Mohon tunggu...
Sorot
Sorot Mohon Tunggu... Lainnya - Akun Resmi

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana Sorot digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel seputar rilis, serta kolaborasi dengan mitra. Email : sorot.kompasiana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ini 2 Usulan Kebijakan Hilirisasi yang Tidak Mengganggu Neraca Perdagangan

29 Januari 2024   15:23 Diperbarui: 29 Januari 2024   15:26 2992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kompasiana - Mohammad Faisal selaku Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) mengatakan bahwa kebijakan hilirisasi pemerintah mulai memberikan manfaat positif terhadap neraca perdagangan Indonesia.  

Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus perdagangan pada November 2023 mencapai 2,41 miliar dollar Amerika Serikat (AS).  Sementara itu, surplus akumulatif periode Januari-November 2023 mencapai 33,63 miliar dollar AS. 

Terkait hal itu, Faisal mengusulkan dua hal agar kebijakan hilirisasi tidak mengganggu neraca perdagangan. Pertama, pemerintah harus menentukan sektor hilirisasi prioritas. Menurutnya, Indonesia memiliki segudang potensi hilirisasi, mulai dari sektor energi, perikanan, pertanian, hingga kehutanan.  

Namun, kata dia, kalkulasi pasar dan permintaan harus menjadi pertimbangan utama dalam menentukan sektor apa yang akan menjadi senjata andalan Indonesia. 

"Kalau satu komoditas dijadikan produk, tapi permintaan pasarnya malah sedikit, itu berarti gagal hilirisasinya," ujarnya dalam siaran pers, Sabtu (6/1/2024). 

Faisal mengatakan bahwa kita harus menentukan skala prioritas. Dalam hal ini, nikel dan electric vehicle merupakan salah satu komoditas yang paling menjanjikan karena ada kalkulasi market dan permintaan.  

Kedua, pemerintah harus siap bertarung di arena politis melalui platform diplomasi perdagangan karena hilirisasi seperti memberikan restriksi atau proteksi terhadap suatu komoditas. 

"Setiap ada hilirisasi, pasti ada larangan ekspor. Nah, di situlah harus ada kesiapan trade diplomacy," ungkapnya.  Alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) itu mengatakan, akan sangat lumrah ketika negara protes atau menantang kebijakan hilirisasi dan fakta tersebut akan dihadapi.  

Dia menegaskan, jika ingin mengoptimalkan hilirisasi, pemerintah tidak bisa bergerak parsial pada sektor bisnis saja -- investasi sendiri, perdagangan sendiri, diplomasi sendiri -- semuanya harus bersamaan. Itulah yang dilakukan negara-negara maju.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun