Mohon tunggu...
Soufie Retorika
Soufie Retorika Mohon Tunggu... Penulis - Penyuka seni, budaya Lahat

Ibu rumah tangga, yang roastery coffee dan suka menulis feature, juga jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Rindu Surau dan Masjid Kami

30 April 2020   20:06 Diperbarui: 30 April 2020   20:12 830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buah Mentega, cybex.pertanian.go.id

Dahulu di kampung kami rumah-rumah tetangga satu dan lainnya jarang memiliki pagar tinggi dan permanen, kebanyakan patok batu yang tinggi dibawah pinggang, atau pagar bilah bambu yang dianyam, sangat mudah bagi anak kampung seperti saya untuk memanjat atau melangkah kaki ke rumah tetangga, untuk bermain, berkumpul dengan genk anak-anak kampung kami.

Kekerabatan demikian erat hingga kami dewasa dan berkeluarga. Sekitar pertengahan tahun 1980-an kami hijrah ke kota kecil bernama Pangkal Pinang, di kepulauan Bangka Belitung. Kampung kami di Kelurahan Bukit Baru di jalan Delima. Bapak ku dipindahkan bertugas ke kota kecil ini. 

Setelah sekian lama berpisah, akhirnya kami ikut pindah dari Palembang ke Pangkal Pinang. Beberapa hari setelah pindah di pertengahan bulan Juni saya belum langsung masuk sekolah. Tapi setelah bapak dan Om Agus selesai mengurus kepindahanku barulah saya bersekolah di SD Negeri 10 (Sedaluh) Pangkal Pinang. Sebentar pindah dan belumlah sekolah sudah mendapatkan teman-teman baru yang cukup banyak tinggal bersebelahan atau berdekatan dengan kami.

Rahasia bisa langsung mendapatkan banyak teman karena Surau Al Barokah yang ada di samping rumah sahabatku. Surau ini jaraknya hanya dua rumah dari kami di sudut jalan. Aktifitas anak-anak kampung setelah pulang sekolah, akhir pekan dan libur banyak di surau ini.

Pun alasan bapak betah tinggal di kampung, sebab berdekatan dengan surau. Main Sembunyi gong (petak umpet) di samping surau, berlarian, berkejaran, hingga berkemah di samping surau. Tak ada yang melarang kami ribut di sekitar surau dan bermain.

Surau makin dekat di hati saat Ramadhan, bedug sholat lima waktu jadi ajang rebutan memasuki surau dan mengerjakan sholat. Surau itu kini berganti nama Masjid Al Barokah meskipun tetap kecil seperti itu, tapi lekat di hati kami.

Saya sangat mengingat suasana hangat, riuh dan senda gurau yang kental terasa. Kerinduan saat melihat foto surau ini membuatku menyunggingkan senyum.

Baru semalam selepas tarawih di rumah saja, semenjak Pandemi Covid 19,  utuh aktifitas kerja dan beribadah hanya di rumah saja. Saya membuka lembar kompetisi untuk tema Samber 2020 hari 4, esai tentang masjid.

Langsung kukirimkan pesan singkat via WhatsApp meminta foto surau kami. Sombongnya, dengan menyebut surau kami, wajar rasanya begitu karena bagian keseharian kami.

"Jek, terima kasih kiriman foto surau kita. Terimakasih pula diingatkan nama surau ini."

Memandang foto surau terbayang ruangnya yang kecil penuh sesak saat tarawih. Sumur dan keran air yang biasa kami pakai cuci tangan dan kaki usai bermain, tidak hanya saat berwudhu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun