Mohon tunggu...
SPA FEB UI
SPA FEB UI Mohon Tunggu... Akuntan - Himpunan Mahasiswa Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia

Studi Profesionalisme Akuntan (SPA) Faculty of Economics and Business Universitas Indonesia (FEB UI) is a student organization in FEB UI whose member are its accounting students. SPA FEB UI was established on August 22nd, 1998. Initially, SPA was a place for accounting students to study and focus on accounting studies. Nowadays, SPA has grown to become an organization which is not only a place to study and discuss about accounting issues, but also a place for accounting students to develop themselves through non-academic opportunities. Furthermore, SPA builds networks and relation to other communities, such as universities, small medium enterprise, academicians, and practitioners. Through these project, SPA always tries to give additional values to its stakeholders, especially FEB UI accounting students.

Selanjutnya

Tutup

Money

Exploring the Impact of Rising VAT Rate: Is It Necessary?

17 Juni 2022   19:00 Diperbarui: 17 Juni 2022   19:14 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan, resmi menaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi sebesar 11 persen per tanggal 1 April 2022. Tarif tersebut mengalami kenaikan sebesar 1 persen dibandingkan dengan tarif sebelumnya. Hal ini dilatar belakangi oleh penilaian pemerintah terhadap tarif PPN pada saat ini. Pemerintah menilai bahwa tarif PPN pada saat ini masih terlalu rendah dibandingkan dengan rata-rata tarif PPN global yang berada pada angka 15 persen. Keadaan tersebut tentunya akan mempersulit pemerintah untuk membangkitkan kondisi perekonomian Indonesia pada saat ini dan kondisi APBN yang sekarang telah membengkak akibat pandemi COVID-19. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk tidak menunda pemberlakuan tarif PPN baru. Melalui Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau yang biasa disingkat UU HPP, pemerintah telah berkomitmen meningkatkan tarif PPN menjadi sebesar 11 persen. Walaupun terkesan tiba-tiba, penyesuaian tarif ini telah cukup lama menjadi salah satu bagian dari konsolidasi fiskal dan reformasi perpajakan yang diagendakan oleh Kementerian Keuangan. 

Sebagai agenda yang telah direncanakan, tidak sedikit pihak yang mengatakan bahwa kenaikan tarif sebesar 1 persen tidak akan mempersulit masyarakat. Hal tersebut karena selain menaikan tarif, pemerintah juga menyediakan berbagai fasilitas PPN baru bagi barang atau jasa tertentu. Dengan demikian, berdasarkan hasil analisis, kenaikan sebesar 1 persen tersebut tidak akan secara langsung meningkatkan harga barang dan jasa sebesar 1 persen di pasar. Fajry Akbar selaku pengamat pajak menyatakan bahwa hanya akan terjadi kenaikan harga sekitar 0.4 persen akibat kenaikan tarif PPN. Beberapa jenis barang dan jasa yang berpotensi mengalami kenaikan harga antara lain: minyak goreng kemasan di toko ritel, mi instan (dengan kenaikan sekitar Rp25 per bungkus di tingkat konsumen), pulsa dan paket data, token listrik (khusus pelanggan rumah tangga dengan daya diatas 7.700 VA), transaksi saham dan kripto, dan langganan platform streaming. 

dokpri
dokpri

Walaupun demikian, masih terdapat beberapa pihak yang memiliki pendapat berbeda. Beberapa pihak tersebut berpendapat bahwa kenaikan 1 persen yang dilakukan oleh pemerintah  akan semakin memperparah kondisi masyarakat terutama kalangan menengah kebawah. Pasalnya, kenaikan PPN ini bertepatan dengan kelangkaan beberapa bahan pokok terutama minyak goreng yang kini harganya masih terlampau tinggi. Dengan demikian,, kenaikan tarif PPN disebut-sebut akan mempercepat meroketnya harga pangan hingga energi. Menurut Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Bobby Gafur Umar, kenaikan harga produk pada saat ini mungkin memang belum terlihat. Hal tersebut lantaran daya beli masyarakat yang belum pulih sepenuhnya sehingga relatif sulit bagi produsen untuk menaikan harga.  Akan tetapi, apabila kenaikan harga energi, bahan baku, dan transportasi tetap berlanjut hingga tiga bulan kedepan, tidak menutup kemungkinan bahwa pelaku usaha nantinya akan menaikkan harga jual produk.

Terlepas dari perdebatan yang terjadi di kalangan masyarakat, pemerintah tetap menilai bahwa penyesuaian tarif PPN ini sudah tepat. Langkah ini dirasa perlu untuk meningkatkan penerimaan negara untuk menanggulangi defisit APBN yang terjadi selama masa pandemi. Dengan demikian, program serta belanja pemerintah, khususnya program perlindungan sosial, dapat tetap terealisasi secara berkelanjutan. 

Penulis     : Kinarya Girang A.

Ilustrator: Cassandra Ananda W.

                       Pandu Swasono Merdiko

DAFTAR PUSTAKA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun