Sementara itu, Yudian Wahyudi berpendapat bahwa, kalau ingat perempuan, ia ingat dengan pahlawan yang terlupakan. Karena ibu adalah sumber perabadan, dari ibu lahir anak, lahir kader, dan seterusnya.
Namun menurutnya, peran ibu banyak terlupakan, termarginalkan, dan bahkan perempuan jadi korban sejarah. Di mana semestinya kaum perempuan adalah orang terdepan yang bisa melahirkan peradaban.
Mengenai makna Hari Ibu, Bintang mengatakan bahwa peringatan ini adalah untuk mengenang perjuangan para perempuan melalui pemikirannya, dan gagasannya, yang dilaksanakan pada kongres perempuan pertama di Yogyakarta, 22 Desember 1928.
"Jadi peringatan hari ibu itu bagaimana kita mendorong, memotivasi, peran aktif perempuan melalui kerja nyatanya, kemudian menyuarakan pendapatnya, dan memilih profesinya sendiri dalam perwujudannya sebagai ibu bangsa," ujarnya.
Ia mengatakan jika hari ibu adalah hari untuk semua perempuan, baik itu perempuan generasi muda sampai yang tua, dengan tidak memandang suku, agama, ras, dan juga untuk perempuan-perempuan yang tidak hanya ada di perkotaan tetapi juga di pedesaan, serta untuk perempuan-perempuan penyandang disabilitas.
Ia berharap jika di hari ibu ini, perempuan juga mendapat dukungan dari semua lintas, terutama dukungan dari kaum laki-laki, untuk memberikan kesempatan dan juga membuka jalan bagi perempuan untuk mewujudkan mimpi-mimpinya.
"Lebih singkatnya, perempuan tidak hanya menjadi penikmat pembangunan, tetapi bagaimana perempuan bersama dengan laki-laki berjalan beriringan ikut berperan di dalam mengisi pembangunan itu sendiri," tambahnya.
Peran perempuan dalam bidang kesehatan, Yudian menyebutnya sebagai pahlawan, sebagai contohnya saat pandemi Covid-19 ini. Ia menggambarkan keadaan saat ini seperti sedang perang dunia ketiga, namun yang gugur terlebih dahulu bukanlah tentara, melainkan tenaga medis, di mana jumlah mereka di lapangan lebih dari 70% adalah perempuan.
Di bidang ekonomi, Yudian menceritakan pengalamannya ketika dahulu ia melihat para ibu sudah mulai pergi ke pasar sejak subuh, lalu pulang, dan kemudian lanjut bekerja sebagai guru, kerja serabutan, dan lain sebagainya di saat mungkin suaminya masih tidur atau sedang santai.
"Jadi mereka ini pahlawan di lapangan," lanjutnya.