Mohon tunggu...
Sopian Purba
Sopian Purba Mohon Tunggu... Guru - Selama punya semangat hidup semua akan berakhir indah

Semangat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Daring ala Siswa Desa

24 Oktober 2020   23:00 Diperbarui: 24 Oktober 2020   23:10 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya seorang guru di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Humbang Hasundutan, salah satu kabupaten di  Sumatera Utara. Berjarak kurang lebih 50 Km dari Pusat Kabupaten dan 5 Km dari Pusat Kecamatan. Dari Jalinsum(Jalan Lintas Sumatera) kira-kira harus naik roda dua selama 20 menit.

Medan yang harus ditempuh lumayan sulit  dikarenakan aspal jalanan yang dibangun lebih dari 4 tahun yang lalu, sudah rusak parah sepanjang + 3 Km. Tanjakan yang agak ekstrim sudah menjadi sarapan setiap pagi bagi kami. 

Bicara tentang belajar Daring bagaikan bicara tentang belajar renang di tanah Tandus, bisa saja ada air namun bukan untuk berenang. Karena surat Edaran dari Dinas Pendidikan Setempat Jadilah kami belajar daring yang dalam pelaksanaannya bisa dikatakan unik, lucu, aneh bahkan konyol.

Belajar Daring bagi Kami jangan pernah bermimpi menggunakan zoom, Google Classroom, atau apa pun namanya. Bagi kami aplikasi yang sangat canggih adalah Messengger . Bebas berkirim tugas tanpa paket data. Bebas berkirim tugas dengan jaringan seadanya. Syukur tugasnya dikirim, yang parah sama sekali tidak mengerjakan tugas. Alhasil setiap minggu kita menerima kiriman tugas dari orang yang sama. 

Cerita lainnya adalah satu Akun Messengger bisa saja mengirimkan tugas tiga sampai empat orang siswa, dapatlah nilai moralnya: Saling membantu. Walaupun bukan hanya soal mengirim tugasnya saling membantu, bahkan mengerjakannya pun saling membantu : Tulisan sama semua. 

"Sesuai Surat Edaran Kepala Dinas Kita semua wajib belajar daring" , kata Kepala Sekolah kala memberi pengumuman kepada Bapak ibu guru.  

Yang lucu, setiap pagi harus saya lewati tiga puluh persen rumah siswa, tapi yah, harus saya tunggu Jawaban tugas dikirim lewat "Daring". "Tabo dope bapak holan mangalewati, boha au tetanggaku ingkon hupaima dikirim tugasna, olo muse tarlambat", Kata salah seorang guru berbahasa batak toba yang artinya "Bapak enak cuma melewati, gimana saya, siswaku tetanggaku tapi saya harus tunggu dikirim, itu pun terlambat". 

Sekolah memang Punya Wifi walaupun kualitasnya tidak cukup baik, tapi untuk sekedar buka facebook bisalah kadang-kadang. Maka tidak heran jika guru ada di sekolah dan beberapa siswa datang ke sekolah katanya untuk mengirim tugas, tugas kepada siapa? ya kepada Gurulah, gurunya dimana ya disekolah lah Tapi harus lewat Daring.  Guru duduk di kantor, siswa ada yang di gerbang, ada yang di rumah penduduk yang masih dapat dijangkau wifi, ada yang di taman saling berkirim tugas. 

Dengan keadaan itu jadilah saya sebagai guru Fulltimer guru tanpa batas waktu. Ketika rebahan di malam hari tiba-tiba handphone butut saya bunyi, chat dari generasi penerus : " Pak, on tugas hu" (ini Tugasku pak).

Kira-kira dua menit lagi terkirimlah foto yang berisi tulisan tangan yang membacanya harus menafsir karena tulisan yang tidak terbaca. Itu pun harus disyukuri karena sudah mengerjakan, dari pada tidak sekali?. Maka tidak heran jika dalam waktu 3 jam saya tidak mengecek chat messengger dapat dipastikan tugas untuk diperiksa sudah ada minimal 5. Begitulah seterusnya  dan bahkan pada saat-saat sibuk untuk pekerjaan serius lainnya. 

Yang paling menyusahkan adalah group messengger. Bagi mereka group itu adalah bagikan kelas yang sesungguhnya tempat untuk berbagi dan tempat untuk berjahil ria.

Tidak heran ada yang  mengirim emoji 20 kali, mengirim jempol 10 kali, saling memaki, sok menegur temannya padahal jadi semakin ribut dan yang paling menjengkelkan, mereka yang paling usil di group malah tidak pernah mengirim tugas, sekali diingatkan diam sebentar, sebentar lagi ribut lagi begitu seterusnya dan berbagai cerita lainnya. Namanya juga anak ESEMPE begitulah kata saya........

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun