Mohon tunggu...
RINTO TAMPUBOLON
RINTO TAMPUBOLON Mohon Tunggu... Guru - Seorang Ayah, Suami dari Isteri yang baik, Seorang guru dan juga orang yang mau belajar

Aku selalu memimpikan sebuah perubahan di bangsa ini, namun kan ku mulai dari diriku sendiri...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

“Kami Beli Jawaban untuk Semua Kode…”

27 Mei 2012   14:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:43 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore tadi aku berbincang-bincang dengan tetangga yang baru lulus UN. Sambil menggendong keponakan, aku tanyakan bagaimana kelulusannya. Sebut saja namanya Ani. “Hai Ni, lulusnya kau dek?” sapaku. “Abang dengar-dengar sekolah kalian lulus 100% ya?” sambungku lagi. Lalu dia dengan senyum yang sumringah menjawab pertanyaanku, “Hai bang… Ya bang, sekolah kami lulus seratus persen. Semua SMA negeri di kota ini lulus seratus persen bang…” “Hanya” sambungnya, “sekolah swasta yang favorit ada juga yang tidak lulus bang,” jelasnya sambil mencolek-colek pipi keponakan saya yang lucu.

“Wah, luar biasa juga sekolah kalian ya dek” jawabku kagum. “Tapi, kalian pasti dapat BLT yah?” tanyaku mencurigai. “Apa tuh BLT bang?” tanyanya balik penasaran. “Itu lho dek, Bantuan Langsung Tunai, bantuan jawaban langsung dari guru” terang saya. “hehe…” kami sama-sama tertawa.

Ternyata Ani baru tahu istilah itu. Maklumlah, biasanya istilah itu hanya ada di kalangan guru-guru yang pernah ditugasi sebagai tim sukses UN. “Oh…” Ani mulai paham maksud saya. “Kami gak dibantu guru bang.” Mendengar jawabannya, saya semakin kagum terhadap kualitas sekolahnya. Saya nyaris ingin menyarankan kepada orang sekampung agar anak-anak yang mau melanjut ke SMA, agar mendaftar ke sekolah ini saja. Tapi saya masih penasaran. Lantas saya bertanya lagi, “Jadi gak dapat kunci jawaban sewaktu UN Ni?”

Nah, Ani masih dengan mantap membeberkan ternyata dia dan siswa lainnya mendapat kunci jawaban, tapi bukan tanpa usaha. Ani berkisah begini, “Kami dapat kunci jawaban kok bang. Tapi bukan guru yang bagi. Aku dan teman-teman yang lain mencari kunci jawaban dari beberapa sumber. Kami beli kunci jawaban UN untuk kode A-E dari sekolah lain, ada juga dari anak pejabat dikjar. Nah, di ruang ujian guru-guru pengawas hanya bercakap-cakap sehingga kami bebas melihat jawaban yang telah kami bawa di kelas.” Ani menceritakan kebobrokan pendidikan ini tanpa beban. Ia merasa, hal tersebut sudah lumrah saat ini.

Ah… Sebenarnya kecurangan UN seperti cerita nyata di atas sudah tak rahasia lagi. Kalau tidak guru yang memberi jawaban, pasti siswa yang akan berinisiatif mencari jawaban ilegal itu. Tapi menurutku sebagai seorang pendidik, siswa tak bisa disalahkan, pun guru. Mereka hanya sebagai korban kebijakan yang tak bijak ini. Hanya, aku masih terus bertanya-tanya, sampai kapan pemerintah tega melihat kemerosotan moral seperti ini? Jelas-jelas Kemendiknas dalam hal ini pun juga turut (secara sadar) merusak komitmennya untuk menghayo-hayokan sekolah agar membentuk karakter (luhur) siswa.

Selanjutnya, aku yakin dan percaya bahwa sebenarnya guru-guru dan para kepala sekolah pun sudah bosan harus menghadapi sistem evaluasi yang tak adil ini. Hanya aku heran juga, mengapa guru-guru dan kepala sekolah seluruh Indonesia beramai-ramai menyuarakan PROTES kepada pemerintah untuk meniadakan UN ini? Mungkin rumput yang bergoyang sudi menjawabnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun