Mohon tunggu...
Soraya Salsabilla
Soraya Salsabilla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional yang tertarik pada bahasa asing, isu keamanan, dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perang Rusia-Ukraina: Dinamika Geopolitik dan Dampaknya di Kawasan Eropa

6 Desember 2024   09:18 Diperbarui: 6 Desember 2024   09:26 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Foto Dampak Perang Rusia-Ukraina di Kiev (Sumber: Pexels)

Perang Rusia-Ukraina yang dimulai pada Februari 2022, telah memicu ketegangan besar di Eropa Timur dan memberikan dampak yang luas terhadap stabilitas kawasan. Konflik ini bermula dari ketegangan politik yang sudah lama terjadi antara Rusia dan Ukraina, dimana faktor utamanya adalah ambisi Rusia untuk mengontrol pengaruhnya di wilayah bekas Uni Soviet dan adanya kekhawatiran pada Ukraina yang berusaha mendekatkan diri dengan Barat, terutama NATO. Tindakan invasi Rusia ke Ukraina ini dianggap sebagai konflik terbesar dan paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia II. Hingga saat ini eskalasi konflik terus meningkat menyebabkan ratusan ribu korban militer dan puluhan ribu korban sipil serta jutaan pengungsi yang tersebar di negara-negara perbatasan Ukraina. Konflik ini semakin kompleks karena melibatkan aktor besar lainnya seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan NATO; aktor regional seperti Belarusia dan Georgia; dan bahkan adanya dukungan dari Iran dan Korea Utara.  Dari informasi tersebut, selanjutnya kita akan menganalisis dampak geopolitik dari perang Rusia-Ukraina dengan fokus pada bagaimana konflik ini mempengaruhi stabilitas keamanan di kawasan Eropa Timur, serta bagaimana aktor-aktor regional dan global merespons untuk menjaga kepentingan strategis mereka.

Penyebab Utama Konflik
Akar konflik Rusia-Ukraina bermula dari hubungan historis Ukraina dengan Rusia dan kepentingan geo-politiknya, terutama setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991. Situasi ini meningkat drastis pada tahun 2014 ketika Rusia menganeksasi Krimea dan mendukung gerakan separatis di wilayah Donbas; yang merusak kedaulatan Ukraina dan menyebabkan serangkaian pertempuran di perbatasan sehingga mengakibatkan ribuan korban jiwa. Aneksasi ini menandai pergeseran signifikan dalam identitas Ukraina, mendorongnya ke arah hubungan yang lebih dekat dengan Barat dan aspirasi keanggotaan NATO, yang dianggap Rusia sebagai ancaman langsung terhadap keamanan dan pengaruhnya di wilayah tersebut. Menyusul peristiwa ini, situasi meningkat secara dramatis pada Februari 2022 ketika Rusia melancarkan invasi skala penuh ke Ukraina, yang menyebabkan krisis kemanusiaan dengan jutaan pengungsi melarikan diri dari negara itu dan mendorong respons kuat dari negara-negara Barat dalam bentuk bantuan militer dan kemanusiaan ke Ukraina, serta sanksi berat terhadap Rusia (Hasnain Qaisrani et al., 2023).

Dinamika Geopolitik
Ketika Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan "operasi militer khusus" terhadap Ukraina telah menandai eskalasi konflik di wilayah ini, termasuk pengerahan militer di sepanjang perbatasan Ukraina. Keinginan Rusia untuk mencegah Ukraina bergabung dengan NATO, yang dianggap Rusia sebagai ancaman langsung terhadap pengaruh dan keamanan nasionalnya, serta klaim historis Rusia atas Ukraina, ditambah dengan kepentingan strategisnya untuk mempertahankan kontrol atas bekas wilayah Soviet, semakin mendorong sikap agresifnya. Tentu saja tindakan ini mendapatkan respon tegas baik dari NATO maupun Uni Eropa (UE). NATO dan UE telah berkomitmen membantu dan mendukung Ukraina dengan mencegah agresi lebih lanjut oleh Rusia. Uni Eropa juga telah mengambil langkah-langkah signifikan, termasuk menjatuhkan sanksi yang luas terhadap Rusia untuk melemahkan kapasitas ekonominya dan membatasi kemampuan militernya. Selain itu, Uni Eropa telah memberikan bantuan kemanusiaan dan dukungan finansial kepada Ukraina, memperkuat dukungan politiknya untuk kedaulatan dan integritas teritorial negara tersebut (Gochua et al., 2022).

Aktor-aktor regional juga telah memainkan peran penting dalam konflik ini. Sebagai contoh, Georgia telah menyatakan dukungan politik dan moral yang kuat untuk Ukraina melalui bantuan kemanusiaan dan militer serta mengecam tindakan Rusia. Kepentingan Georgia karena pengalaman historisnya sendiri atas agresi Rusia, terutama perang tahun 2008 serta upaya melawan pengaruh Rusia, dan mengamankan kedaulatannya, karena Georgia berusaha untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan NATO dan Barat (Gochua et al., 2022). Di sisi lain, Belarusia telah mendukung Rusia, dengan memberikan dukungan logistik kepada pasukan Rusia, memfasilitasi operasi mereka terhadap Ukraina, terutama dengan mengizinkan pasukan Rusia untuk mengerahkan pasukan dari wilayahnya (Hasnain Qaisrani et al., 2023). Tindakan tersebut menimbulkan kecaman dari Uni Eropa dan mengakibatkan sanksi terhadap Belarusia. Belarusia bahkan disebut sebagai co-aggressor dalam perang ini, meskipun mereka menyangkal tuduhan tersebut  (Tantri & Pradana, 2023). Selain di kawasan Eropa, invasi ke Ukraina telah melemahkan pengaruh Rusia di Eurasia dan Asia Tengah, sehingga mendorong negara-negara tetangga untuk mempertimbangkan aliansi mereka dan berusaha lebih mandiri dari Rusia. Selanjutnya, ekspansi ekonomi Tiongkok melalui BRI (Belt Road Initiative) semakin mempersempit ruang gerak Rusia di Asia Tengah. Negara-negara seperti Kazakhstan, Uzbekistan, dan Turkmenistan menjauhkan diri dari Rusia dan menjalin hubungan yang lebih
dekat dengan mitra alternatif seperti Tiongkok dan Turki (Kazantsev et al., 2021).

Aktor-aktor global seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Iran dan Korea Utara juga memperburuk eskalasi konflik. Berbagai sanksi termasuk pembekuan aset bank-bank besar Rusia, pemutusan lembaga keuangan utama Rusia dari sistem pengiriman pesan internasional SWIFT, dan menjadikan tokoh-tokoh tertentu seperti Presiden Vladimir Putin dan Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov sebagai target sanksi pribadi. AS dan sekutunya juga telah menempatkan pasukan di negara-negara Eropa Timur seperti Rumania dan Bulgaria sebagai penangkal terhadap potensi agresi Rusia. Tujuan kolektif dari langkah-langkah ini adalah untuk melemahkan kemampuan ekonomi Rusia dan membatasi aksesnya ke sistem keuangan internasional (Big-Alabo & Macalex-Achinulo, 2022). Sementara itu, tanggapan Iran terhadap konflik ini ditandai dengan dukungannya kepada Rusia, karena Iran memandang situasi ini sebagai kesempatan untuk memperkuat hubungannya dengan Rusia dalam melawan pengaruh Barat. Iran telah memberikan bantuan militer kepada Rusia, termasuk pesawat tak berawak dan peralatan militer lainnya (Hasnain Qaisrani et al., 2023). Di sisi lain, hubungan yang semakin kuat antara Rusia dan Korea Utara berdampak pada keamanan regional secara signifikan. Kedua negara menentang sanksi Barat dan bersekutu secara strategis, dengan Korea Utara mendukung Rusia di forum internasional dan melanjutkan kerja sama perdagangan dan militer. Kemitraan ini dapat membuat Korea Utara semakin berani, meningkatkan kemampuannya untuk menghindari sanksi dan memperluas kemampuan rudal dan nuklirnya. Aliansi yang berkembang ini menimbulkan tantangan keamanan bagi Korea Selatan dan mitra regionalnya, karena hal ini dapat semakin mendestabilisasi Semenanjung Korea dan mempersulit upaya untuk melawan ancaman Korea Utara sambil menjalin aliansi dengan AS dan negara negara lain (Pacheco Pardo & Kim, 2022).

Krisis Kemanusiaan
Pada Agustus 2022, perang Rusia-Ukraina menyebabkan 16,9 juta pengungsi, dengan 10,3 juta orang mengungsi ke negara-negara tetangga dan 6,6 juta orang mengungsi secara internal di Ukraina. Lebih dari 12.584 warga sipil terbunuh, termasuk 5.327 orang akibat serangan langsung. Fasilitas kesehatan menjadi sasaran utama, dengan 434 serangan, yang memperburuk tekanan pada sistem pelayanan kesehatan. Negara-negara penerima seperti Polandia, Rumania, dan Hungaria menghadapi tekanan yang sangat besar akibat masuknya pengungsi ini, karena membebani sumber daya dan layanan kesehatan mereka (Poberezhets, 2022). Krisis ini juga menyebabkan peningkatan tajam dalam kekerasan berbasis gender (GBV), termasuk kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga. Menurut UNHCR, lebih dari 90% dari mereka yang mengungsi adalah perempuan dan anak-anak, yang menghadapi risiko
kekerasan seksual, perdagangan manusia, dan eksploitasi. Laporan dari PBB dan Human Rights Watch mengkonfirmasi terjadinya kekerasan seksual, penyiksaan, dan pemenjaraan semena-mena, dengan 124 kasus kekerasan seksual yang tercatat hingga Juni
2022. Selain itu, Rusia juga dituduh menggunakan kekerasan seksual sebagai senjata perang (Hadidah Sallimi & Sidik Jatmika, 2024).

Krisis Energi
Invasi Rusia ke Ukraina telah menyebabkan krisis energi global, ditunjukkan dengan kenaikan harga energi dan mengganggu rantai pasokan energi karena negara-negara mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil Rusia. Lonjakan harga ini juga dirasakan secara drastis di seluruh Eropa. Sebelum invasi, negara-negara Uni Eropa bergantung pada energi Rusia, dimana mereka mengimpor 40% gas alam dan lebih dari 25% minyak mentah, serta 380 juta meter kubik gas setiap hari dengan biaya € 100 miliar per tahun. Setelah Februari 2022, harga gas alam naik enam kali lipat, minyak mentah mencapai $ 110 per barel, dan biaya listrik melonjak, akibatnya terjadi inflasi yang berdampak pada ekonomi UE. Sebagai tanggapan, Uni Eropa mempercepat transisi energi terbarukannya, termasuk peningkatan konsumsi energi terbaru dari 19,88% pada tahun 2019 menjadi 22,09% pada tahun 2020, dan mengalokasikan €210-300 miliar untuk mencapai target energi terbarukan sebesar 45% pada tahun 2030. Pergeseran ini telah meningkatkan permintaan LNG dari pemasok seperti AS dan Qatar, menunjukkan pengurangan ketergantungan pada energi Rusia (Saktiawan et al., 2022).

Kesimpulan
Perang Rusia-Ukraina, yang berakar pada ambisi Rusia untuk mempertahankan pengaruhnya terhadap negara-negara bekas Soviet dan dorongan Ukraina untuk bergabung dengan aliansi Barat, telah meningkat menjadi konflik geopolitik yang mencakup banyak aspek. Awalnya hanya melibatkan Rusia dan Ukraina, kini perang ini melibatkan aktor-aktor regional seperti Georgia dan Belarusia, serta kekuatan-kekuatan global seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Iran, dan Korea Utara, yang berdampak luas dari Eropa hingga ke Eurasia, Asia Tengah, dan bahkan Asia Pasifik. Lebih dari 10 juta orang Ukraina masih mengungsi, dengan jutaan orang mencari perlindungan di Eropa, membebani ekonomi dan infrastruktur negara penerima. Konflik ini juga telah memicu krisis energi global yang menyebabkan terjadinya ketimpangan inflasi di antara negara-negara anggota Uni Eropa, dan meningkatnya krisis kemanusiaan termasuk kasus-kasus kekerasan berbasis gender pada pengungsi Ukraina. Faktor-faktor yang saling berhubungan ini telah memperdalam kompleksitas geopolitik, menciptakan aliansi baru dan meningkatkan persaingan di antara negara-negara besar, sekaligus melanggengkan ketidakstabilan di kawasan.

DAFTAR PUSTAKA
Big-Alabo, T., & Macalex-Achinulo, E. (2022). Russia-Ukraine Crisis and Regional Security. International Journal of Political Science (IJPS), 8(1), 21–35.
https://doi.org/10.20431/2454-9452.0801003

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun