Mohon tunggu...
Soufie Retorika
Soufie Retorika Mohon Tunggu... Penulis - Penyuka seni, budaya Lahat

Ibu rumah tangga, yang roastery coffee dan suka menulis feature, juga jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cughup Buloh dan Lubuk Selo

8 Juli 2018   00:57 Diperbarui: 8 Juli 2018   01:34 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perpaduan namanya saja tahulah kita, bahwa penetrasi bahasa yang sangat plural terdengar di telinga maupun ucapan. Cughup Buloh adalah nama air terjun yang banyak dinaungi bambu atau buloh, letaknya jika ditarik garis lurus dari Kabupaten Lahat, paling cuma 30 km saja. Tapi jalan berliku, pemandangan yang indah yang membentang sepanjang jalan berliku, menanjak dan menurun membuatnya jauh.

Jauh yang ada tapi, tapi indah, buat kita penasaran, buat penjelajah akan bilang wow.... Jikalau baru pertamakali ke belahanBumi Seganti Setungguan, jika pertama melihat bentang alam Bukit Barisan yang berjajar menghijau menguning di hadapan mata. Aliran Sungai Liem,  yang kami lewati di pelataran Kecamatan Gumay Ulu, Lahat.

Hingga memasuki Sungai Selangis tamu saya yang 25 orang tak tahan berhenti, bukit batu dan jernihnya sungai memang menggoda menyentuhnya.  Saya mau bilang apalagi, sebab menuju kesana masih berkelok-kelok dan tak tertahan buat mereka. Mengatakan bahwa sebaiknya pejamkan mata dan simpan energi hingga tiba di sana. Briefing yang saya lakukan di Lahat, doa bersama hingga ke tujuan juga tetap saja membuat mereka penasaran.

Menurut Opan (27) bahwa saya jangan bercerita dahulu, membiarkan angan-angan mereka semua melayang jauh untuk tiba di sana. "Biar aja mbak, jangan cerita. Supaya kita penasaran," ucap Opan.

Sepenggal percakapan lain dari Fajri (33) yang merupakan teman pertama tertarik ke Cughup Buloh ini. Harusnya perjalanan kami jangan mampir dahulu ke tempat lain. Setelah ke Cughup Buloh dan menginap barulah kami mampir ke tempat lainnya. "Harusnya kita langsung aja ke Cughup Buloh," ujar Fajri.

Semua memiliki kalimat masing-masing menggambarkan Cughup Buloh. Meski di depan mata informasi dari  dunia maya tentang air terjun ini bermacam rupa. Tetap saja saya menarik senyum dalam benak, mereka adalah orang-orang yang haus dengan ketertarikan nyata, tentang bumi seganti setungguan. "Mereka harus dapat sensasi sendiri, mbak. Kita harap akan jadi kenangan buat teman-teman," kata Saly (30) yang menanyakan urutan acara yang akan berlangsung di sana selain kita semua menginap.

Bertemu Asih (45) salah satu warga Lubuk Selo, Kecamatan Gumay Ulu, Lahat ini yang mempunyai peran penting selain A. Yaumal (45) ketua kelompok sadar wisata (Pokdarwis) Cughup Buloh yang menjadi pemandu bersama beberapa tim di sana. Kami menginap di rumah panggung milik Asih, ternyata tahun 2010 adalah pertama penulis menginap di rumah panggung itu setelah offroad.

Rencana kami, project pertama menerima tamu menginap ini bisa jadi pengalaman untuk mengelola wisata Desa Lubuk Selo kedepan. "saya inget mbak soufie itu pernah menginap disini dulu, oh kita rupanya saling kenal lama," bahas Asih.

Setelah berbelok dari jalan lintas Lahat-Pagaralam melewati Simpang Bacang dari Desa Muara Siban, Lahat, kami memasuki Desa Sumber Karya, jalanan masih aspal memasuki Lubuk Selo terasa dari 4 kendaraan roda empat harus melambat karena jalanan tanah dan berbatu yang kami lewati. Tiba di rumah Asih kami menikmati makan siang yang cukup terlambat dan sudah mencapai waktu Ashar kala itu.

Selepasnya, perjalanan satu kilometer menuju Cughup Buloh benar-benar mendebarkan buat teman-teman yang belum pernah ke sana sebelumnya. Melewati beberapa kebun karet di kiri dan kanan, banyak pertanyaan mereka menghampiri, mencapai kebun kopi dan mencapai pelataran Cughup Buloh pertanyaan mereka terhenti.

Jalanan yang kemiringan fantastis mereka lalui, dengan anak tangga menuju ke lokasi air terjun ini membuat mereka terkaget-kaget. Kendala utama, air terjun ini adalah harus punya pemandu yang mengalihkan rasa letih dengan pemandangan yang indah menjadi cerita mereka. Ketakutan tajam karena area menuju lokasi yang terjal dan curam bisa menjadi obat penenang mereka.

Utamanya kalimat yang terlontar penuh kekhawatiran, berubah menjadi gegap gempita kegembiraan sebanding dengan pemandangan air terjun yang indah yang terjun melintasi bebatuan berlumut, dua bocah cilik yang memegang erat tanganku pun saat ikut ke sana sangat menikmati. Bermain di air terjun dan Sungai Selangis ini memang nikmat buat yang tua maupun bocah-bocah. Saling lempar koral yang mereka jumput, atau memercik air ke wajah mereka saya nikmati hingga menjelang senja mengatup di air terjun.

Mendekati Magrib, tantangan 25 orang peserta yang harus melewati jalan menanjak membuat banyak yang menyerah. Akhirnya ojek yang disiapkan Pokdarwis Cughup Buloh menolong mereka untuk sampai di area parkir. Penulis menemani seorang peserta akhir yang berusaha jalan menaiki tangga. Sebuah perjalanan berat buat penulis melihat peserta tur yang tertatih, diperjalanan doa saya tak putus supaya jangan terjadi apapun hingga area parkir.

Untungnya ia sampai di area parkir sebelum perjalanan menuju rumah panggung menikmati kopi sore yang saya seduh, dan menikmati makan malam dengan menu gulai kambing, ikan bakar dan soto ayam kampung. Aroma khas desa, menusuknya udara malam yang dingin dan mengepul hangat nasi dari beghas duson (beras dusun).

Usai makan malam yang begitu lahap kami nikmati bersama warga duson yang coba kami jalin hangat, lalu beristirahat di depan rumah membuat api unggun. Menikmati permainan Tawar (65) lelaki renta yang memetik gitar tunggal melantunkan geguritan yang bercerita tentang  desa yang damai, air terjun yang indah, masyarakat yang plural. Lubuk Selo dan sembilan desa lainnya, di Kecamatan Gumay Ulu ini, yang merupakan warga transmigrasi dari Jawa yang membaur dengan masyarakat lokal sekitar 30 tahunan menikmati keterasingan yang kini menjadi hits di berbagai sosial media.

Peserta yang tadinya letih bersemangat mendengar testimoni masyarakat yang belum lama merasai akses yang masih terbatas, mulai dari listrik yang belum lama bisa mereka nikmati, jalan tanah dan berbatu yang tadinya terisolir, dan macam rupa persoalan lainnya. Kami sama-sama berdoa agar lokasi air terjun indah ini terjaga hingga anak cucu bisa menikmatinya. Bahwa kerjasama, kerja keras tentu akan ada hasilnya. Ambil contoh dari Lubuk Selo dan masyarakatnya yang tangguh. Seperti melukis pelangi di kanvas buram, jangan pernah putus asa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun