Atau dalam konteks ini dipeluk simulacrum. Simulacrum mengandalkan citra, simbol, dan tanda-tanda.
Siapa membangun persepsi paling kuat dia adalah pemenang. Persepsi ini meskipun bukan kenyataan sebenarnya telah diyakini sebagai kebenaran mutlak. Pada saat itulah terjadi kebenaran yang dipercai bukanlah realitas.
Jadi, sebagai masyarakat yang berpikir menempatkan sesuatu pada tempatnya adalah langkah yang bijak, ketimbang terus mempertontonkan hal-hal diluar akal yang logis.
Disini kita berpemilu, sekaligus menjalankan politik. Menjalankan seni pengaruh mempengaruhi, dan dalam politik tak pernah ada yang namanya kekalahan, yang ada hanyalah tidak berjumpanya kepentingan. Yang pada akhirnya semuanya bermuara pada sebuah konsensus.
Jika Sebagai bijak, hentikanlah!
Kendari, 25 April 2019. Di pagi yang mengheningkan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H