Mohon tunggu...
Rami Musrady Zaini
Rami Musrady Zaini Mohon Tunggu... PNS -

Terkadang meluapkan gagasan ke dalam bait-bait kata terasa sulit, untuk tak dibilang sebagai penulis. Biarlah ku dinilai sedang iseng dalam menyusun sebuah gagasan. Dan inilah saya, yang tak pernah bijak dengan hari sebelumnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Simulacrum

25 April 2019   08:26 Diperbarui: 25 April 2019   08:36 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Rami Musrady Zaini 

Kecurangan itu mesti diuji bukan diasumsi. Sama halnya kebohongan.

Terkadang saya merasa aneh bahkan terkekeh. Ketika orang-orang yang mengumandangkan kecurangan dan kebohongan itu tidak pada tempatnya.

Meneriakan media tidak menginformasikan hal yang dirasa kebohongan, sementara di satu sisi, di pihak lain merasa terus memproduksi Video-video dan informasi yang kualitas kenetralannya juga bisa dipertanyakan.

Paska QC dipublikasi yang menyatakan indikasi pasangan 01 menang, Pihak 02 juga menyatakan menang berdasarkan indikasi RC internal. QC dan RC adalah metode atau cara memprediksi hasil, yang sama-sama diakui secara pengamatan ilmu pengetahuan.

Bersamaan dengan itu, di pihak 02 tidak meyakini (kurang percaya) hasil QC tetapi meyakini RC-nya.... Pihak 02 berpidato di depan publik untuk menunggu dan mengawal hasil KPU. Pihak 01 sedari awal untuk tetap menunggu hasil resmi KPU RI.

Disini ada sebentuk kesamaan. 'Menunggu' akan tetapi ada pihak yang benar-benar menunggu, sementara di pihak lain ada yang tetap mengumandangkan hasil-hasil kemenangan menurut apa yang diyakininya. Ditambah propaganda kecurangan dari lembaga resmi tersebut.

Saya jadi mengingat Baudrillard filsuf prancis dengan teori Simulacranya bahwa dalam konteks seperti ini apa yang salah dan yang benar bersatu padu. Dan kondisi-kondisi simulacrum seperti ini hanya dapat dilakukan oleh relasi-relasi kuasa. Oleh aktor politik. Relasi-relasi kuasa Disini bukan hanya berarti 01, tetapi pada pihak 02 juga. Sehingga Disatu titik tertentu kecendrungan menanggapi simulacrum akan membawa dampak kegilaaan.

Kegilaaan yang saya maksud disini merujuk pada Foucault seorang filsuf postmodernisme, ia menyatakan kegilaaan itu bukan pada masalah psikologi melainkan pada aspek moralitas yang diproduksi oleh kuasa.

Dalam ruang seperti ini- ruang pertarungan kuasa masyarakat yang tidak memiliki sabuk pengaman (akal yang logis bukan akan sehat) akan jatuh dalam pelukan simulacrum.

Atau dalam konteks ini dipeluk simulacrum. Simulacrum mengandalkan citra, simbol, dan tanda-tanda.

Siapa membangun persepsi paling kuat dia adalah pemenang. Persepsi ini meskipun bukan kenyataan sebenarnya telah diyakini sebagai kebenaran mutlak. Pada saat itulah terjadi kebenaran yang dipercai bukanlah realitas.

Jadi, sebagai masyarakat yang berpikir menempatkan sesuatu pada tempatnya adalah langkah yang bijak, ketimbang terus mempertontonkan hal-hal diluar akal yang logis.

Disini kita berpemilu, sekaligus menjalankan politik. Menjalankan seni pengaruh mempengaruhi, dan dalam politik tak pernah ada yang namanya kekalahan, yang ada hanyalah tidak berjumpanya kepentingan. Yang pada akhirnya semuanya bermuara pada sebuah konsensus.

Jika Sebagai bijak, hentikanlah!

Kendari, 25 April 2019. Di pagi yang mengheningkan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun