Mohon tunggu...
Soufie Retorika
Soufie Retorika Mohon Tunggu... Penulis - Penyuka seni, budaya Lahat

Ibu rumah tangga, yang roastery coffee dan suka menulis feature, juga jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Tradisi Jelang Ramadhan di Desa dan Keluarga

18 Mei 2020   23:22 Diperbarui: 18 Mei 2020   23:13 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membuka-buka tulisan, foto dan video tentang menyambut Ramadhan di Lahat tempat kami tinggal hampir 13 tahun ini. Rasanya rindu dengan sukacita orang tua, anak-anak dan remaja yang berlomba-lomba untuk mengisi kegiatan Ramadhan.


Anak-anak sekolah biasanya di awal sebelum Ramadhan diisi dengan Pesantren kilat. Jadi mereka mengawalinya lebih dahulu. Tugas hapalan Al Qur'an, tadarus hingga mempersiapkan baju kurung. Sebab di hari tertentu mereka bebas dari seragam. Kebetulan anak-anak bersekolah di Madrasah dari tingkat dasar sekolah. Tidak ada raut wajah keterpaksaan dari mereka dengan tugas yang ada. Termasuk tugas tarawih dan tausiyah.

Tradisi Ruwahan di Lahat 2015, foto dok. Imam Rustandi
Tradisi Ruwahan di Lahat 2015, foto dok. Imam Rustandi


Di Desa kami biasanya ada gotong royong di awal menjelang Ramadhan. Selain Ruwahan, sedekah ruwah, mendoakan orang tua dan kerabat dekat yang sudah tiada, menggundang tetangga dan saudara. Berkumpul selain berdoa, mempererat silaturahmi, saling memaafkan sebelum masuk Ramadhan. Indahnya pemandangan ini tahun ini tidak bisa kita temui. Kondisi Pandemi Covid 19 ini membuat perangkat desa melanjutkan perintah dari pemerintah daerah untuk tidak mengumpulkan banyak orang, tidak melakukan kegiatan sedekah ruwah.


Tapi tradisi bersih-bersih dengan gotong royong, dan ziarah kubur masih dilakukan. Tapi jaga jarak tetap dilakukan, dan kesadaran tidak pulang ke desa bagi warga yang merantau juga sudah di patuhi.


Di sebuah desa di Lahat bahkan ada penandaan sendiri menyambut datangnya Ramadhan. Ada tradisi membunyikan meriam saat menjelang Ramadhan dan menyambut Idul Fitri. Meriam kuno ini hanya dibunyikan oleh sesepuh desa dan disaksikan oleh masyarakat, yang kemudian melanjutkan dengan doa bersama dan makan bersama.


Saya masih ingat tradisi keluarga kami yang mengikuti tradisi sedekah ruwah dan ziarah kubur saat kami masih belia. Bapak menyetujui tradisi ini, hanya ditambahkan hal lainnya. 

Saat sedekah ruwah biasanya bapak sekaligus memberikan bingkisan untuk panti asuhan, memberikan sedikit rejeki bagi keluarga yang kurang mampu, supaya mereka bisa mempersiapkan Ramadhan juga, maksudnya.

Begitu juga dengan ziarah kubur, sebetulnya untuk mengingatkan anak cucu pada leluhur untuk tidak lupa mendoakannya. Hal ini selalu diingatkan bapak supaya kami belajar menghargai budaya yang selaras dengan agama.

kompal-20200114-072138-5ec2b478d541df3cbb54dbe2.jpg
kompal-20200114-072138-5ec2b478d541df3cbb54dbe2.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun