Pandemi Covid-19 membuat seluruh sektor terpukul. Geraknya berhenti. Tak ada ruang untuk bergerak. Tak kecuali pariwisata. Jika sektor pariwisata tadinya menggeliat, begitu badai pandemi menerjang, semuanya tiarap.
Pendapatan daerah tercekat. Ekonomi rakyat pun terkena imbas. Ekonomi nasional berada di titik nadir. Di daerah, kondisinya kian memprihatinkan. Warung-warung banyak yang tutup.
Di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, keprihatinan serupa sempat menghantui. Roda ekonomi di kabupaten paling ujung timur Pulau Madura ini ditopang oleh UMKM. Sektor ekonomi riil, bersentuhan langsung dengan hajat hidup.
Tak heran ada banyak kafe dan rumah makan skala mikro di Sumenep. Banyaknya UMKM, tak lepas dari potensi wisata di Kabupaten Sumenep. Daerah ini memang diberkahi bentangan alam yang luar biasa.
Sebut saja Gili Iyang. Satu-satunya pulau dengan kandungan oksigen terbaik di dunia yang dimiliki Indonesia. Belum lagi Gili Labak, dengan keindahan bawah laut yang tak kalah dari Wakatobi, Derawan, atau Pulau Weh.
Di Sumenep, wisata budaya dan sejarah juga menjadi ciri khas. Siapa sangka di Sumenep ada keraton yang masih eksis berdiri. Ada juga desanya para empu, yang hingga kini terus memproduksi keris khas Sumenep.
Namanya Desa Aeng Tong-Tong. Desa wisata ini memiliki budaya serta kearifan lokal yang khas, tidak dimiliki daerah lainnya, lantaran menjadi desa penghasil keris dengan empu terbanyak.
Menolak terpuruk, Bupati Sumenep Achmad Fauzi Wongsojudo menyiapkan strategi khusus dalam membangun daerahnya lewat sektor pariwisata. Selama pandemi, sang bupati banyak menyuntikkan dana, baik dari APBD atau dana pribadi, kepada pengusaha lokal agar tetap bertahan.