Good Corporate Governance (GCG) didefinisikan Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) sebagai prinsip-prinsip manajemen perusahaan yang disusun agar perusahaan berjalan secara optimal dalam mencapai tujuannya sembari memenuhi kebutuhan seluruh kelompok stakeholder tanpa melanggar hukum (KNKG, 2006).Â
Gagalnya penerapan GCG dapat berdampak buruk bagi perusahaan, mulai dari rendahnya kinerja hingga runtuhnya perusahaan. Salah satu kasus nyata gagalnya penerapan GCG yang terjadi dalam waktu dekat ini adalah skandal yang dialami PT Asuransi Jiwasraya (Persero), salah satu perusahaan asuransi terbesar di Indonesia.
KNKG merumuskan GCG dengan lima prinsip, yaitu:Â
- Transparency: Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh stakeholders.
- Accountability: Perusahaan harus selalu dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya. Untuk itu, perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan sesuai dengan selalu memperhitungkan kepentingan stakeholders.
- Responsibility: Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara keberlanjutan usaha dalam jangka panjang.
- Independence: Perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
- Â Fairness: Perusahaan harus memperhatikan kepentingan stakeholder dan semua orang yang terlibat didalamnya berdasarkan prinsip kesetaraan dan kewajaran (KNKG, 2006).
Dalam hasil audit yang dikemukakan BPK, PT Jiwasraya kerap melakukan transaksi jual beli saham serta diduga melakukan rekayasa harga dengan Bank BJB (BJBR), Semen Baturaja (SMBR), dan PT PP Properti Tbk (PPRO) yang memiliki kinerja saham -39,32%, -74,78%, dan -41,28% secara berurutan pada tahun 2019* (Noviani, 2020).Â
Ditambah lagi, hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) PricewaterhouseCoopers (PwC) Indonesia atas laporan keuangan PT Jiwasraya tahun 2017 mengoreksi jumlah laba laporan keuangan interim dari sebesar Rp2,4 triliun menjadi hanya Rp428 miliar.Â
Akurasi dari kedua hasil audit ini tampak menguat saat Hexana Tri Sasongko, Direktur Utama Jiwasraya, kemudian mengungkapkan bahwa Jiwasraya memiliki aset perusahaan tercatat hanya sebesar Rp23,26 triliun, sedangkan kewajibannya mencapai Rp50,5 triliun yang berarti perusahaan memiliki ekuitas negatif Rp27,24 triliun.
Selain pelanggaran standar-standar akuntansi keuangan dalam laporan keuangan yang mengakibatkan pengoreksian laporan keuangan oleh pihak ketiga serta pengelolaan investasi yang kurang tepat, sesungguhnya kasus skandal keuangan ini dapat diatribusikan terhadap kurang efektifnya tata kelola perusahaan, terkhusus dari perspektif GCG.Â
Dari kelima prinsip GCG, PT Jiwasraya gagal menerapkan prinsip accountability, transparency, Â dan responsibility. Pertama, Jiwasraya menggunakan dana yang dititipkan nasabahnya melalui JS Saving Plan untuk berinvestasi di saham perusahaan yang berisiko tinggi.Â
Dalam melakukan hal tersebut, Jiwasraya tidak memperhitungkan kepentingan stakeholders-nya. Sebaliknya, prinsip accountability mengharuskan perusahaan untuk selalu memperhitungkan kepentingan stakeholders dalam setiap keputusan yang diambilnya.
Kedua, Jiwasraya tidak pernah mengungkapkan kepada nasabah maupun pemerintah penggunaan dari dana yang dikumpulkan dari JS Saving Plan.Â
Tidak hanya itu, laporan keuangan Jiwasraya yang diaudit berkali-kali oleh OJK, BPK, hingga KAP PwC Indonesia selalu menunjukkan kejanggalan dalam pelaporan aset keuangannya.Â
Dua kejadian ini menunjukkan bahwa Jiwasraya tidak objektif dalam menyajikan laporan keuangannya dengan tidak menampilkan angka sesungguhnya dalam laporan keuangan perusahaan serta menahan informasi yang sesungguhnya dibutuhkan para stakeholders perusahaan.Â
Dengan fakta tersebut, terbukti bahwa Jiwasraya telah gagal memenuhi kewajiban mereka untuk menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh stakeholders yang merupakan bentuk kegagalan penerapan prinsip transparency dalam tata kelola perusahaannya.Â
Terakhir, Jiwasraya tidak mampu memenuhi klaim polis dari nasabahnya dan hal tersebut merupakan bentuk tidak terpenuhinya tanggung jawab perusahaan kepada masyarakat.Â
Tidak hanya itu, penyusutan ekuitas hingga menyentuh angka negatif akibat berinvestasi di saham berisiko tinggi dapat dilihat sebagai bentuk gagalnya Jiwasraya dalam mencapai keberlanjutan usaha.Â
Ditambah lagi, hasil audit BPK menduga perusahaan melakukan rekayasa harga dalam transaksi saham yang apabila benar, merupakan bentuk ketidakpatuhan perusahaan pada hukum dan perundang-undangan.Â
Tidak terpenuhinya klaim polis JS Saving Plan, menyusutnya ekuitas perusahaan hingga mencapai angka negatif, dan dugaan rekayasa harga dalam transaksi saham perusahaan menunjukkan tujuan utama prinsip responsibility gagal dijalankan Jiwasraya.Â
Perusahaan yang tidak menerapkan tata kelola perusahaan dengan efektif bisa terancam mengalami kegagalan dalam usahanya. PT Jiwasraya, yang tidak menerapkan prinsip GCG dengan baik dalam perusahaannya, menjadi pembelajaran bahwa perusahaan dapat jatuh akibat kurang efektifnya tata kelola perusahaan.Â
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sangat penting bagi perusahaan untuk menerapkan tata kelola perusahaan dengan baik agar terpelihara keberlanjutan usaha. Selain itu, penting juga sebagai akuntan bahwa prinsip GCG perlu ditaati dan dipegang teguh, agar tidak lagi terjadi kasus seperti skandal Jiwasraya ini.
Â
*Kinerja Saham pada Tahun 2019: Perubahan nilai pasar saham dari perusahaan terkait yang diukur mulai awal hingga akhir tahun 2019.
Penulis:
Brian Senopati
Ditulis pada: 6 Maret 2020
REFERENCES
Alika, R. (2020). BPK Ungkap Hasil Investigasi Asuransi Jiwasraya ke DPR Hari Ini -- Berita Katadata.co.id. 3/2/2020. Retrieved from https://katadata.co.id/berita/2020/02/03/bpk-ungkap-hasil-investigasi-asuransi-jiwasraya-ke-dpr-hari-ini
Idris, M. (2019). Mengenal JS Saving Plan, Produk Jiwasraya yang Tawarkan Return Dua Kali Deposito Halaman all -- Kompas.com. Retrieved February 19, 2020, from 19/12/2019 website: https://money.kompas.com/read/2019/12/19/172300726/mengenal-js-saving-plan-produk-jiwasraya-yang-tawarkan-return-dua-kali?page=all
Karunia, A. M. (2019). Dugaan Fraud Jiwasraya, Kementerian BUMN Lapor ke Kejaksaan Agung. Retrieved February 19, 2020, from 15/11/2019 website: https://money.kompas.com/read/2019/11/15/150952426/dugaan-fraud-jiwasraya-kementerian-bumn-lapor-ke-kejaksaan-agung
KNKG. (2006). Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. Retrieved from http://www.ecgi.org/codes/documents/indonesia_cg_2006_id.pdf
Makki, S. (2019). Kronologi Kasus Gagal Bayar Jiwasraya Versi OJK. Retrieved February 19, 2020, from 31/12/2019 website: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20191230095752-78-460918/kronologi-kasus-gagal-bayar-jiwasraya-versi-ojk
Makki, S. (2020). Kronologi Kasus Jiwasraya, Gagal Bayar Hingga Dugaan Korupsi. Retrieved February 19, 2020, from 08/01/2020 website: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200108111414-78-463406/kronologi-kasus-jiwasraya-gagal-bayar-hingga-dugaan-korupsi
Noviani, A. (2020). Mengintip Kinerja 10 Saham yang Dikoleksi Jiwasraya -- Market Bisnis.com. Retrieved March 3, 2020, from 03/01/2020 website: https://market.bisnis.com/read/20200103/7/1186738/mengintip-kinerja-10-saham-yang-dikoleksi-jiwasraya
Sugianto, D. (2020). Lapkeu Jiwasraya di 2017 Sudah Dikoreksi Tapi Masih Dicap Modifikasian. Retrieved February 19, 2020, from 13/01/2020 website: https://finance.detik.com/moneter/d-4857723/lapkeu-jiwasraya-di-2017-sudah-dikoreksi-tapi-masih-dicap-modifikasian