Bohong jika berkata kami baik-baik saja dengan kondisi mewabahnya Covid 19 (C-19 begitu saya menyingkatnya). Saya berpikir dengan berkurang mengucapkannya berarti berkurang pula mengingatnya. Bisa sibuk mengerjakan hal penting lainnya.
Di awal wabah, kita sudah dihantam banyak hal, menimpa pekerjaan dan usaha, tapi anggaplah itu bagian fase hidup yang harus dijalani. Menceritakannya cuma sekedar berbagi menyiasati hidup. Supaya berpegang tangan erat dan saling menguatkan.
Kondisi seperti ini yang paling lekat benak saya berdoa, beri kekuatan Ya Tuhan mencari rejeki yang baik untuk anak-anak. Semoga Tuhan selalu melindungi anak-anak. Setiap doa saat panik begitu saja yang terucap zikir panjang. Pikirku jika fokus pada pekerjaan dan anak-anak bisa lancar menjalaninya.
Terpaksa keluar rumah sesekali untuk mengantarkan pesanan dan mencari kebutuhan kami betul-betul terjadwal dan diatur. Begitu pula pemakaian semua kebutuhan dikendalikan bersama melibatkan anak-anak dan pasangan. Kericuhan, cekcok dengan ketidakpuasan, kondisi yang tidak pasti, itu sudah terjadi. Misalnya penggunaan listrik prabayar, pada jam tertentu terpaksa listrik dipadamkan untuk menghemat dan mengendalikannya anak-anak dari penggunaan gawai. Kecerobohan bisa saja terjadi, sebab penghasilan kami harian bukan bulanan, jadi merinci kebutuhan kerja, kebutuhan keluarga dan kebutuhan anak-anak harus jeli diperhatikan.
Hingga penggunaan kuota gawai pun harus lebih diperketat. Kami mempunyai usaha utama Roastery kopi di daerah terpencil di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan sejak 2016 lalu. Selain itu kami juga menjalani usaha kuliner yang belum lama dirintis dibandingkan usaha kopi. Setelah pasangan berhenti bekerja, sedikit tertolong untuk pembagian pekerjaan. Saya lebih leluasa bisa mengawasi anak-anak dan mengatur pemasaran, berhubungan dengan petani pun juga sedikit demi sedikit diambil alih. Itulah alasan Tuhan mempertemukan kami dua tahun terakhir ini.Â
Kondisi saya sudah mulai menurun, mulai dari alergi, asthma, dan tulang belakang yang pernah jatuh semakin berkurang kemampuan kerja saya.
Di saat sakit seperti saat menulis tulisan ini, jika ibu-ibu lain bisa lincah mengurus keluarga, saya mengurus anak-anak di atas kasur. Menulis di atas kasur, menjawab pertanyaan anak dengan memiringkan tubuh, duduk sebentar meracik masakan, lalu rebahan lagi. Mencuci pakaian pun sudah dikerjakan pasangan saya dan anak saat saya rebahan saja.
Pada awal C-19 sempat lah 3 minggu tanpa pemasukan, mengandalkan tabungan. Kami nikmati saja, dengan berdoa dan yakin rejeki Tuhan takkan salah, apalagi jika dipergunakan dengan doa dan kebaikan-kebaikan.Â
Kami berdua juga berbagi ilmu dan mengajar sedikit-sedikit ilmu kami tentang kopi baik pada petani, maupun pemula yang membuka usaha kopi. Beberapa kafe yang biasa memesan, saat ini rata-rata tidak ada lagi. Hanya perorangan saja yang memesan kopi.
Ada manfaatnya juga di saat lenggang pembeli kopi maupun produk kami, sekarang pekarangan rumah dan tempat workshop bersisa sekitar delapan ratus meter persegi lebih dengan kontur tanah miring dan tandus, yang baru setahun lebih kami tempati kembali, mulai kami olah dan atur. Belajar sana sini pada ahlinya untuk menjadikan tanah bisa ditanami. Tanaman yang berantakan mulai diatur letaknya.
Sudah lebih dari cukupkah... Ah rasanya cuma separuh baru tergarap lahan. Saya pikir, jika lebih lama lagi, kami harus dapat asupan makanan dari lahan pekarangan saja.Â