Mohon tunggu...
Erikson Wijaya
Erikson Wijaya Mohon Tunggu... Administrasi - ASN Ditjen Pajak- Kementerian Keuangan. Awardee LPDP PK-160. A Graduate Student of Business Taxation at The University of Minnesota, USA (Fall 2020).

Be strong for life is short. Be patient for life is good. Be bold for life is challenging.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

[Yang Tersisa] Setelah Parada dan Soza Mangkat*

25 April 2016   13:48 Diperbarui: 25 April 2016   13:59 2804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam skala lebih besar, seharusnya momentum ini menjadi tonggak untuk melakukan penguatan Ditjen Pajak secara kelembagaan melalui pemberian status otonomi dan melepaskan diri dari kelola Kementerian Keuangan. Dengan menjadi lembaga otonom Ditjen Pajak dapat bergerak lebih leluasa dan sigap untuk menentukan langkah strategis dalam melindungi aparatnya seperti misalnya membentuk jabatan Polisi Pajak atau Satgas Khusus dengan kapasitas yang memadai atau Satgas Khusus untuk wilayah cyber. Dengan hal tersebut diharapkan memberikan efek jera terhadap pengemplang pajak tanpa pandang bulu dan memperluas basis pemajakan (broadening the bases). Hal semacam ini mungkin terdengar absurd. Tetapi beranjak dari realitas kian kompleksnya perkembangan sosial masyarakat maka hal tersebut relevan untuk dilakukan.

Bila reformasi perpajakan tahun 1983 telah meneguhkan semangat self-assessment system (SAS) lalu berlanjut dengan evaluasi demi evaluasi yang melahirkan modernisasi nasional pada tahun 2007 yang mengubah orientasi organisasi menuju ke arah berbasis pelayanan, maka setelah hampir 10 (sepuluh) tahun berlalu kini saatnya segenap unsur pengambil kebijakan di negeri bercermin untuk dan menjalankan dua agenda besar yang patut disegerakan yaitu: menegakkan wibawa dan memperbaiki kapasitas institusi ini. Institusi yang setiap tahun dibebani target penerimaan untuk menghidupi APBN/D yang didalamnya pernah ada aparat hebat bernama Parada Toga Fransiano Siahaan dan Sozanolo Lase. Jauh dari uraian itu semua, upaya realisasi dua agenda besar itu adalah penghormatan yang paling terhormat yang dapat dilakukan negeri ini kepada kedua aparat yang gugur dalam tugas tersebut. Lebih hebat dari momen seremonial yang manfaatnya lekas usang.

*)Mungkin judul artikel ini agak mengernyitkan kening. Ada kata mangkat disitu. Kata yang lazim disematkan atas berpulangnya raja, pimpinan, sultan, presiden, perdana menteri, ratu, dan jabatan tinggi lainnya. Padahal Parada dan Soza secara status belumlah menjadi demikian. Namun dimata saya, mereka bukan sekadar aparat biasa, mereka adalah aparat bernyali yang memberi inspirasi dan contoh nyata totalitas dalam menjalankan tugas. Karakter yang hanya dimiliki oleh mereka yang berjiwa pemberani. Sehingga saya memilih kata mangkat sebagai bentuk penghormatan terakhir saya kepada dua rekan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun