“Siapa tahu ini memang jawaban Allah atas permohnanku selama ini. Tapi aku memang tidak memberikan jawaban secara langsung sih, aku meminta waktu beberapa hari untuk mempertimbangkannya.” Sahut Bu Dinar.
“Ingat, status ibu masih belum jelas. Belum ada bukti cerai dari suami ibu yang tiba – tiba menghilang dan tidak ada kabar beritanya lagi. Itu akan menghambat langkah ibu untuk mendapatkan suami lagi. Berulang kali saya sudah mengatakan sama ibu, selesaikan dulu secara hukum status ibu dengan suami yang lama. Setelah itu baru merencanakan kehidupan yang baru dengan pengganti suamimu.”
Bu Dinar terdiam beberapa saat mendengar kalimat yang kukatakan terakhir itu. Wajahnya seketika meredup, seolah banyak hal yang tiba – tiba menyelinap dalam pikirannya.
“Hus ! Jangan melamun dong, bu!” Usikku ketika melihat perubahan yang terjadi pada Bu Dinar. “Setiap manusia mempunyai masalah. Kewajiban kita sebagai manusia yang selalu bermasalah ini, adalah berupaya semaksimal mungkin untuk menyelesaikannya. Allah tidak mungkin membebani kita dengan masalah yang diluar kemampuan kita sendiri. Allah maha tahu kekuatan yang kita miliki. Pasti ada jalan keluar dari setiap permasalahan yang kita hadapi, hanya saja ada yang dengan mudah kita temukan jalan keluarnya, ada juga yang membutuhkan energi maksimal untuk menemukan jalan keluarnya. Jangan pernah putus asa. Yakinkan, bahwa Allah senantiasa bersama kita sepanjang waktu, disetiap helaan napas kita.” Sedikit nasehat dariku.
Bu Dinar menghela napas panjang untuk melepaskan beban pikirannya.
“Sudah selesai kan ceritanya ?” tanyaku kemudian.
“Untuk kali ini saya kira cukup lah. Jadi bingung harus melanjutkan ceritanya, takut ibu Dewi juga bosan mendengar keluh kesah dari saya.” Bu Dinar berusaha tersenyum meski pun terlihat senyumannya masih terbungkus rasa pedih dari luka – luka masa lalu yang mengikis kekuatan batin dan jiwanya.
“Bagus kalau begitu, tinggal kita berangkat ke tukang bakso langganan kita.” Candaku sambil beranjak dari tempat duduk.
“Dasar sahabat matre. Baru konsultasi sedikit saja harus dibayar dengan bakso.” Keluh Bu Dinar setengah bercanda.
***
Bel tanda jam terakhir berbunyi, Bu Dinar sudah menunggu di pintu kelasku. Raut wajahnya nampak menggambarkan suasana kebahagiaan hati.