Mohon tunggu...
Nurul Hidayat
Nurul Hidayat Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Sociologist and educator

Pendidik Sosiologi Global Prestasi School

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Telaah Sosiologis: Anak-anak Korban dari Produk Sosial

6 Mei 2014   04:03 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:49 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usia anak 2-6 tahun merupakan "golden age" bagi pertumbuhan anak usia dini. Penyerapan informasi dan tahap sosialisasi yang diterima 100% dari apa yang dia lihat, dengar, dan rasakan. Sehingga tidak mengherankan banyak deviasi yang dilakukan usia anak-anak baik pembunuhan dan penganiayaan terhadap anak-anak lagi.



Baru-baru ini kasus meninggalnya siswa kelas 5 SD yang dianiaya berujung maut yang dilakukan oleh kakak kelasnya gara-gara menjatuhkan makanan. Padahal Renggo Kadafi telah meminta maaf namun tetap kekecewaan tidak bisa dimaafkan hanya dengan permintaan maaf. Faktor sosiologis apa yang mempengaruhi pelaku untuk menganiaya adik kelasnya? Bagaimana tahap-tahap sosialisasi untuk anak-anak sampai mereka dapat mengambil peranan di lingkungan sosialnya?

Pelaku kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak bukanlah tindakan tanpa penyebab, tentu ada sub kebudayaan atau terjadi sosialisasi tidak sempurna. Faktor yang mempengaruhi anak bisa jadi disebabkan antaralain; pertama, media sosialisasi primer, yang terjadi di keluarga oleh si anak (pelaku devisiasi) merekam tindakan orang tua mereka yang melakukan tindakan koersif kepada orang lain. Misalnya ayahnya memukul ibunya manakala ibunya bertengkar atau melakukan kesalahan atau ayah/ibu memukul pembantu yang melakukan kesalahan. Tindakan koersif yang dilakukan orang tua sebagai tindakan yang normatif dilakukan manakala ada kesalahan.

Penyebab yang kedua, media massa/elektronik sebagai agen sosialisasi yang menyuguhkan tayangan dan tontonan untuk anak-anak. Di usia anak-anak peranan media massa/elektronik dijadikan mainan dan teman setia sehari-hari. Orang tua atau pembantu bekerja sedangkan anaknya diputarkankan tayangan kartun atau film action/perang/super hero, esensinya agar anak bisa tenang dengan tayangan tersebut. Namun penafsiran anak-anak terhadap tayangan tersebut malah mengkonstruksikan tindakan mereka seperti aktor tersebut. Misalnya, kartun Tom and Jerry yang penuh tindakan pukul memukul, Happy Tree Friends penuh tindakan penganiayaan dan pembunuhan. Film superhero spiderman/kaptain amerika/transformers membuat anak menjadi terobsesi seperti tokoh tersebut, seperti halnya peristiwa anak lompat dari apartemen lantai 19 gara-gara tidak diperbolehkan nonton spiderman. Mungkin anak yang lompat tersebut obsesi dari tokohnya. Seperti yang diungkapkan Wakil Gubernur DKI Jakarta dikutip dari detik.com "menilai perilaku anak-anak belakangan sudah semakin mengerikan. Ahok, begitu dia biasa disapa, menduga hal itu adalah imbas dari film dan acara-acara televisi yang tidak mendidik yang marak berkembang di tanah air". Tentunya pengendalian sosial orang tua dan sekolah harus diperhatikan. Agar proses internalisasi nilai-nilai dan norma sosial sesuai dengan masyarakatnya.

Proses internalisasi nilai-nilai dan norma sosial menjadi fundamental untuk kepribadian anak. Tahap-tahap sosialisasi anak yang diungkapkan George Herbert Mead, pertama Preparatory Stage merupakan tahap anak dalam menyerap informasi dalam memahami dunia sosialnya, ketika ibu memberikan makan maka ibu itu mengucapkan kata 'mam' dengan tindakan menyuapkan makanan. Kata 'mam' oleh anak dipahami sebagai proses pemberian makan. Jika secara verbal anak dapat memaknai begitu pula dengan nonverbal atau perilaku yang dilakukan orang lain didepan anak pada masa tahap ini. Tentu ketika perilaku kekerasan sering dilihatnya maka pemaknaan akan kekerasan jadi hal yang normal.

Tahap yang kedua adalah, Play Stage merupakan tahap seorang anak mulai menyadari posisinya dan mulai menirukan perilaku dari orang-orang sekitarnya. Jika perilaku kekerasan dianggap normal maka anak tersebut dengan sadar melakukan kekerasan namun kemampuan pengendalian diri sangat lemah apalagi jika tidak ada kontrol sosial. Tahap ini anak menyerap dan mulai memainkan apa yang telah dipahaminya.

Ketiga, Tahap Game Stage merupakan tahap untuk bertindak dan melakukan pemahamanya. Pada tahap ini dikategorikan usia awal SD hingga menjelang kenaikan SMP maka wajar jika pada masa ini banyak pelaku kejahatan anak-anak. Mereka tidak menyadari penuh akan dampak dari perilaku kekerasan tersebut yang dilakukan oleh lawannya bahwa kalau dengan memasukkan gagang sapu ke mulut Renggo dan memukulnya akan merenggut nyawanya. Begitu juga dengan Valentino bocah yang terjun dari apartemen lantai 19 di Apartemen Laguna, Pluit, Jakarta Utara, kalau 'si spiderman kecil' itu menyadari tindakanya akan membawa kematian harusnya dia tidak melakukan aksi selayaknya superhero tersebut.

Tahap selanjutnya Generalized Other Stage merupakan tahapan akhir dari proses internalisasi. Pada tahap ini anak seharusnya menyadari perilakunya di masyarakat luas dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat luas. Pada kasus yang diatas anak-anak belum mencapai tahap ini.

Proses sosialisasi dan pengendalian sosial harus diperhatikan dengan melihat secara peka perkembangan anak-anak usia dini agar tindakan mereka sesuai dengan norma sosial. Devisiasi yang dilakukan adalah produk sosial dari agen primer dan sekunder. Oleh karena itu sangat diperlukanya konstribusi dalam kontrol sosial, revitalisasi peranan keluarga dan filterisasi media massa/elekreonik.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun