un selama 8 bulan ini saya menjalani PGP ini saya merasa sudah berupaya sekalipun memang mungkin kurang maksimal untuk mengimplementasikan pengetahuan dan ketrampilan serta praktik baik yang saya peroleh dari PGP. Tapi ternyata, yang saya rasakan dan yang dirasakan kepala sekolah berbeda. Melalui obrolan hangat beliau dengan PP, saat PP menanyakan harapan beliau kepada saya selaku Calon Guru Penggerak (CGP), beliau sangat berharap praktik baik yang saya saya rasakan dapat membawa pengaruh baik bagi rekan guru lain, para guru di sekolah tempat saya mengajar diharapkan juga melakukan praktik baik yang saya lakukan bahkan bisa lebih baik dari saya, baik dalam hal pedagogik, kompetensi IT, ataupun budaya positif yang saya lakukan di sekolah terhadap murid-murid saya atau lingkungan.
Jujur saya sangat terkejut dan kecewa mendengar ungkapan beliau. Tapi saya tidak menyalahkan beliau. Jika beliau mengungkapkan harapannya, artinya beliau menaruh kepercayaan kepada saya, beliau percaya saya mampu dan mungkin dipandang memiliki nilai lebih dari rekan guru lain dalam bidang tertentu dalam profesi saya sebagai guru. artinya beliau peduli tehadap visi saya sebagai guru penggerak yang memang memiliki peran sebagai caoch bagi guru lain. Jika beliau melihat partisipasi saya masih tergolong kurang dalam peran ini, artinya saya mungkin kurang aktif dalam menjadi coach bagi guru lain, artinya saya harus lebih bergerak, lebih proaktif dalam kegiatan saya sebagai CGP. Harus lebih proaktif mengajak rekan guru lain, meluangkan waktu dan kesempatan lebih luas dalam melakukan pendampingan kepada yang merasa ingin dikembangkan, dan menstimulus orang lain agar mau bergerak lebih maju, lebih baik, dan lebih berkembang menuju peningkatan kompetensinya.
Ternyata apa yang kita jalani, apa yang kita rasakan, dan apa yang kita pikirkan belum tentu sejalan dengan pemikiran orang lain. Ternyata perbedaan pemikiran inilah yang menjadi semacam evaluasi bagi kita ketika menjalani sebuah proses, sejauh mana kita telah berkembang dan melakukan aksi. Berangkat dari pengalaman itu, ada pelajaran yang bisa saya pelajari. Pertama, bahwa kita perlu meminta atau mendengarkan pendapat orang lain tentang kita. Karena setiap kepala memiliki kadar pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman yang berbeda.Â
Jika bagi saya upaya saya sudah maksimal, tapi tidak bagi orang lain yang lebih senior dari saya, jika bagi saya hal itu baik, belum tentu bagi orang lain dan bagi ilmu pengetahuan. Kedua, bahwa hal yang paling berharga dari seorang guru adalah keteladanan, karena guru akan digugu dan ditiru. Setiap sikap, ucapan, perbuatan, bahkan penampilannya bisa jadi teladan dan  inspirasi bagi orang lain. Motivasi bagi orang lain untuk berbuat layaknya yang diteladaninya. Tapi ternyata keteladanan saja tidak cukup menjadi motor penggerak bagi guru lain agar mempunyai daya lenting atau terinspirasi dengan kita, kita perlu bergerak, mengajak mereka secara langsung dengan baik, menganggap mereka mitra agar terjalin kekaraban dan mereka termotivasi secara intrinsik untuk melakukan pengembangan diri.
Untuk waktu yang akan datang, saya harus berupaya lebih maksimal, berkomitmen  untuk  menguatkan diri agar lebih semangat dan optimis menjalani peran sebagai guru penggerak dengan berbagai tantangan yang tentu akan selalu ada menemani sepanjang perjalanan saya ketika menjadi coach bagi guru lain, menjadi agen transformasi pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H