru dalam memberikan hukuman dengan menyakiti secara fisik maupun non fisik kepada muridnya. Namun, saya menggaris bawahi untuk pengecualian dalam kasus tertentu. Kalau hanya sebatas cubitan dan tak sampai berdarah darah sih tak apalah, apalagi kalau memang hukuman cubitan itu diberikan karena kenakalan anak kita sendiri, Dulu, saya juga mengalami masa masa kenakalan remaja di sekolah. Bercanda dengan teman di waktu jam pelajaran, akhirnya mendapatkan lemparan penghapus yang penuh dengan debu kapur. Meyebabkan mata saya perih hampir seharian. Ketika di sekolah dasarpun, beberapa kali mendapatkan cubitan. Dikarenakan saya mendapatkan nilai jelek sewaktu ulangan harian. Guru SD saya sudah mengatakan sebelumnya, siapa yang mendapatkan nilai dibawah angka 6 akan mendapatkan hukuman cubitan. 

Mungkin, pengumuman itu mempunyai tujuan agar semua murid menjadi semangat belajar dan mendapatkan nilai yang memuaskan. Jangan ditanya gimana rasanya cubitan itu. Waktu itu, bu guru saya mencubitnya pas di dada bagian kiri, kulit arinnya sampai hampir mengelupas dan terlihat ada sedikit darah yang keluar. Mungkin saking kurusnya badan saya kali ya. Belum lagi pengalaman hukuman yang diberikan oleh guru mengaji sewaktu kecil. Salah membaca satu huruf dengan tidak tepat tartilnya sampai 3x, tuh penggaris panjang akan melayang di tangan. Sadis?, dulu menurut saya iya, tapi setelah dewasa. Sering senyum sendiri mengenangnya. Jadi manis terasa. 

Dari sekian pengalaman hukuman yang diberikan oleh guru guru saya selama sekolah dan mengaji. Tak pernah sekalipun saya melaporkan hal tersebut pada orang tua. Karena beberapa alasan :

1. Saya tahu pasti tak akan mendapatkan pembelaan , terutama apabila hukuman itu karena kesalahan atau kenakalan saya sendiri. Bisa jadi melapor pada orang tua, justru akan mendapat tambahan hukuman. Pasti gak enak banget rasanya. 

2. Malu pada teman. 

Apabila ketahuan teman karena melaporkan hukuman guru pada ortu, pasti akan mendapatkan cemohan dan bully selama berhari hari. Dan mendapatkan julukan baru, arek aleman atau anak manja. Jaman dulu,bagi anak seusia kami, mendapatkan julukan  seperti itu semacam mendapatkan aib.

3. Ortu menanamkan kedisiplinan dan tanggung jawab.

Orang tua saya, jarang membela anak anaknya apabila mendapatkan masalah pertengkaran ala anak anak atau remaja. Kami, diharuskan bisa membela diri selama kami benar, dan meminta maaf selama kami salah serta harus berani mempertanggungjawabkan segala perbuatan kami. Tak akan ada pembelaan. Harus berjuang habis habisan sebelum meminta pertolongan.

Komunikas dan mau Saling mendengar dengan hati

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun