berpartisipasi dalam "EAT and Travel With B Blog" Competition Tersebutlah kisah pada 2010 Masehi ,di suatu lembah yang jauh bernama WAYHUI dimana setan aja mikir tiga kali untuk buang anak disana, terdapat segerombolan anak (yang merasa masih) muda. Gue, Fili ,Ryo, Tri, Herma , Nisa dan Rica.
CHAPTER 1 : BERANGKAT !!
Janji kumpul memang jam 8 tapi macam-macam urusan mereka yang belum selesai , ada yang sudah sampe tapi ketinggalan beha cadangan, ada yang lupa ngunci rumah , ada yang masih ribut sama pacarnya (siapa lagi kalo bukan ryo), ada yang makan gak kenyang-kenyang (gue). Alhasil jam 9.30 baru kumpul, dan mobilrentalan sudah siap lepas landas di depan rumah lanang, barang-barang sudah beres. Asal tau aja, ini cewe empat orang yang ikut tapi barangnya sama dengan barang jamaah haji satu kloter. Banyak kakak !
“Naek semua, nyetirnya gantian. Sekarang gue dulu yang nyetir” Fili yang punya cita-cita jadi Komandan Perang ngasih komando . Gue naik duluan karena gue dapat jatah di belakang, berdua dengan Lanang. Sementara Rica, Nisa dan Herma di tengah, karena badan mereka yang cukup untuk jejer tiga, Ryo dan Fili di depan.
“Nang.” Gue bengong saat duduk menengok ke kiri, gelap. Kacanya Gelap dalam arti gelap total. Hitam pekat. “ni kaca perasaan gue aja apa memang item pekat ya?”. Ga ada jawaban , gue nengok dan lanang pura-pura ga dengar. Pandangan gue kembali ke kaca, penasaran akhirnya gue sentuh kaca mobil bagian kiri belakang itu. Dan ternyata – “ini lakban nang, plester warna item !!” Dan kami semua tertawa terbahak bahak karena jendela belakang bagian kiri itu tidak ada kaca tapi dilakban seluruhnya.
“nang, besok besok jangan elu lagi deh yang cari mobil rental. Ngaco!” Ryo tertawa dari depan.
“Lu korup ya nang duit rentalnya, setengah harga ?hahahaha” tambah fili .
‘Sialan.” Lanang mesem-mesem. “Mana gue tau, baru liat juga sekarang. Adek gue yang cari mah”. Dan perjalanan kami malam itu diawali dengan bismillah dan perbincangan dengan tema “kaca lakban”
***
30 menit pertama semua mulut masih berkicau, selanjutnya gue ga inget lagi, ketiduran bray. Yang gue inget saat beha eh bahu gue diguncang-guncang, “Bangun woy. Bangun”. Suara ngebass dan dalam itu Cuma lanang yang punya,
“Apa’an nang, udah sampe mana?”
“Boro-boro. Ada razia.” Herma nyamber dari kursi tengah. Dengan mata terpicing kena sinar lampu, gue coba melihat sekeliling., rame. Beneran ada razia.
“Fili sama Ryo mana?” tanya gue saat lihat kursi pengemudi kosong.
“Lagi sama polisi. Udah 15 menitan.” Sungut herma lagi.
“Awas jatoh bibir lo herma, manyun mlulu” Lanang nyeletuk.
“Kok lama? Tinggal kasih STNK aja kan? Fili kan ada SIM” gue mencoba mencari dimana fili dan ryo berada lewat kaca tengah, karena kaca belakang kan diLAKBAN .
“Ga lengkap surat-suratnya” herma monyong-monyong lagik. “ga ada STNK nya.”
“What? Nang?” gue nengok ke lanang menuntut penjelasannya sebagai pihak yang merental mobil. “STNK nya ga ada?”
“kalo lo ngerental mobil mana dikasih yang STNK asli, pe’ak. Dikasihnya fotocopian. Polisinya ga mau terima alasan, mau lihat STNK aslinya.”
“damn it.” Mau ga mau akhirnya turun mobil.
Singkat cerita kami tertahan lumayan lama karena Pak Polisi bertahan, sementara mamang rentalnya ada di Bandar lampung, dua jam jarak perjalanan. Sudah was was cemas tapi setelah para cewe ikut turun dan minta tolong pasang muka melas anak panti akhirnya kami dilepas dengan damai. Menyeberangi Selat sunda, sumatera menuju pulau jawa, dari jaman ke jaman ya kapal ferry. Jaman purba dulu ada kapal cepat, tapi tumbang , padahal perbedaan jarak tempuhsebrang nya lumayan berbeda jauh, 45 menit untuk kapal cepat dan 2,5 s.d 5 jam untuk kapal ferry, telak kan perbandingannya? Menyeberangi selat sunda yang pada titik tersempit lebarnya tiga puluh km ini menyenangkan, kalau kapalnya bagus itu lebih menyenangkan, ditambah perjalanan dengan gerombolan si berat, triple menyenangkan.
Beberapa pulau kecil terletak di selat ini, salah satunya Pulau Vulkanik Krakatau. Di kapal ferry kami tidur hanya sebentar, karena setiap orang sibuk dengan ulah masing-masing. Herma yang awalnya mencoba tidur akhirnya dengan ikhlas harus terbangun karena kami sibuk membahas (dan memfoto) jari kakinya yang kata lanang “seperti terong bogor, gede semua”.
Biaya naik kapal ferry untuk mobil pribadi adalah Rp.200.000,-, kami tidak perlu membayar perkepala lagi. Mobil pribadi parkir di atas sementara bus dan truk parkir di bagian bawah kapal. Di kapal ferry disediakan kursi kursi untuk kami duduk, jika mau ke ruangan yang ber AC dan ber sofa, kita menambah Rp 10.000,- perkepala. Karena saat itu kami sibuk berbuat tidak senonoh (dengan kata lain : bersenda gurau dengan lelucon yang bisa bikin sakit hati) maka kami tidak beg itu membutuhkan ruang untuk beristirahat, kami duduk di kursi yang berjejer seperti di dalam bus dan berbicara dengan 1001 topik. Mulai dari apa yang dicari Mbok Jamu yang berkeliaran di parkiran bawah kapal, bau minyak angin yang Lanang anggap memberi aura terminal, dan toilet kapal yang luasnya menyaingi peti mati.
Perjalanan dari Merak dimulai, dan berisik ternyata pemirsa. Karena tidak semua dari kami pernah menempuh Lampung- Bandung dengan kendaraan pribadi, kebanyakan hanya pernah naik Bus, baik damri atau bus antar kota alias ngeteng alias mutus-mutus alias LEBIH MURAH. Contohnya Lanang , yang paling jauh keluar kota hanya sampe cilegon, Nisa yang keluar lampung hanya saat study tour waktu SMA. Ga heran mulai dari mobil turun dari kapal kami sibuk membaca papan penunjuk jalan.
“Cilegon kiri, Jakarta lurus. Jadi kita ambil lurus fili.” Ucap Rica dari kursi tengah bagian kiri sambil serius baca petunjuk jalan.
“Loh kita kan mau ke Bandung” herma heran.
“trus menurut Lo kita ke bandung mau lewat mana, laut selatan? gitu?” Gue dan lanang memutar bola mata . andai herma kami buang saat di tengah laut tadi.
“Mbak Nisa ngomong dong Mbak” Ryo menggoda mbak nisa yang memang kalem, dan ga suka ngoceh bau kayak teman teman seperjalanannya ini.
“ngomong apa,” suara mbak nisa yang pelan nyaris ga kedengeran karena suara kendaraan.
“ngomong jorok mbak.” Timpal gue dari belakang yang disambut dengan jitakan di kepala oleh Lanang.
“Mbak nisa mah terima beres aja yo” Fili terkekeh, matanya lurus ke arah depan, takut nabrak pocong. “Ntar tau-tau mabok aibon hahaha”
‘Aibon? Aibon sapi dong” ucap herma, Ratu garing sedunia.
Perjalanan Merak – Bandung berhasil di tempuh dengan (alhamdulillah) selamat. Sepanjang tol Cipularang yang panjangnya lima puluh empat kilometer dan berada di pegunungan, sehingga jalannya naik turun dan punya banyak jembatan yang panjang dan tinggi itu kami melewati kebun teh yang hijau sepanjang mata memandang bikin adem, Ga peduli kalo di sebelah gue lanang ngorok atau herma yang sibuk berkicau sendiri tanpa ada yang ngeladenin. Kalau dulu jakarta Bandung bisa tiga jam , dengan tol cipularang kami hanya membutuhkan satu jam tiga puluh menit. Berhenti sekali di rest area untuk cuci muka dan minum teh hangat, oya kalau di bandung ada kebon teh yang sepanjang jalan, di lampung ada kebon pisang , sekedar info.
**
CHAPTER 2 : BANDUNG !!
Tiba di bandung pukul 08.00 pagi, langsung keliling mencari hotel which is penuh karena weekend. Disana penuh disini penuh, akhirnya kami memutuskan sarapan di tempat yang direkomendasikan salah satu kerabat. Nasi kuning Sumur Bandung. Dnegan lokasi yang tentu saja di Jalan sumur bandung, ada nasi kuning dengan lauk yang beragam. Dua diantaranya daging giling dan ati ampela. Nasi kuningnya lezat, kayak nasi uduk tapi warna kuning (ya eyalah, malih), sambalnya sambal oncom yang antara pedas enggak manis pun bukan tapi ajaibnya nikmat. Dan bala-bala itu artinya bakwan , daging gilingnya beneran daging, bukan alak alak. Dan penerawangan lanang kalo diirasakan nasinya ini warna kuningnya pake kunyit asli, bukan pewarna apalagi guna-guna istri kedua.
“Bala bala kan serangga yang kakinya delapan itu ya nang?” Ratu garing mencoba melucu ke Preman tomboy.
“Bukan, itu bekicot namanya.” Dan herma pun kembali gagal.
***
Akhirnya, kami mendapatkan sebuah penginapan (agak ga enak nyebutnya hotel) di daerah geger kalong. Geser dikit ketemu Darut tauhidnya Aa Gym yang masih ngehits di masa itu. Sewa dua kamar, kamar A yang di dalamnya ada dua kasur untuk empat bidadari complicated itu, dan satu kamar untuk kami para bujang. Kamar bujang Cuma ada satu kasur besar, kamar mandi di dalam of course, karena kalau diluar kosan namanya bukan?Hal pertama yang gue lakukan saat masuk kamar adalah mengecek kamar mandi, dan mendapatkan ‘bendaseruparambuttapikeriting’ dimana-mana.
“buset ni orang sebelumnya rontok jembrewi kali ya yo?” Gue siram lantai dengan air sebanyak mungkin, tembok dan toilet nya pun gue siram.
"Dan apa gak dibersihin setelah checkout?". Ga ada jawaban dari ryo sama sekali, saat gue longok ternyata sang empunya nama sudah ngorok.
“gue yang nyetir dia yang kecapean” ujar fili yang duduk di sofa sambil ngerokok.
“capek nahan lemak kali ya hahaha”
***
Rute kami yang pertama saat itu sebagai turis lokal adalah alun-alun Bandung. Sebidang tanah dengan deretan-deretan toko baju dan sepatu dan barang lainnya itu memang menarik untuk dikunjungi. Dengan harga terjangkau, gak bikin dompet nangis. Kalo laper banyak pilihan makanan, mulai makanan khas sunda sampai siap saji. Cuaca bandung yang dingin sangat mendukung berkeliling jalan kaki dari satu toko ke toko sebelahnya. Sampai di sebuah lokasi penjualan dvd sekitar alun-alun, yang kalau tidak salah namanya Pusat DVD Kota Kembang atau apalah itu, dengan luas yang lumayan, terdapat kira-kira tuga puluhan kios yang menjual dvd bajakan ,Oh ya, penjual menyebutnya dvd bajakan original lho. Kami masuk melihat-lihat dvd yang ditumpuk ,ketika seorang penjual dvd di berbicara pelan.
“Bokep A’?”
‘ha?” dari tiga orang cuma gue yang nengok, maklum, kalo denger kata bokep agak sensitif.
“Bokep ?10 ribu aja” si penjual yang tingginya sedagu gue itu nyengir. Gue berpandangan bolak balik dengan ryo dan fili. Gue ke ryo, fili ke ryo. Gue ke fili, ryo ke gue. Dan dengan percaya diri ryo nyeletuk, “Maaf. kami POLISI.”
Walhasil, si agen Bokep melipir ke sudut dan berpura-pura tidak melihat kami. Walau sebenarnya kami tidak ada tampang untuk menjadi polisi. Ga ada polisi sebuncit ryo, semesum fili dan semanis gue. Dan pada akhirnya kami meninggalkan kios dvd bajakan dari ori itu tanpa membeli apa-apa. Membeli bajakan saja dosa hukumnya, membeli bajakan bokep apalagih.
***
Makan siang diekskusi di tempat makan di jalan Balong Gede sekitar alun-alun. Berjajar dengan SMA Pasundan 2. Kaki lima tapi murah danenak. Kalo yang suka pedes bisa dicoba sambel ijo hot jeletotnya. Prasmanan, harga ayam + nasi kalo ga salah ceban sampe dua belas ribuk. Pedesnya bikin melotot. Juicenya ada strawberry yang top, di lampung jarang juice strawberry dan belimbing ada yang enak dan harganya? cuma empat rebuk.
Selesai makan siang kami memutuskan sholat dan beristirahat sejenak di Masjid Raya Bandung untuk kemudian sekitar jam dua sore kami lanjut ke Paris Van Java. Bertanya kepada pengurusnya, Masjid Raya Bandung dengan luas tanah dua ribuan dan luas gedung delapan ribuan meter persegi ini dibangun pertama kali tahun 1810 dan telah mengalami empat belas kali perombakan sampai saat ini. Masjid ini bercorak Arab , menggantikan masjid agung yang lama bercorak khas Sunda. Terdapat dua menara kembar di sisi kiri dan kanan yang tingginya (kata Pengurusnya) delapan puluh satu meter, dibuka untuk umum setiap hari Sabtu dan Minggu
***
Sore hari kami sudah bercokol di Paris Van Java. Disana kami tidak beli baju atau barang lain, karena MAHAL ya ternyata kakak. Harga nya dua atau tiga kali lipat dengan yang di alun-alun tadi. Kami hanya punya waktu satu malam di bandung, karena malam berikutnya kami kembali ke Lampung. Jadi malam itu kami melakukan perjanjian tidak akan tidur di bawah jam 12. Bagi yang melanggar akan dibakar hidup-hidup. Kaum barbar ceritanya.
“Orang-orang pada modis gini ya?” celetuk Rica saat kami foto-foto didalam Paris Van Java. Memang benar, Bandung memang penuh dengan fashion cakep. Sementara kami, cukup baju kaos dan celana pendek atau celana jeans.
“its oke lha, kita kan memang mau jalan jalan aja. Nang senyum nang, ” jawab gue sambil bergaya dengan lanang di sebuah patung gelas raksasa.
Sekitar beberapa jam kami berkeliling dan melihat-lihat, ke atas ke bawah, ke kanan ke kiri. Sampai akhirnya tau-tau sudah maghrib, dan kembali kelaparan. Ini busung lapar apa kesurupan jin ya? Tidak sanggup menahan laper lebih lama , kami berhenti di sebuah kafe di area paris van java yang berkesan mehong.
“Nang, gue beli teh anget tawar aja lah.” Gue mencoba membaca daftar harga di menu.
“Ha?” Lanang melongok. “Jangan kayak orang miskin.”
‘Lo pesen apa memang?”
“Teh anget manis”
“Beda tipis, babik”
Selesai makan dengan menu “ayam goreng hsdhdjfjkf, steak bdmmkfhgk, nasi goreng jjdutjjt, yang semuanya nama western. Kami melanjutkan rencana selanjutnya , yaitu Ciwaaaaaaalk!! Tapi well, weekend kan? kami terjebak macet berjam jam di jalan (iya dong, masa di sumur). Berangkat setelah magrhib mencapai ciwalk jam delapan malam dengan pinggang pegal dan telinga pekak oleh suara klakson sepanjang kemacetan.
Ciwalk atau Cihampelas Walk adalah salah satu pusat perbelanjaan mewah di Bandung. Lokasinya di jalan Cihampelas, dengan tempat yang bersih dan nyaman. Karena kami tiba saat malam, lampu dari tiap gerai memberi atmosfer yang gimana gitu, ada juntaian dan lilitan lampu hias di pohon-pohon bagian outdoornya. Dengan konsep “terbuka” dan “hijau” , gabungan bangunan yang modern dengan area hijau yang adem. Semua serba bersih, modern, hujau dan toiletnya gratis lho.
Di Ciwalk ada Hotel XXXX yang sepertinya mempunyai tarif mahal, mungkin tiga kali lipat penginapan mungil kami. Selain FO ada juga tempat dugem , niat busuk saat itu mau ajak mbak nissa dugem. Dengan pemungutan suara empat lawan dua, gue ryo setuju, sisanya tidak. Dalil “mbak nissa itu jilbaban, begok. gue gampar lo” membuat kami berdua bungkam, dan gak jadi dugem.
Di Ciwalk alhamdulillah ada tempat yang harga kaos bagus yang agak murah, tempatnya di bagian bawah , lantai dasar luar bagian kanan. Lupa namanya, tapi kalo ada yang ngajak gue kesana lagi pasti gue inget. Menyenangkan, ada artis siapa gitu manggung di pelataran. Kami duduk di tangga setelah lelah berkeliling dan foto-foto, sambil ngunyah roti boy yang masih hangat dan menikmati penampilan artis yang sampe sekarang gue lupa siapa namanya.
Setelah Ciwalk, kami makan di gerai surabi di jalan setiabudhi. Macam-macam pilihan, semua pesan menu yang berbeda dan semua gue cicip dan semua enak. Yang paling gue suka adalah surabi duren, itu durennya kayak ngajak kawin, nikmat dan legit. Gerai Surabi sekarang kayaknya sudah banyak cabangnya , di lampung ada satu cabang yang lumayan diminati. Kami kembali ke penginapan jam 11 malam, ga jadi di atas jam 12 karena semua ngantuk kekenyangan dan beralasan supaya besok pagi seger dan keliling lagi. Cerita saat tidur malam itu ga ada yang special, hanya dengkuran ryo yang bikin gregetan, mengganggu banget, Pidato presiden juga kalah lantang sama dengkur ryo. Gue dan fili yang ga bisa tidur saat itu hanya bisa pasrah sambil sesekali nabok muka ryo kalo dengkurnya udah ga manusiawi.
Hari kedua dan hari terakhir di Bandung, pagi buta dengan muka masih sembab kami sudah bercokol di lapangan Gasibu. Rame, banyak Nenggeulis senam dan jualan. Berjalan sempit-sempitan di pasar dadakan,.Menyenangkan, walau belom mandi. Sesekali lepas dari rutininas kerja atau weekend yang begitu-begitu saja. Ditambah dengan gerombolan yang ga pernah capek bikin rahang keram karena ketawa . joging pagi (caelah) itu berujung di depan gedung sate foto-foto sambil makan jagung keju yang tujuh ribu segelas, plus lidi lidian pedas yang dulu biasa dibeli saat masih SD.Ga perlu malu diliatin orang-orang, semua juga maklum, keliatan kalo kami ini orang dari gunung yang ga pernah liat jalan aspal.
Selesai gasibu, kami kembali ke penginapan dengan membawa oleh oleh berupa sendal jepit warna warni yang dijual di pinggir jalan. Sendal anak anak, gue beli nya untuk dua orang ponakan gue. Dan asal tau, saat pulang sendal itu ketinggalan di mobil-berlakban dan ga tau kemana rimbanya. Curiga si Ryo yang kasih sendal itu ke adik pacarnya dengan dalih oleh-oleh, cih !
Packing dan checkout, kami keluar dari penginapan dan langsung cari makan siang sebelum ke pasar baru. Kami makan siang di Mak Uneh di jalan pajajaran, masakan sunda autentik !Ayam bakar, ayam goreng, ikan bakar, bebek goreng, es jeruk dan makanan sunda lainnya. Agak mahal untuk ukuran makanan sunda, tapi worthy untuk dicoba. Jujur. Dan gue nambah seporsi, ayam bakarnya gue kunyah sampe tulangnya halus. Walau pengamennya ga sante, tiap 5 menit ada mah kayaknya pengamen dateng. Gonjreng genjreng dikit cabut, Gitu melulu sampe selesai makan.
Tiba di Pasar Baru, Jalan Otista nomor sekian sekian. Dengan bangunan yang tinggi delapan lantai dan luas bingit, ini kalo dijelajahin perlantai bisa-bisa masuk azan subuh keluar azan maghrib. Para bujang kali ini hanya jadi Bodyguard Bidadari-bidadari Complicated, kami ga akan beli apa-apa lagi karena duit sudah tamat riwayatnya. Bidadari complicated ngeyel ngajak kesana, mau beli ini dan itu. Dan memang pasar Baru ini semua ada, mulai baju muslin, casual, busana pesta, sepatu, jeans, tas, tekstil, kosmetik, aksesoris, batik, perlengkapan bayi, perlengkapan haji, sprey, seragam sekolah, bed cover dan lain lain.
Btw, saat perempuan bilang cuma beli ini itu , jangan percaya. Wanita itu pendusta dalam hal belanja.Karena ini itunya dikali ratusan kali. Dari jam 10 kami tiba di Pasar Baru , mereka baru keliatan ubun ubunnya jam 4 sore. Ajaib bukan? O ya, untuk oleh oleh di lantai dasar dijual cemilan khas bandung. Keripik, peyeum, dodol, basreng, sale pisang, dan lain lain. Kami semua kecuali herma beli sekotak, sementara Herma tiga kotak. Ada niat buka cabang di Lampung sepertinya. Sebelum turun kami makan (lagi) di lantai 7 yaitu foodcourt, cuaca yang dingin ditambah banyak gerak+cuapcuap+memang rakus ya begini jadinya. anak panti makan tiada henti.
***
Bersiap menuju perjalanan pulang , jam setengah enam sore mampir di deretan Factory Outlet di Jalan Dago. Jalan yang nama aslinya Jalan ir.H.Juanda ini dapat ditemui berbagai rumah makan, butik dan tempat hiburan. Dago sendiri dalam bahasa sunda artinya menantu atau menunggu, konon disebut jalan dago karena jalan ini sering dijadikan tempat bertemu alias rendezvous.
Jadi jalan Dago ini terbagi dua ternyata,Pemirsa. Dago atas yang dimulai dari perempatan besar yang dikenal dengan simpang dago, hingga ke daerah dago Pakar yang udaranya lebih dingin. Di Dago atas banyak tempat makan atau restoran yang mengandalkan suasana alam yang tenang sebagai daya tariknya. Sementara Dago bawah yang dimulai dari simpang Dago sampai ke BIP (Bandung Indah Plaza) didatangi untuk yang mencari keramaian Bandung serta belanja belenji, karena sepanjang jalan berderet factori outlet ternama. Alhamdulillah dengan belas kasihan para wanita berbetis ksatria kami dapat pinjaman dana dan bisa beli beberapa barang bagus dan tentunya terjangkau. Sementara para cowo stay hanya di satu FO, para cewe masih punya tenaga untuk pilih baju dari FO 1 ke distro 25.
Disaat gue cuma beli kemeja merah maroon yang sekarang sudah beralih tangan ke Bokap gue, dan celana. Begitu pula Ryo dan fili yang beli barang yang ga jauh beda. Para Bidadari nyaris bisa bikin satu distro baru dengan baju-baju yang mereka beli. Ada rok mini, ada rok setengah mini, ada rok tidak mini, ada celana jeans pendek, ceana jeans ¾, celana jeans panjang, ada kaos, ada kaos tanpa lengan ada kaos lengan panjang ada jaket ada jilbab dan ada ada saja. Makanan terakhir kami di travelling kali itu adalah Batagor ,sebuah kios yang ramai pengunjung dekat hotel Panghegar. Banyak batagor lain disekitar tapi ini yang lebih rame dan memang rasanya juara. Well, gue belom coba batagor lain di kios lain tapi yang ini memang asli enak. Soal belanja barang gue ga begitu tertarik, tapi soal makanan, jangan ditanya, kalap mata kalap mulut.
"lo gak kenyang nang?" tanya ryo, menatap lanang yang ngunyah. "makan melulu"
"Lo ga tau yo," timpal gue. "Di perut lanang itu ada tiga panti asuhan yang harus dia kasih makan. hahaha"
"minta kena begal" lanang menjawab pelan dengan tatapan keji, kami pun diam. jangan singgung soal lemak dan berat badan ke lanang. itu sama dengan penghinaan Pancasila menurut dia.
***
CHAPTER 3 : AU REVOIR
Travelling kali itu berjalan dengan damai, perjalanan pulang lebih kalem dari perjalanan berangkat, walau Rica masih membaca rambu jalan. Sopir nya ternyata tetap Fili , kelicikan ryo mengalahkan kebodohan fili. Gue dan Ryo duduk dibelakang, padat bersama segala macam oleh-oleh yang mereka taruh di bagian belakang mobil.
Perjalanan pulang tidak lagi bisa melihat hijaunya kebun teh karena malam, gelap , apalagi kaca sebelah gue dilakban. Mbak nisa tidur, Rica sibuk ngeladenin herma yang masih terbayang bayang baju di pasar baru yang dia tidak beli, Lanang sibuk nyanyi di kursi sebelah sopir , gue dan ryo sibuk memastikan barang-barang dibelakang itu berada pada tempatnya. Travelling yang menyenangkan. Perjalanan, makanan, dan teman baik. Apalagi yang kurang? Tidak ada. Saat itu tahun 2010, semua masih bujang dan gadis. Saat ini lanang sudah menikah,memiliki satu anak dan satu lagi masih dalam kandungan, begitu juga herma. Fili sudah dikaruniai satu Putra, Rica sudah menikah februari kemarin, Gue dan Ryo masih membujang. dan Mbak Nisa yang sudah beristirahat dengan tenang di sisi Allah SWT dikarenakan penyakit yang dideritanya.
Sekian dan mukucih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H