Mohon tunggu...
Sophi Alifiyah
Sophi Alifiyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Mahasiswa Ilmu Politik Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apa Kabar RUU PKS?

31 Januari 2021   14:48 Diperbarui: 31 Januari 2021   15:16 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembahasan rancangan undang undang penghapusan kekerasan seksual (RUU PKS) sampai saat ini belum menunjukan titik terang, pembahasan RUU PKS ditunda hingga tahun 2021, RUU PKS ini merupakan RUU yang mempunyai perjalanan paling terpanjang. Kasus kekerasan yang menimpa mayoritas kaum perempuan membuat komnas perempuan untuk mengagas RUU ini pada tahun 2012.

Mei 2016 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) meminta komnas perempuan untuk menyerahkan naskah yang akan dimasukkan dan dibahas ke dalam Prolegnas pada tahun 2016, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo turut mendukung dalam pembahasan RUU PKS.

Kemudian, RUU PKS telah disepakati inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR) yang akan dibahas oleh Komisi III yang membawahi masalah hukum dan keamanan, didalam pembahasan diserahkan ke Komisi VIII yang membawahi agama dan sosial. Draft RUU PKS yang berisi 152 pasal yang dikirim ke pemerintah hanya menjadi 50 pasal.

RUU PKS seharusnya segera disahkan karena sangat dibutuhkan oleh masyarakat khususnya adalah kaum perempuan. RUU PKS ini menjadi perlindungan bagi kaum perempuan dan korban kekerasan seksual. Menurut komnas HAM selama bulan Januari sampai Mei 2020 terjadi 542 kasus kekerasan terhadap perempuan diranah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dimana 24 persen adalah kasus kasus kekerasan seksual. 

Kemudian pada ranah komunitas kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai 226 kasus dimana 89 persen atau 203 kasus adalah kekerasan seksual.

Melihat kondisi tersebut, Sekretaris Jenderal Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPP-RI) Luluk Nur Hamidah menilai 

Sudah tidak ada alasan bagi DPR untuk menunda pengesahan Rancangan undang undang penghapusan kekerasan Seksual (RUU PKS) Menurut dia, Indonesia saat ini dalam kondisi darurat kekerasan seksual.

"Hampir katakanlah di atas 400.000 kasus kekerasan seksual yang dirilis oleh Komnas Perempuan. Itu artinya kita ini sudah dalam kondisi darurat kekerasan seksual" Kata Luluk kepada Kompas.com

Indonesia darurat kekerasan seksual terhadap laki laki, perempuan, dewasa, dan juga anak anak yang masih dibawah umur, dan mayoritas korbannya adalah kaum perempuan.

Tidak hanya di Indonesia, kekerasan seksual terdapat di berbagai Negara. Kasus kekerasan seksual ni sudah bertahun tahun dan menjadikan perempuan selalu di tempatkan di posisi yang tidak menguntungkan, perempuan di anggap lebih lemah dan di lecehkan atau biasa di sebut dengan patriarki.

Penanganan kasus kekerasan seksual di Indonesia pun terjadi kemunduran bukan kemajuan. Banyak faktornya, salah satunya adalah tingkat kemarahan manusia yang menghebat menjadi lebih mudah marah marah terhadap hal yang mereka tidak suka, kemudian sikap tidak bertanggung jawab semakin menguat. Indonesia memandang kekerasan sesual sebagai sesuatu yang biasa saja dan inilah yang membuat persoalan semakin rumit karena tidak ada kebijakan publik yang bisa di gunakan sebagai acuan.

RUU PKS ini bertujuan untuk memulihkan korban dari trauma dan sikologis yang dialami korban, trauma yang dialami oleh korban kekerasan seksual itu sangat berat karena kejadian yang sudah 8-10 tahun yang lalu itu masih bisa saja terbayang oleh korbannya. Kekerasan seksual ini bisa menyebabkan depresi atau syndrome trauma pemerkosaan. Korban kekerasan seksual ini merasa bahwa dirinya menjadi tidak berharga setelah kekerasan seksual itu terjadi pada dirinya.

Hukum di Indonesia masih sangat terbatas ketika berbicara tentang kekerasan seksual, bahkan hukum di Indonesia kekerasan seksual belum ada definisinya. Pasal pasal yang ada di hukum Indonesia tentang kekerasan seksual belum bisa mencakup bentuk bentuk dari kekerasan seksual yang sebenarnya terjadi. Bahkan jika terjadi kasus kekerasan seksual di dunia maya kemungkinan besar hanya bisa dijera oleh pasal UU ITE.

di KUHP pasal 285 di nyatakan bahwa " Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, di hukum karena memperkosa dengan hukuman penjara selama lamanya dua belas tahun" Jadi pasal ini membahas tentang pemerkosaan, di dalam hukum suatu tindak pidana harus memenuhi semua unsur yang ada di pasal. Untuk tindak pidananya bisa di jerat oleh pasal tersebut.

Pemerkosaan disini masih di definisikan itu terjadi antara laki laki dan perempuan sementara pemerkosaan sebenarnya bisa terjadi antara perempuan dengan perempuan bahkan laki laki dengan laki laki. Jadi, membutuhkan definisi yang nondiskriminatif ketika membicarakan kekerasan seksual di hukum Indonesia.

Semoga RUU PKS cepat rampung dan disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) dan lebih mengutamakan kepentingan perempuan yang saat ini darurat kekerasan seskual, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) harus meninjau kembali RUU PKS agar pelaku di beri efek jera dan ada perlindungan nyata buat korban.

Referensi :

Amnesty Internasional Indonesia. 2020. "Sulitnya Menjadi Korban Kekerasan Seksual di Indonesia". https://www.amnesty.id/susahnya-menjadi-korban-kekerasan-seksual-di-indonesia/ Diakses pada 31 Januari 2021 Pukul 11:00 WIB 

Sania Mashabi. 2020. "Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, Kenapa RUU PKS Tak Kunjung Disahkan?". https://amp.kompas.com/nasional/read/2020/08/13/09403501/indonesia-darurat-kekerasan-seksual-kenapa-ruu-pks-tak-kunjung-disahkan Diakses pada 31 Januari 2021 Pukul 11:00 WIB 

Ezra Mazrieva. 2020. "Mengapa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Tak Jadi Prioritas 2020?". https://www.voaindonesia.com/a/mengapa-ruu-penghapusan-kekerasan-seksual-tak-jadi-prioritas-2020-/5489315.html Diakses Pada 31 Januari 2021 Pukul 11:00 WIB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun