Tahun 1441 Hijriah Idul Fitri kali ini ibu seperti saya harus hemat, cermat dan pinter mengasah pengeluaran. Saat kondisi seperti sekarang di bulan Ramadhan untungnya anak-anak tidak memiliki permintaan yang aneh-aneh saat Ramadhan kali ini, makan yang terhidang sudah pasti ludes, tandas. Kebahagiaan ibu cuma sebegitu saja, sederhana.
Masuk minggu ketiga anak-anak sudah kasak kusuk bertanya, buat kue apa kiranya ibu, dan aku sudah paham kode masing-masing dan si bapak juga. Si bapak sudah pasti kesukaan yang asin, keripik, kerupuk dan kacang bawang.
Anak-anak lebih beraneka rupa sebetulnya, apapun itu mereka suka masakan ibu. Kue kering putri salju dan nastar adalah kesukaan anak-anak, dan saya. Luwesnya kondisi sebelum-sebelumnya lebaran tidak mesti buat sendiri. Ada beberapa produk rumahan di kota kami yang sudah saya kenal.
Biasanya di minggu-minggu ke dua masuk minggu ketiga sudah pesan dan diambil, dan biasanya saat saya taruh di meja dalam dua atau tiga hari putri salju dan nastar akan bersih terlihat stoples kosong belaka. Dua atau tiga kali membeli baru anak-anak berhenti melahap kue kering dan berganti sasaran mereka pada cake yang di kulkas.
Tapi saya biarkan saja seperti itu, anak-anak memakan kue kering dan cake di rumah. Sudah pasti saat Idul Fitri mereka tidak lagi tertarik terlalu banyak mencicipi kue. Ke rumah saudara dan tetangga juga saat bersilaturahmi mereka sudah bosan mencicipi, yang di cari cuma seteguk air mineral.
Sesekali pula ada selingan beberapa kue kering yang lain seperti cornflake cookies, kue kering kacang, dan lainnya. Kesukaan anak-anak pada buatan ibunya sendiri tidak di sangkal.
Suatu kali saya beli coklat compound yang putih dan coklat di cetak dan di dalamnya diisi biji kopi yang sudah di goreng. Rencana awal untuk di jual, sebab harga dan untungnya lumayan saat itu. Satu stoples kecil saja di banderol harga 30.000-50.000 per stoples.
Karena mudah membuatnya anak-anak giat membantu. Saat lebaran yang justru membuat ibunya tertawa. Keasyikan jualan, rupanya mereka lupa menyisakan.
Hanya tinggal 1 stoples dan itu jadi rebutan dan keributan yang lucu. Mereka saat menjual dan membuat tidak menyadari, dan Cuma sekali mencicipi. Anak-anak lupa menyisakan, sementara toko yang menjual peralatan kue baru buka hampir sepekan. Setiap hari keluar kalimat yang merindukan coklat isi kopi, yang walaupun lebaran berlalu mereka tetap antusias membuatnya.
Esok, anak-anak sudah bertanya padaku, setelah oven diperbaiki, kue kering yang beramai-ramai kami buat. Sebab, mereka mengerti saat Pandemi Covid 19, ibu makin rajin membuat semua masakan sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H