Kompasiana - Teguh Dartanto selaku pakar ekonomi pembangunan Universitas Indonesia (UI) mendukung aksi pemerintah yang sedang mendorong industri hilirisasi dalam negeri. Hal ini dinilai dapat menghasilkan nilai tambah bagi masyarakat dan negara.
"Kalau dalam konteks itu hilirisasinya harusnya kita dorong. Artinya kita dorong bagaimana dari raw material ini diproses dalam negeri untuk menjadi nilai tambah. Harusnya, konteks industrial policy, artinya lebih komprehensif, jadi hilirisasinya gak sepotong-potong ya," kata Teguh dalam keterangannya, Senin (25/12/2023).
Teguh menegaskan bahwa pemerintah harus serius menggarap industri hilirisasi ini dengan membangun roadmap sehingga hilirisasi ini tidak selalu diasosiasikan pada industri pertambangan seperti nikel saja, tapi juga industri pertanian yang memiliki potensi sangat besar seperti CPO (Crude Palm Oil) hingga UMKM yang perlu diberdayakan.
Tak hanya itu, hilirisasi juga harus memberikan dampak dan manfaat bagi warga sekitar industri sehingga perlu kebijakan dari pemerintah untuk membangun industri hilirisasi yang berkeadilan dan berkelanjutan.Â
"Jangan sampai kalau barang sudah habis masyarakatnya nanti yang ditinggalkan sengsara sehingga kita harus mendorong yang namanya berkelanjutan, artinya daerah tambangnya ditata dengan baik, lingkungannya juga harus diperhatikan, mendorong keberlanjutan kehidupan masyarakat di sana. Memang pembangunan ini butuh endurance, butuh konsistensi, butuh persistensi," ujarnya.
Jika pemerintah sukses mengembangkan industri hilirisasi, maka potensi Indonesia naik kelas menjadi negara maju akan semakin besar. Kendati demikian, tidak semua negara sukses menerapkan sistem industri hilirisasi tersebut.Â
Salah satu negara yang berhasil membangun sistem industri hilirisasi adalah Tiongkok. Mereka menerapkan kebijakan hilirisasi yang berkelanjutan dengan membangun alur produksi dari barang mentah, setengah jadi, hingga menjadi barang jadi.
"Kalau itu nggak didorong industri berkelanjutannya atau tahap ketiganya, ya kita hanya menjadi eksportir barang setengah jadi lagi. Itu yang seharusnya didorong sebuah kebijakan yang komprehensif dan konsisten serta persisten," ucap Teguh.
Ia pun turut menambahkan bahwa pembangunan ekosistem industrinya pun harus berjalan dengan baik. Misalnya dalam industri nikel yang mana ekosistemnya harus dibangun agar material yang nantinya diekspor adalah material setengah jadi, bukan hanya raw material.
"Intinya kalau mau naik kelas ya kita harus next level, ya membangun ekosistem industri dari produk hilirisasi itu," ucap Teguh.
Lebih jauh Teguh menambahkan, jika pemerintah telah memiliki roadmap yang jelas terhadap industri hilirisasi tersebut maka bukan tidak mungkin investor asing akan menanamkan modalnya di Indonesia seperti yang pemerintah harapkan selama ini.
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menegaskan komitmen Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan akselerasi hilirisasi sumber daya alam (SDA) Indonesia. Bahlil mengatakan Jokowi tak ingin SDA Indonesia tidak memberikan nilai tambah dan justru merugikan negara dan masyarakat akibat menjual dalam bentuk mentah atau bahan baku.Â
Adapun, salah satu dampak positif dari hilirisasi terhadap perekonomian domestik ialah pertambahan nilai dari ekspor komoditas nikel. Nilai ekspor komoditas nikel pada tahun 2018 hanya mencapai US$ 3,3, tetapi setelah larangan ekspor komoditas bijih nikel dan hilirisasi diberlakukan, nilai ekspor nikel terus bertambah, hingga mencapai US$ 33 miliar pada 2022.
Lebih lanjut, Bahlil menerangkan hilirisasi tidak hanya akan terfokus pada komoditas nikel saja. Sebagaimana tercantum dalam peta jalan atau roadmap hilirisasi 2040, pemerintah menargetkan nilai investasi dari hilirisasi mencapai US$ 545,3 miliar pada 2040, yang berasal dari 8 bagian dan 21 komoditas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H