Dihalaman akhir, sahaya pun turut sedih mengakhiri kisah cintanya, melebihi kesedihan pungguk kepada bulan dalam puisi 'Barangkali Karena Bulan'
...Aku tulis sajak cintaku ini
Karena tak bisa kubisikkan kepadamu.
Rindu mengarungi Senin, Selasa, Rabu,
dan seluruh Minggu.
Menetes bagaikan air liur langit
yang menjadi bintang-bintang.
...Ma, tubuhmu yang lelap tidur
terbaring di atas perahu layar
hanyut di langit
mengarungi angkasa raya.
Sungguh Rendra engkau tetap menyimpan daya magis dari sehimpun puisi-puisimu. Engkau begitu dalam memaknai cinta dan Wanita.
Mejumpamu seperti keabadian, menuliskanmu seperti air yang mengalir, dan membacamu seperti duduk berdua denganmu. Duhai guru Rendra, saya bersimpuh dan memohon kepadamu. Luruskan dan cerahkan jiwa saya lagi, dan lagi.
Kendari, 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H