Sahabatku yang mengirimkan foto ini bernama Ahmad Zikri (aku memanggilnya Jekri), rumah nya berada di depan surau. Yang kuingat pelajaran baik sangat banyak yang kudapat dari surau ini.
Dan lelucon dari sahabat ku saat mengumandangkan adzan di masjid hingga dipanggil dan dijewer telinganya oleh Sang Nenek masih kuingat. Bahwa orang tua kami sangat menjaga adab anak-anaknya saat di surau.
Satu lagi masjid yang kukenal menjadi tempat belajar dan bergaul saat saya kecil hingga menjelang remaja, yakni Masjid Al Furqon di komplek perumahan timah di Kelurahan Bukit Baru dekat sekolah dasarku dulu.
Khas dari masjid ini ada beberapa pohon buah mentega atau pohon buah Bisbull (Diospyros discolor Willd.), Â yang di tanam di halaman masjid saat berbuah biasanya kulihat beberapa anak mengambilnya. Tanaman ini ternyata cukup langka dan dilupakan saat ini. Buahnya seperti kesemek tapi berwarna kecoklatan berbulu.
Masjid Al Furqon adalah termasuk bangunan bersejarah bagi banyak orang yang tinggal di kompleks timah tersebut. Dikelilingi rumah-rumah tua berarsitektur Belanda dan dua buah water torrent atau tempat penampungan dan pengelolaan air bagi masyarakat setempat.
Masjid itu di tahun 1980-an adalah masjid besar dan megah. Setiap hari seusai sekolah diramaikan anak-anak yang mengaji, tak hanya itu saja, pengajian, dan kegiatan umat muslim lainnya membuat masjid selalu terisi, termasuk perpustakaan juga dimiliki masjid kala itu.
Selain di surau Al Barokah, saat Ramadhan sudah pasti saya terkadang sholat tarawih di Al Furqon bersama teman-teman, berombongan dan saling jemput. Keseruan, kekompakan anak-anak kampung seperti saya lekat hingga sekarang.
"Ka teraweh ape begagit di sanen?"
Maksudnya saat di masjid kami betul-betul terawih atau hanya bermain-main. Hal itu menjadi nostalgia hingga kini. Jika di hitung dari kedua tempat ibadah tersebut, sudah mendidik puluhan ribu orang-orang sukses.