Status Ayunda yang sudah bersuami ditambah dengan kepercayaannya yang berbeda dengan Adrian membuat perjalanan ritual cinta mereka menjadi penuh penghayatan, sederhana dan jauh dari tuntutan.
Namun, buku ini bukan melulu tentang cinta, Kawan!
Buku ini bertutur tentang keindahan alam, eksotisme dan kearifan budaya Indonesia Timur khususnya Nusa Tenggara. Penulis yang dosen filsafat sebuah universitas di Bandung dan tinggal di daerah Kupang sekian bulan pertahunnya mulai tahun 2010 telah sukses menelurkan sebuah karya yang sangat apik, yang memadukan antara seni, filsafat, roman, budaya dan kekayaan Indonesia Timur.
Ada satu paragaraf dalam buku ini yang sempat membuat saya GR, karena saya merasa penulisnya menuliskan “sosok saya” dalam bukunya, yaitu kesenangan Adrian akan makanan combro. Saya doyan combro loh! Meskipun saya perempuan. Ah, entahlah…
Buku ini BUKAN untuk Anda yang baru mengenal cinta atau orang-orang yang tidak menyukai perbedaan. Buku ini buku roman UNTUK DEWASA. Jadi, buat kalian yang apa-apa maunya instant dan lurus, yah, sana! Baca buku roman yang lain ajah!
Buku ini menjadi buku pilihan di Kongres Bahasa Daerah Nusantara tanggal 2 - 4 Agustus di Bandung di mana penulisnya merepresentasikan buku ini di depan pakar-pakar bahasa. Dan buku ini adalah buku ke-4 Erna Suminar. Buku-buku terdahulunya adalah Bukan Cinta yang Buta, Engkaulah yang Buta (Kumpulan puisi 2013), Obrolan di Kedari Plato (Kumpulan Esai, 2014) dan Kekasih yang Tak Diinginkan (Kumpulan Puisi, 2014).
Terakhir buat Teteh Erna Suminar… Terima kasih telah berkarya. Buku ini membuat tahun 2016 menjadi tahun Indonesia Raya! Saya bangga dengan keragaman Indonesia!
Sekian.
Bali, penghujung November 2016, Soyo Kaze.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H