Mohon tunggu...
Erikson Wijaya
Erikson Wijaya Mohon Tunggu... Administrasi - ASN Ditjen Pajak- Kementerian Keuangan. Awardee LPDP PK-160. A Graduate Student of Business Taxation at The University of Minnesota, USA (Fall 2020).

Be strong for life is short. Be patient for life is good. Be bold for life is challenging.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mitigasi Risiko Demi Tax Amnesty yang Mumpuni

1 Juli 2016   09:59 Diperbarui: 1 Juli 2016   10:25 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Skenario II: Only Half is Well

Skenario ini menimbang kualitas implementasi pada bulan ketiga perjalananya. Jika dalam 3 bulan proses perkiraan data WP pemohon tidak sesuai dengan realisasi dan penerimaan TA masih jauh dari harapan, maka dapat dipastikan DJP harus lebih proaktif dalam “menjual” TA kepada WP (seperti tahun-tahun sebelumnya seperti sunset policy maupun reinventing policy dan revaluasi asset). Di Washington D.C. untuk memaksimalkan TA, mereka memanfaatkan semua media online agar informasi TA tersebar secara masif, otoritas perpajakannya juga menjalin kerja sama dnegan departemen komunikasi untuk memaksimalkan alat komunikasi seperti: surat tertulis, surat elektronik, secure messages, alerts, internet. Tidak lupa juga adalah memanfaatkan peran pers melalui rilis statement secara intensif (sending multiple news releases) Risiko yang timbul akibat terjadinya skenario ini cukup besar yaitu:

  • Internal, memastikan proses “menjual” TA tetap menganut prinsip good governance dan menjamin terhindar dari proses “moral hazzard” atau bahkan “fraud” bagi pegawai DJP ketika proses himbauan, pemeriksaan maupun penyidikan “dipaksa” untuk berhenti demi “memaksa” WP agar mengikuti TA.
  • Eksternal, memastikan data-data yang dimiliki DJP telah cukup dan valid, sehingga mampu meyakinkan WP bahwa penawaran program TA ini merupakan langkah terbaik bagi WP guna menghindari penegakan hukum di masa mendatang.

Skenario III: All is not Well

Jika sampai dengan menjelang akhir program TA, realisasi jumlah pemohon maupun jumlah penerimaan tidak sesuai dengan target sehingga hanya sedikit penambahan taxbase maupun repatriasi, maka terjadi peningkatan risiko yang sangat besar bagi DJP, yaitu:

  • Penerimaan tidak tercapai sehingga Pemerintah harus menahan seluruh pencairan dana APBN sekaligus mencari alternatif pembiayaan lainnya. DJP sebagai pihak yang paling bertanggungjawab, berdampak pada Tukin dipotong dan bahkan “hukuman” lainnya. DJP harus mencari alternatif penerimaan lain dalam waktu singkat.
  • Penambahan taxbase melalui repatriasi maupun pengungkapan asset lainnya tidak terjadi, maka DJP akan diminta untuk menindaklanjuti data-data yang ada dengan penegakan hukum yang tegas sehingga diperlukan resource yang besar (termasuk IT, SDM dan kerjasama dengan aparat penegak hukum lainnya), Alternatif lainya adalah memastikan terbukanya akses perbankan guna mendukung peningkatan kepatuhan dan penerimaan perpajakan.
  • Dalam jangka panjang peningkatan kepatuhan Wajib Pajak tidak dapat terwujud tanpa adanya langkah penegakan hukum yang memadai. Sehingga DJP dapat memulai dengan peningkatan kepatuhan terhadap prominent people termasuk para anggota DPR, Pejabat dan top businessmen. Hal yang berisiko tinggi namun dapat dilakukan dengan dukungan langsung Presiden melalui aparat penegak hukum.

Alternatif Mitigasi Risiko

Sejak wacana TA disusun, DJP harus sudah mempersiapkan alternatif penerimaan lain yang dapat dilakukan dalam waktu singkat jika TA kurang berhasil, termasuk di dalamnya pengawasan terhadap WP-WP terbesar di tiap wilayah, tindaklanjut data konkret sampai dengan upaya pemeriksaan, penagihan maupun penyidikan yang masif. Walaupun dengan risiko akan meningkatnya beban proses keberatan namun setidaknya pesan yang disampaikan ke WP yang tidak patuh menjadi jelas.

Demi menunjang langkah ini maka DJP juga harus membangun komunikasi dan kerja sama yang baik dengan sejumlah instansi penegak hukum termasuk dengan pertukaran penugasan pegawai sementara; misalkan dengan Polri, TNI, Kejaksaan maupun PPATK serta KPK, dengan target penugasan yang jelas dan terukur berdasarkan data yang tersedia. Jalinan yang erat pun harus dibangun dengan pihak swasta perbankan dan Bank Indonesia agar DJP dapat memastikan terbukanya akses perbankan secara menyeluruh bagi DJP dengan dalih daruratnya penerimaan negara, tentunya dengan tetap memperhatikan good governance dalam pelaksanaannya.

Demi menyampaikan pesan yang lebih kuat dalam rangka menegakkan hukum maka langkah untuk melahirkan deterrent effectjuga sudah harus disusun sejak dini dalam satu kerangka post amnesty management, khususnya berupa pengawasan kepatuhan prominent people termasuk para Pejabat eksekutif, legislatif, dan top businessmen. Langkah ini akan membuktikan bahwa TA akan ditindaklanjuti dengan penegakan hukum demi peningkatan kepatuhan seluruh WP.

Namun demikian, dalam menjalankan upaya-upaya diatas, prasayarat yang utama adalah ketersediaan data terkait potensi perpajakan untuk ditindaklanjuti, pembukaan akses perbankan, dukungan aparat penegak hukum, dukungan presiden yang dapat diwujudkan dengan pembentukan lembaga baru DJP yang memiliki kesetaraan dengan Polri, TNI maupun Kejaksaan di bawah presiden langsung dengan fleksibilitas yang tinggi untuk menyelesaikan darurat penerimaan negara, seperti halnya pembentukan KPK dalam suasana marabahaya korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun