"Maafkan aku, Becky, aku tidak kasih kabar karena batereku habis..."
Rico berusaha meminta maaf pada Becky karena tiada kabar sampai tengah malam. Meninggalkan Becky tertidur di sofa menunggu kedatangannya. Menemani Mila yang tampak pasrah tak berdaya karena anaknya mengalami demam berdarah yang cepat sekali memburuk.
Becky diam, bergetar karena marahnya. Gemas sekali rasanya.
"Apa sih susahnya pinjam telponnya ? Atau paling tidak, di RS pasti ada wartel, bisa telpon ke rumah, kan Ric ?!! Kamu ini..." Â Susah payah Becky menelan cacian yang hendak dilontarkannya. Saking marahnya sampai ia menangis. Bagaimana tidak, sudah kesekian kali Rico bermasalah dengan menepati janji, kali ini gara - gara perempuan lain. Ya mungkin saja kondisi darurat atau apalah alasannya, tetapi tidak memberi kabar pada Becky dan membiarkannya bertanya - tanya di mana suaminya.
"Maaf... Aku harus bagaimana agar kamu percaya ? Aku ajak ke RS kamu juga tidak mau. Aku telponkan Mila kamu juga tidak mau. Aku harus bagaimana ?"
"Ini bukan masalah percaya atau tidak percaya, Ric. Tetapi kamu yang memilih mengabaikanku untuk orang lain, mengerti ? Sudahlah, aku tidak ingin membangunkan Sasha. Pergi tidur lah sana. " Becky masuk ke kamar Sasha dan tidur bersama anaknya. Pintu dikunci sehingga Rico tidak dapat masuk.
***
Rico membolak - balikkan tubuhnya di tempat tidurnya. Kenapa Becky sulit sekali mengerti kondisinya ? Bukan maksudnya tidak memberi kabar. Apakah sudah sedemikian parahnya komunikasi antara mereka berdua ?
Teringat akan Mila  yang terus menangis di pelukannya. Iya, bagaimanapun naluri lelakinya tetap muncul saat melihat wanita yang tidak berdaya di depannya. Tidak ada maksud lain selain memberi perlindungan, rasa aman, karena suami Mila tidak ada di tempat. Selain itu, tokh Kris adalah sahabatnya, tentu ia lebih senang kalau istrinya dijaga oleh teman dekatnya, pikir Rico.
Rico tidak bisa tidur. Meskipun raga lelah, mata tak kunjung terpejam. Terbayang di wajahnya, Becky tertidur di sofa dengan make up lengkap siap diajak pergi. Janji makan malam di resto favorit mereka jadi berantakan. Tak henti Rico mengutuk dirinya sendiri yang tidak terpikir bahwa hal ini akan menjadi masalah besar.
***
Becky tidak bisa berhenti menangis. Kesal sekali rasanya. Betapa ia sudah mengalah ribuan kali setiap Rico lupa dengan janjinya. Ada apa sih di otak suaminya itu, Â sampai untuk mengingat bahwa istrinya menunggu saja, tidak sanggup ???
Becky mengambil keputusan malam itu. Ia tidak boleh membiarkan dirinya menjadi pribadi yang berbeda. Kembali menjadi Becky yang tegas, cepat dalam bertindak dan tepat dalam waktu. Apakah Rico dapat mengikuti iramanya atau tidak, biar saja, Becky harus bisa cuek.
Selama ini pekerjaan Rico lambat maju juga karena kesulitan menepati waktu. Janji ketemu klien atau suplier tidak pernah tepat waktu sehingga di sela jam kantornya Becky harus membantu Rico membuat surat.
Karakter dominan yang dimiliki seorang wanita tentu saja mempersulit Becky untuk tunduk di bawah komando suaminya yang menurutnya "super lambat". Meskipun Becky tidak pernah bermaksud melawan atau mengatur Rico, tetapi pada kenyataannya, kalau tidak diarahkan, Rico tidak pernah selesai. Dia begitu suka sosialisasi sehingga pekerjaannya terbengkalai.
Tadinya Becky begitu tertarik pada Rico yang riang, pandai sosialisasi, dan teliti dalam pekerjaan. Tidak seperti dirinya yang begitu cepat mengambil keputusan, tidak pandai basa - basi, dan terlalu serius dalam segala sesuatunya. Tetapi gesekan perbedaan mereka rupanya terlalu sering terjadi, dan inilah puncaknya.
Becky tertidur dengan mata sembab dan make up yang belum dibersihkan, yang luntur oleh air matanya.
Forgiveness, easy to say, hard to do.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H