Perubahan iklim adalah perubahan jangka panjang dalam suhu dan pola cuaca di Bumi. Fenomena ini dapat disebabkan oleh faktor alami dan aktivitas manusia, seperti emisi gas rumah kaca. Dampaknya meliputi perubahan cuaca ekstrem, kelangkaan air, dan dampak negatif pada ekosistem. Menurut United Nations perubahan iklim mengacu pada perubahan pola suhu dan cuaca dalam jangka panjang. Dampaknya meliputi perubahan cuaca ekstrem, kelangkaan air, dan dampak negatif. Perubahan iklim merupakan salah satu tantangan paling mendesak yang dihadapi umat manusia di abad ke-21. Istilah ini merujuk pada perubahan jangka panjang dalam pola cuaca dan suhu global yang diakibatkan oleh berbagai faktor, baik alami maupun antropogenik (yang disebabkan oleh aktivitas manusia). Dalam beberapa dekade terakhir, perhatian dunia semakin tertuju pada dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim, terutama akibat emisi gas rumah kaca yang terus meningkat sebagai hasil dari pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik pertanian yang tidak berkelanjutan.
Kasus banjir rob atau kenaikan muka air laut ini tiap tahunnya banyak terjadi di Pesisir Utara Jawa, seperti Kota Pekalongan, Kota Semarang, Demak, Tegal, Pati, dan Rembang. Adapun, pulau lain yang sering mengalami banjir rob baru-baru ini yaitu Provinsi Maluku Utara. Di Demak terdapat satu areal perkampungan yang kini terbengkalai ditinggalkan masyarakat akibat terendam air laut. Kurang lebih 200 kepala keluarga memilih pindah, mengalah pada laju abrasi yang kian meresahkan. Pada tahun 2023, Indonesia menghadapi dampak serius dari perubahan iklim, termasuk kerugian ekonomi yang diperkirakan mencapai Rp 112 triliun akibat meningkatnya permukaan air laut dan cuaca ekstrem. Suhu global juga tercatat sebagai yang terpanas dalam sejarah, didorong oleh aktivitas manusia dan fenomena cuaca El Nino.
Faktor-faktor Terjadinya Perubahan Iklim
1. Pemanasan Global
Peningkatan suhu rata-rata global akibat akumulasi gas rumah kaca di atmosfer, terutama karbon dioksida (CO2) dan metana (CH4), yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan aktivitas industri. Pemanasan global merupakan fenomena yang ditandai oleh peningkatan suhu rata-rata global akibat akumulasi gas rumah kaca di atmosfer, terutama karbon dioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas-gas ini berasal dari berbagai aktivitas manusia, termasuk pembakaran bahan bakar fosil untuk energi, deforestasi yang mengurangi kapasitas penyerapan karbon oleh pohon, serta emisi dari aktivitas industri. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca ini menyebabkan efek rumah kaca yang memerangkap panas di atmosfer, mengakibatkan perubahan iklim yang berdampak luas pada lingkungan, ekosistem, dan kehidupan manusia.
2. Efek Gas Rumah Kaca
Gas-gas seperti CO2, metana, dan dinitrogen oksida yang terperangkap di atmosfer berfungsi seperti selimut, mencegah panas dari bumi untuk kembali ke luar angkasa. Akibatnya, peningkatan efek rumah kaca menyebabkan suhu global naik, yang berkontribusi pada perubahan iklim dan beragam dampak lingkungan, termasuk cuaca ekstrem, kenaikan permukaan laut, dan gangguan ekosistem.Â
3. Variasi Alami
Faktor-faktor alami seperti erupsi vulkanik dan variasi siklus matahari juga mempengaruhi iklim, meskipun dampak manusia saat ini jauh lebih signifikan dalam konteks perubahan iklim modern. Variasi alami, seperti erupsi vulkanik dan siklus aktivitas matahari, memang mempengaruhi iklim Bumi. Erupsi vulkanik dapat melepaskan partikel dan gas ke atmosfer yang dapat menurunkan suhu sementara dengan menghalangi sinar matahari, sementara variasi siklus matahari, yang terjadi dalam periode tertentu, dapat memengaruhi jumlah radiasi yang diterima oleh Bumi. Namun, dalam konteks perubahan iklim modern, dampak aktivitas manusia jauh lebih signifikan. Emisi gas rumah kaca akibat pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik industri telah menyebabkan peningkatan suhu global yang cepat dan tidak sebanding dengan variasi alami yang terjadi secara alami.
Dampak Perubahan Iklim
Peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer bumi, juga meningkatkan suhu permukaan bumi. Dekade terakhir tahun 2011-2020, tercatat shu permukaan bumi yang paling panas dibandingkan dekade sebelumnya. Sejak tahun 1980, setiap dekade, suhu permukaan bumi menjadi lebih panas dari dekade sebelumnya. Di Greenland dan Antartika, lapisan es mengalami pencairan yang signifikan, yang berkontribusi pada kenaikan permukaan laut. Jika lapisan es ini melewati titik kritis, dapat menyebabkan keruntuhan yang tak terbalik dan meningkatkan risiko banjir di daerah pesisir.Â
Perubahan iklim memperburuk kelangkaan air pada daerah -- daerah yang mengalami tekanan berat akan ketersediaan air, dan mengarah pada meningkatnya risiko kekeringan pertanian yang mempengaruhi produksi pangan, dan kekeringan juga menyebabkan kerusakan ekosistem baik darat, laut, sungai. Perubahan iklim menyebabkan pergeseran dalam pola curah hujan, yang mengakibatkan beberapa daerah mengalami hujan yang lebih sedikit, sementara yang lain mungkin mengalami curah hujan ekstrem. Hal ini berkontribusi pada ketidakpastian dalam ketersediaan air.
Solusi Dalam Menghadapi Perubahan Iklim
1. Upaya Mitigasi
Untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengatasi perubahan iklim, beberapa strategi dapat diterapkan. Salah satunya adalah beralih ke energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan hidro yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan. Selain itu, meningkatkan efisiensi energi di sektor rumah tangga, industri, dan transportasi dapat mengurangi konsumsi energi dan emisi CO2. Penghijauan dan konservasi hutan juga sangat penting karena hutan berfungsi sebagai penyerap karbon. Mengadopsi praktik pertanian yang ramah lingkungan, seperti penggunaan pupuk organik dan manajemen limbah ternak, dapat mengurangi emisi metana dan nitrogen oksida. Namun, kesadaran masyarakat tentang perubahan iklim dan pentingnya tindakan individu dalam mengurangi jejak karbon sangat krusial untuk mencapai tujuan mitigasi. Oleh karena itu, pendidikan dan kesadaran iklim harus ditingkatkan untuk memastikan bahwa masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam mengatasi perubahan iklim.Â
2. Upaya Adaptasi
Perencanaan tata kota berbasis iklim sangat penting untuk meningkatkan ketahanan infrastruktur kota terhadap perubahan iklim, seperti dengan membangun tanggul banjir dan taman kota yang dapat menyerap air hujan, sehingga membantu mengurangi risiko bencana. Selain itu, praktik pertanian adaptif, seperti penggunaan varietas tanaman yang lebih tahan terhadap suhu ekstrem dan kekeringan, dapat membantu petani beradaptasi dengan perubahan iklim. Perlindungan terhadap bencana alam juga perlu diperkuat melalui sistem peringatan dini dan perencanaan darurat yang efektif, guna melindungi masyarakat dari dampak bencana. Pengembangan infrastruktur tahan cuaca, termasuk jaringan listrik, sistem penyediaan air bersih, dan transportasi yang dirancang untuk menghadapi cuaca ekstrem, menjadi langkah penting dalam menciptakan ketahanan. Terakhir, pengelolaan sumber daya air yang optimal diperlukan untuk mengatasi krisis air bersih yang semakin mendesak. Dengan mengintegrasikan semua aspek ini, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan berkelanjutan bagi masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H