Mohon tunggu...
SopiSolihah
SopiSolihah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik/ Persma

Menyukai Perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Maraknya Kasus Perundungan Anak di Indonesia, Apa Ada Solusi?

1 Agustus 2024   13:34 Diperbarui: 1 Agustus 2024   13:36 843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Gambar: Ilustrasi Perundungan/Harian Haluan)

Fakta menyakitkan dibagikan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Pada awal tahun 2024 dengan angka 141 kasus kekerasan pada anak. Sepanjang tahun 2023 tercatat ada 3.800 kasus perundungan dengan 35% terjadi di lingkungan lembanga pendidikan. Pada tahun itu tercatat  perundungan semakin meningkat mencapai kisaran 30-60 kasus pertahun bahkan membawa Indonesia ke urutan ke-5 kasus perundungan terbanyak dunia. Bullying bukan lagi kata yang asing. Tindakan buly semakin banyak dipraktekan setelah media sosial merajai sistem komunikasi. Setelah lahirnya media sosial,

Kata buly sebenarnya merupakan kata asing yang sudah melokal atau hampir semua orang faham maksudnya. Dalam Bahasa Indonesia, Buly artinya perundungan. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia KBBI edisi 5, kata rundung memiliki arti mengganggu, mengusik terus menerus dan menyusahkan. 

Ada beberapa jenis Tindakan bullying yang sering ditemui mulai dari bullying verbal, bullying Fisik, hingga cyberbulling. Bullying verbal adalah kasus bully paling banyak ditemui. Tindakan perundungan ini dipraktekan pelaku secara verbal berupa pelontaran cacian, kebencian, dan fitnah yang merusak citra korban. 

Bullying verbal yang sangat marak terjadi misalnya dilingkungan masyarakat adalahbentuk penghinaan. Contohnya, Siswa yang merasa dirinya lebih unggul akan memberi perundungan terhadap korban yang dianggap lebih lemah. 

Jika dari segi materi pelaku akan membuli dengan hinaan berupa kata 'Miskin' atau sejenisnya. Hal tersebut selain selain melukai hati, bisa menghancurkan mental dari korban. Misalnya karena ucapan tersebut korban akan mendeklarasikan dirinya sebagai orang miskin yang tidak rendah dan tidak pastas berekspersi.

Akibat dari melemahnya mental terse ut korban tidak akan pernah berfiki dirinya akan maju dan lebih baik baik dari segi perekonomian, Pendidikan, dan lainnya.  Korban akan selamanya mengklime dirinya lemah yang kemungkinan dirinya tidak memiliki motivasi menjadi lebih baik dan merusak masa depannya sendiri. 

Sebaliknya, tindakan perundungan yang bersifat non verbal atau biasa disebut juga perundungan fisik adalah bentuk perundungan dengan melakukan tindakan fisik. Biasanya pelaku bertindak seenaknya dengan alasan kesenangan atau merasa lebih tinggi dibanding korban.  

Bullying secara fisik yaitu berupa menyakiti fisik korban. Sama halnya dengan bully verbal, Bully fisik juga menghancurkan mental korban. Selain luka secara fisik, ada hal yang lebih dalam yaitu trauma. Banyak ditemukan korban bullying menjadi sulit untuk bersosialisasi, pembawaan merasa takut dan banyak yang strees.  

Cyberbullying (Perundungan dunia maya) adalah penindasan yang terjadi secara online, seperti di jejaring sosial, email, dan sebagainya. dalam prakteknya, pelaku cyberbullying melakukan perundungan berupa mengolok-olok atau menghina korban.

Contoh kasus cyberbullying yyang hampir semua orang tahu adalah kasus bullying terhadap Ameena yang merupakan anak dari pasangan Ata Halilintar dan Aurel Hermansyah.

Diketahui jenis bullying yang menimpa amena merupakan cyberbullying dengan memberi hinaan Ameena Anak berkebutuhan khusus (Down Sindrom) oleh pelaku. Pasalnya penghinaan tersebut jelas sangat menyakiti hati mereka. Perihal bullying bukanlah hal yang bisa dibiarkan begitu saja dan cukup hanya dengan meminta maaf. 

Hal yang sama juga dilakukan oleh pasangan tersebut, selain meminta pelaku meminta maaf, pasangan tersebut juga melaporkan kasus bullying tersebut.Kasus bullying yang disebutkan diatas hanya contoh dan tindakan yang bisa dilakukan oleh korban yang memiliki keberanian dan kuasa. Bagaimana dengan korban yang tidak memiliki kekuasaan? Apakah mereka akan berani mengungkap kejahatan yang dia alami ? atau keberanian saja tidak cukup?

 Mari sedikit melihat kelapangan untuk memperhatikan fenomena yang ternyata secara nyata. perundungan di Indonesia telah terjadi mulai dari tingkat anak-anak. Karena tidak adanya sanksi yang begitu tegas untuk oelaku bullying di Indonesia, Pelaku tidak merasa takut bahkan lebih cenderung berbangga atas tindakan kejam yang dia lakukan. Apa yang salah? Kurang imbauan pemerintah?

Kasus Bullying mengerikan semakin banyak terunkap setelah media sosial. Media Sosial melahirkan sarana bullying baru yaitu cyberbullying tapi disisi lain media sosial juga menjadi fasilitas pengaduan bagi korban. Kepada siapa kasus bullying harus dilaporkan? Mengapa masyarakat lebih memilih menyebarkannya di media sosial? Karena mudah? Atau karena masyarakat tidak lagi percaya pada penanggung jawab public?

Kasus Bullying yang terdengar tidak pantas dan menakutkan terjadi pada anak dibawah umur, MH (9) siswa kelas 2 Sekolah Dasar (SD)  yang mendapatkan perundungan sampai meninggal. Kasus yang bersumer dari Sukabumi tersebut mendapat sorotan dari Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, Lestari mengimbau agar semua sekolah mencegar Bullying jelasnya dalam keterangan pers pada 22 Mei 2023. Apakah hanya sekedar itu?

Data terbaru dari awal tahun 2023, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat, sepanjang dua bulan pertama (Januari-Februari) tercatat setidaknya  sekitar 6 kasus perundungan berupa kekerasan fisik dan 14 kasus kekerasan seksual anak di satuan Pendidikan. Infomasi tersebut tentu sangat mencengangkan, bagaimana mungkin anak-anak yang seharusnya dilindungi malah menjadi korban kekejaman.

Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listtyarti mengatakan, pada priode Januari-Februari 2023, sudah ada kasus bullying anak di jenjang Pendidikan SD, satu kasus di MTs, pondok pesantren satu kasus, dan tiga kasus dijenjang SMK. Lingkungan sekolah yang seharusnya menjadi lingkungan positif yang mendidik justru terlihat menyeramkan.

Dari beberapa kasus diatas, yang paling menyita perhatian public adalah kasus yang menimpa anak berumur 13 yang merupakan santri salah satu pondok pesantren di Pasuruan. Perundungan bukan sekedar verbal dan tindakan fisik biasa melainkan mengakhiri hidup korban dengan cara dibakar.

Seperti yang telah dituliskan sebelumnya, dengan adanya media sosial banyak kasus yang mulai terungkap baik itu dengan cara korban yang menguplod atau saksi yang melihat aksi perundungan tersebut. Selanjutnya kasus tuindakan pembullyan yang juga sempat ramai disebarkan melalui video yang diunggah melalui media sosial. 

Perundungan fisik terjadi di SMP Cianjur Jawa barat. Mirisnya, dalam video tersebut diperlihatkan beberapa siswa lengkap dengan segaram sekolahnya diharuskan mencium kaki beberapa orang teman didepannya. Kemudian beberapa korban tetsebut justru mendapat balasan tendangan ke arah kepada dan badan setelah mencoba mencium beberapa kaki siswa lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun