TikTok: Menjangkau Generasi Muda dengan Kreativitas
Perusahaan yang terkenal dengan video pendek dan imajinatif ini semakin banyak digunakan oleh para politisi untuk menjangkau audiens yang lebih muda. TikTok akan memberikan kesan santai kepada para politisi ketika menyampaikan pesan-pesan politik kepada target mereka, dimana menjangkau mereka menggunakan metode kampanye politik konvensional melalui media cetak atau televisi bisa dibilang sedikit lebih sulit. TikTok memberi para politisi kebebasan berekspresi yang lebih luas dan bermain-main dengan format video yang menghibur sambil mempertahankan pesan politik mereka.
Terlepas dari kelebihannya, ada juga beberapa kesulitan yang bisa dibayangkan jika penggunaan TikTok untuk tujuan politik. Meskipun platform ini mungkin membantu para politisi untuk menjangkau khalayak yang lebih luas secara lebih efektif, platform ini juga dapat menurunkan kualitas diskusi politik dengan menjadikan politik di media sosial hanya tentang hiburan atau topik-topik ringan. Daripada berfokus pada apa yang ada dalam kebijakan dan memberikan jawaban atas isu-isu terkini, hal ini lebih pada popularitas dan citra diri saya. Hal yang terakhir ini pada akhirnya dapat memperburuk demokrasi dan mengubah politik menjadi sebuah hiburan.
Strategi Pencitraan dan Pengaruhnya terhadap Persepsi Publik
Teknik pencitraan media sosial ini dapat menjadikan persepsi masyarakat terhadap politisi berdasarkan pendekatan pencitraan media sosial ini. Salah satu ciri politik yang paling penting untuk mendapatkan penerimaan dan dukungan adalah merek atau reputasi politik. Media sosial memberikan penggunanya kemampuan untuk "memanipulasi" foto-foto tersebut dengan berbagai cara yang dapat disesuaikan dengan jenis audiens yang dilihat.
Mereka kerap memotret acara-acara sosial, pertemuan dengan masyarakat biasa, dan kunjungan ke tempat-tempat terpencil. Kebanyakan politisi berusaha menunjukkan bahwa mereka adalah manusia agar tidak dipandang sebagai anggota kelas politik. Taktik ini ditujukan pada orang-orang yang berada di pinggiran kekuasaan.
Namun pencitraan ini tidak selalu berhasil dengan baik. Karena penekanan media sosial pada citra diri dibandingkan konten atau kebijakan politik yang dipromosikan, citra di media sosial sering kali terasa palsu atau berlebihan, kata para kritikus. Hal ini mungkin membuat pemirsa mempertanyakan seberapa besar kepedulian politisi terhadap masalah masyarakat yang tercermin dalam visual ini. Selain itu, alih-alih menunjukkan rekam jejak atau pencapaian nyata dalam menjalankan pemerintahan, gambaran ini cenderung menciptakan kesan palsu mengenai hubungan sosial dan emosional.
Dampak terhadap Polarisasi Politik
Polarisasi dalam politik Indonesia juga terjadi bersamaan dengan meningkatnya pencitraan politik di media sosial. Media sosial, yang awalnya dirancang untuk mempertemukan orang-orang yang berbeda pandangan, sering kali justru menimbulkan perpecahan dalam masyarakat. Hal ini terutama terjadi ketika para politisi menyebarkan narasi yang memecah belah atau menggunakan media sosial untuk mencemarkan nama baik lawan politik mereka. Politisi yang menikmati pengikut media sosial dapat dengan mudah menyampaikan pesan-pesan yang meningkatkan ketegangan dan mengusulkan "musuh bersama."
Foto media sosial hanya akan memperburuk keadaan. Dalam memobilisasi kelompok tertentu atau menjelek-jelekkan pesaing politik, politisi yang mendasarkan karier politiknya lebih pada popularitas dan citra diri dibandingkan percakapan politik yang lebih dalam sering kali menghasilkan kepribadian yang memecah belah. Alih-alih berfokus pada siapa yang memiliki solusi konkrit terhadap permasalahan mendesak di negara ini, politik sering kali berubah menjadi kontes popularitas media sosial.
Sementara itu, alih-alih menciptakan lingkungan yang inklusif dan produktif, polarisasi ini malah memecah belah dua kelompok, sehingga merugikan demokrasi. Selain itu, perpecahan yang semakin besar dapat memperburuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap individu dan partai politik tertentu, sehingga akan menurunkan standar keterlibatan politik.