Larangan perkawinan hukum perdata islam di indonesia:
Hukum perkawinan Islam didasarkan pada suatu asas yang disebut asas pilihan. Implikasi dari asas ini adalah bahwa seseorang yang ingin menikah harus terlebih dahulu memilih siapa yang akan dinikahi dan siapa yang tidak akan dinikahi. Bahkan hukum adat diketahui memiliki larangan pernikahan yang lebih spesifik melampaui apa yang diatur oleh agama atau perundang-undangan. Dalam masyarakat Minang, eksogami suku dan eksogami kampung berlaku. Artinya, orang-orang dari suku yang sama tidak dapat menikah di negara yang sama, seperti halnya orang-orang dari kampung yang sama tidak dapat menikah di kampung mereka sendiri. Perkawinan sesuku tidak dianggap baik karena menyiratkan perkawinan antar keturunan dan dapat disebut kejahatan komunitas atau incest.
Dalam hukum Islam disebut juga dengan hukum larangan nikah dan disebut dalam fikih mahram (siapa yang diharamkan menikah). Di masyarakat, istilah itu selalu disebut Muhrim, yang kurang tepat. Muhrim artinya seorang suami yang melarang istrinya untuk menikah dengan laki-laki lain ketika dia masih menikah atau ketika dia masih dalam iddha Talak Raj'i Muhrim juga digunakan untuk menyebut mereka yang sedang ihram.
Ulama fikih membagi mahram ini pada 2 macam. Pertama, disebut menjadi mahram mu'aqqat (larangan untuk waktu tertentu) dan yang kedua merupakan mahram mu'abbad (larangan untuk selamanya). Wanita yang haram dinikahi untuk waktu yang selamanya terbagi ke pada tiga kelompok. Yaitu, perempuan -perempuan seketurunan (al-muharramat min an-nasab), perempuan -perempuan sepersusuan (al muharramat min ar-rada'ah), dan yang terakhir merupakan perempuan-perempuan yang haram dikawinin lantaran interaksi persemendaan (al-muharramat min al-musaharah). Dalam hal larangan perkawinan ini agaknya al Quran memberikan aturan yang tegas dan jelas pada surah an-Nisa ayat 22-23 Allah SWT.
Berpijak dari ayat ini maka para ulama membuat rumusan-rumusan yang lebih sistematis:
1.Pertalian nasab (hubungan darah)
a.Ibu, nenek (dari garis ibu atau bapak) dan seterusnya.
b.Anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah.
c.Saudara perempuan sekandung. Seayah dan seibu.
d.Saudara perempuan ibu (bibi atau tante)
e.Saudara perempuan bapak (bibi atau tante)