Mohon tunggu...
danang pamungkas
danang pamungkas Mohon Tunggu... -

mahasiswa pend.sosiologi uny

Selanjutnya

Tutup

Politik

Komersialisasi dan Liberalisasi Sistem Pendidikan di Indonesia

5 Juni 2014   01:03 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:19 2192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi setiap manusia untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat dan warga negara yang berkualitas sesuai dengan cita-cita yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Adanya pendidikan dimaksudkan  untuk  mengembangkan  kehidupan dan taraf hidup seorang individu agar menjadi lebih baik, serta memiliki harkat dan martabat yang tinggi sebagai manusia.  Pendidikan  adalah  instrumen penting bagi setiap bangsa untuk meningkatkan daya saing dalam percaturan politik, ekonomi, hukum, budaya serta pertahanan pada tata kehidupan masyarakat dunia secara global sehingga menyebabkan perubahan gaya hidup.

Dunia pendidikan  di Indonesia juga  mendapatkan pengaruh besar akibat pesatnya  arus  globalisasi  yang berkembang saat ini. Salah satu pengaruh akibat pesatnya globalisasi bagi bangsa Indonesia adalah  dalam hal peningkatan mutu dan kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia yang masih rendah. Bahkan  dalam lingkup  regional, bangsa Indonesia  berada  pada  peringkat 6 dari 10 negara ASEAN.  Peringkat  tersebut  lebih rendah daripada Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand  bahkan  Filipina.  Permasalahan  lain  di bidang pendidikan saat ini tidak lain  adalah  sekolah masih bertumpu pada semangat mulia dengan visi kerakyatan serta menjadikan dunia pendidikan sebagai  “ladang bisnis”  untuk memperoleh keuntungan  para penyelenggara pendidikan  sehingga hal tersebut bukan menjadi rahasia umum lagi.

Pendidikan  di  era globalisasi saat ini telah  terjebak dalam arus  kapitalisasi  yang dalam  istilah lain bernama  komersialisasi pendidikan. Adanya biaya pendidikan  yang  tidak murah  berakibat pada  banyaknya anak  yang berasal dari kelas ekonomi bawah  sulit mendapatkan akses pendidikan  yang  lebih bermutu. Sekolah kemudian menerapkan aturan seperti pasar yang berimplikasi pada visiologis pendidikan yang salah. Keberhasilan pendidikan hanya didasari pada besarnya jumlah lulusan sekolah yang dapat diserap oleh sektor industri. Pendidikan semacam ini tidak untuk menjadikan manusia-manusia melek sosial, padahal sebetulnya tujuan pendidikan untuk mengembangkan intelektual yang ada pada siswa (Andrias Harefa, 2005: 151)

Hingga saat ini 6 negara telah meminta Indonesia untuk membuka sector jasa pendidikan yakni Australia, Amerika Serikat, Jepang, Cina, Korea dan Selandia Baru. Sub-sektor jasa yang ingin dimasuki adalah pendidikan tinggi, pendiudikan sumur hayat, dan pendidikan vocational dan profesi. Cina bahkan minta Indonesia membuka pintu untuk pendidikan kedokteran Cina. Jelas sekali bukan motif humanitarian yang mendorong para provider pendidikan tinggi dari 6 negaratersebut untuk membangun pendidikan tinggi Indonesia. Motif for-profit mungkin adalah pendorong utamanya Perlu kita sadari bahwa pendidikan mempunyai 3 tugas pokok, yakni

mempreservasi, mentransfer dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan

budaya. Pendidikan juga sangat vital peranannyadalam mentransfer nilai-nilai dan jati

diri bangsa (van Glinken, 2004). Karena itu, setiap upaya untuk menjadikan pendidikan

dan pelatihan sebagai komoditi yang tata perdagangannyta diatur oleh lembaga

internasional bukan oleh otoritas suatu negara, memang perlu disikapi dengan semangat

nasionalisme yang tinggi serta dengan kritisoleh mnasyarakat negara berkambang.

Dibandingkan dengan negara-negara anggota Asean yang tergabung dalam Asean University Network (AUN) ataupun (Association of Southeast Asia Institute of Higher Learning (ASAIHL), seperti Malaysia, Muangthai, Filipina dan Singapore, Indonesia jauh tertinggal dalam tingkat partisipasi pendidikan tinggi dan mutu akademik. Pada tahun 2004 tingkat partisipasi pendidikan tinggi baru mencapai14 persen, jauh tertinggal dari Malaysia dan Filipina yang sudah mencapai 38-40 persen. Karena kemampuankeuangan pemerintah yang sangat terbatas, ekspansi serta peningkatan mutu pendidikan tinggi Indonesia tidak mungkin dilakukan dengan mengandalkan sumber dana domestik. Ekspansi pendidikan tinggi dan peningkatan mutu akademik nampaknmya hanya mungkn dilakukan bila layanan pendidikan tinggi olehprovider luar negeri yang dimungkinkan oleh globalisasi pendidikan dapat dimanfaatkan oleh negara berkembang seperti Indonesia.

Globalisasi pendidikan tinggi yang semakin meningkat walau pun bertujuan untuk memperbaiki mutu dan akses ke pendidikan tinggi pasti merupakan gangguan terhadap kedaulatan Indonesia dalam  mengatur salah sattu tujuan kemerdekaannya yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemandirian bangsa ini dalam perumusan kebijakan nasional untuk mengatur bidang pendidikan mau tidak mau harus dikorbankan agar provider pendidikan tinggi komersial dari luarnegeri dapat lebih leluasa masuk ke tanah

air Indonesia. Salah satu manifestasi globalisasi pendidikan tinggi adalah berkembangnya pasar pendidikan tinggi tanpa batas (borderless higher education market). Keterbasasan dana yang dialami oleh negara-negara berkembang, peningkatan permintaan akan pendidikan tinggi bermutu, serta kemajuan teknologi informasi adalah tiga faktor yang mendorong pertumbuhan “borderless” market dalam pendidikan tinggi. Perguruan tinggi di negara-negara maju, terutama Ameriuka Serikat, Inggeris dan Australia amat agresif memanfaat the new emergiung market dengan meningkatkan penyediaan layanan pendidikan tinggi,

dalam realitas pendidikan Indonesia, pengaruh globalisasi membangun peran ambivalen terhadap hakikat keaslian pendidikan. Globalisasi telah berhasil mengubah arah pendidikan menuju visi kapitalisme. Pendidikan berorientasi pasar, berlogika kuantitas hingga upaya privatisasi pendidikan merupakan beberapa contoh dari gejala ketertundukkan hakikat pendidikan terhadap hasrat kapitalisme global.  Terdapat tiga perubahan mendasar  menurut Nurani Soyomukti (2008 : 7-8)  yang akan terjadi dalam dunia pendidikan Indonesia karena arus globalisasi.  Pertama,  “dunia pendidikan akan menjadi objek komoditas dan komersil seiring dengan kuatnya hembusan paham neo-liberalisme yang melanda dunia”. Paradigma dalam dunia komersial adalah usaha mencari pasar baru dan memperluas bentuk-bentuk usaha secara kontinyu. Globalisasi mampu memaksa liberalisasi berbagai sektor yang dulunya non-komersial menjadi  komoditas dalam pasar yang baru.

Tidak dapat dihindari lagi apabila sekolah masih membenani orang tua murid dengan sejumlah anggaran berlabel uang komite atau uang sumbangan pengembangan institusi meskipun pemerintah sudah menyediakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Akibatnya dunia pendidikan semakin sulit dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai bagian dari suatu negara yang mempunyai hak sama dalam memperoleh pendidikan.

Kedua,  menurut Nurani Soyomukti perubahan yang terjadi dibuktikan dengan  mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh Negara (2008 : 08). Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan. Lahirnya UUD 1945 yang telah diamandemen, UU Sisdiknas dan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa perubahan paradigma pendidikan dari corak sentralistis menjadi desentralistis.  Sekilas terlihat bahwa pemerintah masih  mengontrol sistem pendidikan di suatu negara melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan.  Namun, pada kenyataanya tuntutan untuk berkompetensi dan adanya tekanan institusi global yang kemudian membuat dunia politik dan pembuat kebijakan cenderung digerran oleh pasar.

Analisis tentang kapitalisasi dan liberalisasi pendidikan

Indonesia yang masih dalam Negara berkembang belum cocok untuk mengembangkan pendidikan bertingkat tinggi selevel dengan pendidikan di Negara-negara maju. Mahalnya pendidikan dan komersialisasi pendidikan akan membuat masyrakat Indonesia akan semakin sulit untuk mengenyam bangku pendidikan terutama masyrakat kelas bawah, kalau dengan system kapitalisme seperti sekarang yang bisa bersekolah hanyalah masyrakat kelas menengah-atas. Program-program beasiswa dan bantuan pendidikan kepada masyrakat kelas bawah kurang optimal dan kurang tepat sasaran dan rawan akan penyimpangan. Dan anehnya setiap kebijakan yang diambil oleh Negara dan pemerintah selalu kontroversi dan cenderung merugikan masyrakat kelas bawah, pendidikan di era globalisasi zaman sekarang merupakan komoditi yang sangat menjanjikan dalam meraup keuntungan dalam sektor jasa. Dengan system pendidikan yang kapitalis dan liberalis belum tepat dengan keadaan perekonomian dan kondisi sosial masyrakat yang masih terjebak dalam jurang kemiskinan dan masih berpendidikan rendah. Kesenjangan antara daerah sangat mencolok dalam bidang ekonomi dan pendidikan hampir 67% perekonomian Indonesia masih di pulau jawa padahal wilayah Indonesia adalah kepulauan dengan jajaran pulau terbanyak di dunia. Sehingga perekonomian hanya betumpu di jawa saja. Di pulau jawa saja kesenjangan sangat tinggi apalagi di pulau yang lain, sangat ironis apabila bangsa Indonesia masih ingin menerapkan system pendiodikan kapitalis yang di adopsi oleh Negara maju.

Dalam pembukaan UUD 1945 sendiri sudah di jelaskan bahwa cita-cita bangsa ini adalah untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara akan tetapi dalam kenyataannya pemerintah seakan hanya mementingkan masyrakat harus pemdidikan akan tetapi tidak memeberikan kesempatan pada masyrakat bawah untuk mengenyam pendidikan.

Arus kapitalisme yang semakin mendunia juga sangat memepengaruhi pendidikan, pendidikan juga sebagai salah satu upaya untuk meraup keutungan yang besar dan pemasukan dana agar pendidikan tetap eksis di dalam agenda Negara untuk menjadi Negara maju. Yang paling hangat adalah di perguruan tinggi dan proyek PPG semakin lama dan bertambah tahun pendidikan semakin mahal dan biayanya sangat tidak rasional. Adanya dana sumbangan-sumbangan untuk masuk perguruan tinggi. Ini adalah praktek kapitalisme yang sangat terbuka, sebenarnya tanpa ada dana sumbangan orang tua mahasiswa, perguruan tingi pasti bisa menjalankan kegiatan pendidikan apalagi setiap perguruan tinggi pastinya tiap tahun di beri anggaran oleh pemerintah dan juga pembayaran SPP mahasiswa. Dan yang menjadi pertanyaan kemana saja aliran dana sumbangan dari mahasiwa untuk perguruan tinggi?, bisa saja perguruan tinggi menggelapkan uang itu, apalagi akuntabilitas keuangan perguruan tinggi sangat tertutup dan tidak pernah terbuka dana sebesar itu di gunakan dalam agenda pendidikan atau hanya demi keutungan pihak-pihak birokrat perguruan tinggi atupun kementrian pendidikan. Dan juga kasus paling hangat adalah proyek PPG, system yang di buat oleh pemerintah kurang tepat dengan keadaan pendidikan sekarang. Pegawai negeri sipil jumlahnya di Indonesia sangatlah besar dan kesempatan untuk memeperoleh pekerjaan itu sangatlah sulit persaingan sangat ketat hal ini rawa terjadinya praktek-praktek korupsi di dalam persaingan mendapatkan pekerjaan. Masa depan mahasiswa yang meneruskan PPG juga belum terjamin dan untuk meneruskan jenjang PPG juga sangat mahal.


  • Indikasi yang jelas dari Negara yang masih berkembang yang ingin menjadikan system kapitalis dalam membangun pendidikan di Indonesia. Kap[itlisme belum tentu semuanya buruk akan tetapi Indonesia dengan keadaan sekarang belum saatnya untuk menerapkan system itu sekarang yang perlu dilakukan pemerintrah adalah membuat kebijakan yang adil bagi semua kelas masyrakat dan juga pendidikan yang terjangkau untuk kelas-kelas masyrakat bawah dan perbanyaklah beasiswa untuk rakyat miskin dan juga bangunlah sekolah-sekolah di wilayah terpencil se Indonesia. Masyrakat Indonesia sangat ingin menyennyam pendidikan apalgi era globalisasi ini pendidikan merupakan hal yang terpenting untuk masyrakat menaikkan kelas sosial mereka sehingga di butuhkan  nasionalisme dan kesadaran sosial serta solidaritas masyraat Indonesia untuk maju bersama juga memerangi kemiskinan yang terjadi di negeri ini. Semangat nasionalisme dan juga kesadaran bernegara akan memepenaruhi pemikiran-pemikiran dan juga kebijakan pendidikan di negeri ini, sehingga pendidikan menjadi rata di Indonesia sehingga pendidikan bisa di genggam oleh seluruh masyrakat Indonesia. Itu akan meneruskan cita-cita bangsa Indonesia untuk mencerdasakan kehidupan bangsa ini. Dan Indonesia bisa bersaing dengan Negara-negara maju dalam bidang pendidikan masih banyak anak-anak yang cerdas dan pintar di negeri ini sehingga pemrintah janganlah membuat kebijakan-kebijakan yang mematikan kecerdasan anak-anak bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun