Mohon tunggu...
Soufie Retorika
Soufie Retorika Mohon Tunggu... Penulis - Penyuka seni, budaya Lahat

Ibu rumah tangga, yang roastery coffee dan suka menulis feature, juga jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sayang Anak, Anak Sayang

11 April 2021   22:11 Diperbarui: 11 April 2021   22:18 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dokpri, picture by Husain

Ketika berkomitmen dengan pasangan, pertama kali yang kubahas, apabila tidak bisa hamil, memiliki keturunan, atau anak meninggal.

Mungkin, asal saja lelaki itu legowo, menerima ku apa adanya jika tidak bisa memiliki keturunan. Cinto Buto (cinta buta, istilah ku). Tapi sejak sedini mungkin, kujelaskan jika berkemungkinan menikah, lalu tak memiliki anak. Ketika itu usia ku 17-18 tahun. 

Rupanya setelah menikah, permasalahan berkembang luas, pernah memiliki pasangan yang tidak ingin memiliki anak. Karena 'Cinto Buto' maka sempat menyetujuinya. Namun istilah Child free sepertinya tidak sesuai dengan diriku.

Dengan sekuat tenaga kukatakan diriku ingin punya anak, baik yang bisa kulahirkan sendiri atau jika tidak bisa melahirkan, tentunya aku akan mencari cara mengadopsi.

Akhirnya punya satu anak perempuan, pinter, cerdas, cantik, dan hiperaktif. Sekuat tenaga aku belajar dari nol bulan dan ia sebelum lahir, berusaha belajar, dari manapun untuk menjadi ibu dan orang tua yang baik.

Masih ingat kalkulasi biaya susunya saja 250 ribu rupiah perbulan hingga usia 5 tahun kala itu. Dengan ekonomi sulit, ikhtiar seorang ibu, dari doa, usaha dan bekerja ternyata Allah SWT selalu mencukupi.

Punya ayah, ada suami, tapi.. absurd, sebab kesalahan fatal perempuan sepertiku, berusaha tiada henti, atas nama cinta pada keluarga. 

Sementara alam pikiranku berkecamuk, berkembang. Sudah lah, cukup satu saja, hingga anak tersebut yang berceloteh.

"Dinda teman ku sudah punya adik. Kom, aku cuma sendiri?"

Bom waktu dan egois anak perempuan pertama, cucu perempuan pertama, luar biasa tiap hari merengek.

Full time kuhabiskan recovery, pendarahan hebat dari kontrasepsi suntik, diobati sepenuh hati. Setelah pulih tinggal menunggu waktu punya momongan lagi.

Lahir anak kedua, ketiga dan keempat, kebetulan kami berharap punya anak lelaki, dan terkabulkan. 

Seberapa besar penghasilan, pengeluaran buat kami sekeluarga. Besar guys....!

Apakah penghasilan dari ayah saja?

Atau ayah ibu?

Atau ibu saja?

Sebetulnya penghasilan di kota kecil ini tidak terlalu boros, tidak terlalu besar, dan bisa menabung, jika memiliki pasangan yang sayang istri dan anak.

Tapi, mungkin nasib yang tidak berpihak padaku, sehingga terasa berjalan sendiri, menyusuri hari, menyelesaikan sendiri, membelenggu diri, dalam kerja dan anak-anak hingga tersesat jauh.

Tapi, tidak kusesali, guru terbaik dari Tuhan, adalah anak-anak. Anugerah dan harta berharga itu mereka. Tuhan tahu, mengirimkan anak cerdas, baik, dan menjadikan belenggu itu sebagai guru terbaik.

Dahulu, biasanya sehari aku berbelanja 200-1 juta rupiah, dan semua itu penghasilan pribadi. Jika bertanya, uang ayah mereka yang bekerja. Cukup Tuhan yang mencukupi. Aku tidak pernah bertanya, cara Tuhan memberikan rejeki.

Hingga aku tidak bekerja, dan bangkrut, lalu mulai hidup lagi, semua sedikit, banyak sangat kusyukuri.

Anak-anak itu anugerah Tuhan, contoh dan guru terbaik, jika aku berusaha, berkorban mati-matian... Membela dan melindungi hak mereka.

Alasannya, mereka malaikat yang Tuhan kirimkan, dengan segala perlindungan. 

Ketika sebagai umat muslim dan berkaitan dengan ayat Al Qur'an, banyak yang bisa digali. 

Sayangnya, tidak dihubungkan dengan agama saja, logika saja, amat besar keuntungan memiliki anak. 

Aku cuma berpikir, jika Tuhan tidak memberikan anak, mungkin sudah lama gila.

Teman berbagi paling pas, anak-anak jawaban nya. Teman jalan-jalan dan berdebat, hingga hal sepele terkadang lewat mereka kudapatkan.

Jika dikalkulasikan, untung punya anak.

Aku tidak pernah merasakan tidak beruntung.

Sayang anak.. mereka lebih menyayangiku.

Seperti hari ini aku tidak berbunga-bunga jika tidak didampingi mereka, dijaga saat bekerja.

Caption foto : karya gambar di atas kertas milik Husain. Ia bercerita bahwa dua orang itu aku (ibunya) dan ia, rumah adalah tempat kembali, pulang yang ia tujukan. Seramai apapun dunia, ada ibu yang sedang menunggunya.

Lahat, 11 April 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun