Kerja di startup itu banyak suka duka serta lika-likunya. Sukanya ya banyak tantangan dan hal baru yang bisa dipelajari setiap hari, pengalaman berharga dalam dunia kerja istilahnya.
Lika-likunya ya karena banyak tantangan baru silih berganti, maka adaptasi yang sangat fleksibel pun dibutuhkan.
Namun, dukanya pun tidak kalah besarnya. Salah satu harga yang harus dibayar untuk bekerja di startup adalah tumbuhnya kebiasaan kerja yang serba cepat, yang kadang cepatnya keterlaluan.
Tantangan dan kadang tuntutan kerja yang begitu tinggi dan cepat bertambah ini seringkali melahirkan fenomena kerja buru-buru, dan cenderung minim istirahat. Hal ini disebut dengan istilah hustle culture.
Pengidap dan penyintas hustle culture sendiri umumnya ialah generasi pekerja muda, yang kini didominasi oleh milenial dan gen Z.
Apa sih sebenarnya penyebab hustle culture dan akibatnya apa ke individu serta perusahaan? Bagaimana cara perusahaan mengatasi fenomena serupa? Mari kita bahas.
Penyebab hustle culture
Hustle culture sendiri disebabkan oleh banyak hal yang berasal dari faktor yang beragam pula. Bisa dibilang sangat kompleks sih. Dan, uniknya, penyebab hustle culture ini jarang sekali lahir dari kemauan dan kesadaran individu itu sendiri.
Jika dilihat dari faktor terbesar, yakni peradaban manusia, hustle culture dipicu kemajuan teknologi yang pesat, seperti teknologi pendukung pekerjaan dan komunikasi. Pasalnya, hadirnya teknologi yang memudahkan pekerjaan justru menjadi ironi. Kerja yang harusnya jadi lebih mudah malah menjadi lebih mengundang stress karena tuntutan kerja yang diberikan jadi lebih banyak.
Teknologi komunikasi pun sama. Yang awalnya komunikasi sangat terbatas, saat ini komunikasi dengan siapapun dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, serba mudah. Kemudahan ini juga yang menyebabkan komunikasi kerja bisa kapan saja dan tak kenal waktu, tidak seperti dulu. Hal inilah yang mulai membuat batasan jam kerja dan di luar kerja menjadi kabur.
Lalu, dari faktor perusahaan pun sama. Dikarenakan dewasa ini semakin banyak perusahaan-perusahaan baru bermunculan, akibatnya kompetisi pun menjadi semakin ketat. Siapa yang berani mengeluarkan usaha lebih untuk meningkatkan performa akan lebih mudah berada di klasemen atas kompetisi pula. Namun, jatuhnya, usaha yang diminta perusahaan dan dikeluarkan pekerja cenderung berlebih.