Mohon tunggu...
Sony Yunior Erlangga
Sony Yunior Erlangga Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa Doktoral

membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Menghadapi Tantangan Populasi dan Minimnya Lahan dengan Teknologi Nano di Sektor Pertanian: Integrasi dalam Kurikulum

2 Oktober 2024   09:33 Diperbarui: 2 Oktober 2024   09:42 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menghadapi Tantangan Populasi dan Minimnya Lahan dengan Teknologi Nano di Sektor Pertanian : Integrasi dalam Kurikulum

Penulis:
Prof. Dr. Fitria Rahmawati, S.Si, M.Si
Sony Yunior Erlangga, M.Pd
Rindah Permatasari, M.Pd
Ella Izatin Nada, M.Pd
Universitas Sebelas Maret

Pertumbuhan Penduduk dan Keterbatasan Lahan Pertanian

Pertumbuhan penduduk yang cepat telah menjadi isu global yang menimbulkan tantangan serius bagi sektor pertanian di banyak negara, termasuk Indonesia. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan akan lahan untuk perumahan, industri, dan infrastruktur lainnya terus meningkat, sehingga lahan yang sebelumnya digunakan untuk produksi pangan semakin berkurang. Kondisi ini memperparah tekanan terhadap lahan pertanian yang tersisa. Menurut laporan dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), hampir sepertiga lahan subur dunia telah mengalami degradasi dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini terjadi akibat berbagai faktor, seperti penggunaan lahan yang tidak berkelanjutan, praktik pertanian yang merusak, dan perubahan iklim. Di saat yang sama, permintaan pangan global terus meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi. Dalam konteks Indonesia, hal ini menjadi tantangan yang sangat nyata, mengingat ketahanan pangan merupakan salah satu pilar utama dalam menjaga stabilitas sosial dan ekonomi negara.

Salah satu tantangan paling mendesak yang dihadapi sektor pertanian adalah keterbatasan lahan. Dengan semakin sempitnya lahan yang tersedia untuk pertanian, sektor ini dituntut untuk mencari solusi inovatif agar produksi pangan tetap bisa memenuhi kebutuhan yang terus meningkat. Ketidakmampuan untuk mengelola lahan secara optimal berpotensi memicu krisis pangan yang dapat berdampak luas pada stabilitas nasional. Oleh karena itu, strategi baru diperlukan untuk mengatasi masalah ini, terutama dalam meningkatkan produktivitas pertanian dengan sumber daya yang terbatas. Hal ini juga disinggung oleh sejumlah penelitian (Balusamy et al., 2023; Fincheira et al., 2021) yang menyatakan bahwa keterbatasan lahan dan peningkatan permintaan pangan adalah dua isu utama yang harus dihadapi oleh banyak negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Selain keterbatasan lahan, sektor pertanian juga dihadapkan pada keterbatasan sumber daya alam, seperti air, pupuk, dan bahan bakar. Ketersediaan air untuk irigasi, misalnya, semakin terbatas akibat perubahan iklim yang mempengaruhi pola curah hujan. Hal ini berdampak pada produktivitas pertanian, terutama di wilayah yang bergantung pada air hujan atau sistem irigasi yang belum optimal. Di sisi lain, penggunaan pupuk kimia yang berlebihan tidak hanya meningkatkan biaya produksi tetapi juga dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, seperti pencemaran tanah dan air. Oleh karena itu, efisiensi penggunaan sumber daya alam menjadi sangat penting dalam mencapai tujuan pertanian yang berkelanjutan.

Dalam menghadapi berbagai tantangan ini, nanoteknologi hadir sebagai solusi yang inovatif dan potensial. Nanoteknologi, yang bekerja pada skala atomik dan molekular, memungkinkan manipulasi material dengan presisi yang sangat tinggi untuk mencapai efisiensi yang sebelumnya sulit dicapai dengan teknologi konvensional. Dengan penerapan nanoteknologi, pertanian dapat meningkatkan hasil produksi tanpa perlu melakukan ekspansi lahan secara besar-besaran. Teknologi ini memberikan berbagai manfaat, mulai dari peningkatan produktivitas tanaman hingga pengurangan dampak lingkungan. Sebagai contoh, penggunaan nano-urea di India telah berhasil meningkatkan produksi tanaman hingga 8%, selain itu juga mengurangi dampak negatif akibat penggunaan pupuk kimia secara berlebihan (Verma et al., 2023). Penggunaan teknologi ini memungkinkan pelepasan nutrisi secara bertahap dan terukur, sehingga nutrisi yang diberikan pada tanaman dapat diserap dengan lebih efektif. Ini sangat berbeda dengan pupuk konvensional, yang sering kali terbuang akibat proses pencucian atau penguapan sebelum sempat diserap oleh tanaman.

Tidak hanya meningkatkan efisiensi pemupukan, nanoteknologi juga berperan penting dalam memperkuat pertahanan tanaman terhadap hama dan penyakit. Salah satu inovasi yang sedang dikembangkan adalah penggunaan nanopartikel perak, yang memiliki sifat antimikroba dan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen pada tanaman. Dengan penerapan teknologi ini, tanaman menjadi lebih tahan terhadap serangan penyakit dan hama, sehingga risiko kerusakan tanaman dapat diminimalkan. Sebagai tambahan, peningkatan ketahanan tanaman ini juga berdampak positif pada hasil panen, karena tanaman yang sehat dan kuat cenderung menghasilkan lebih banyak buah dan biji yang berkualitas tinggi (Verma et al., 2023). Nanoteknologi juga berperan besar dalam upaya perbaikan tanah. Dalam banyak kasus, tanah pertanian telah mengalami penurunan kualitas akibat penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang berlebihan. Penggunaan nanopartikel dalam manajemen tanah, seperti nano-NPK (Nitrogen, Phosphorus, Potassium), dapat membantu memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan efisiensi penyerapan unsur hara oleh tanaman. Dengan adanya pengelolaan tanah yang lebih efisien ini, pertanian dapat berjalan lebih produktif dengan dampak negatif yang lebih kecil terhadap lingkungan. Selain itu, penggunaan nanoteknologi dalam sensor tanah memungkinkan petani untuk memantau kondisi tanah secara real-time, sehingga mereka dapat mengetahui kebutuhan nutrisi tanaman dengan lebih tepat dan dapat memberikan perawatan yang dibutuhkan secara lebih akurat (Bhandari et al., 2023).

Penggunaan teknologi nano dalam sektor pertanian tidak hanya terbatas pada pemupukan dan peningkatan ketahanan tanaman. Teknologi ini juga membantu dalam mengurangi pencemaran tanah dan air akibat penggunaan bahan kimia berlebihan. Dengan penerapan teknologi nano yang lebih ramah lingkungan, sektor pertanian dapat bergerak menuju praktik yang lebih berkelanjutan, yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi tetapi juga berdampak positif bagi kelestarian lingkungan. Secara keseluruhan, dengan memanfaatkan potensi besar nanoteknologi, sektor pertanian dapat beradaptasi lebih baik terhadap tantangan global, seperti keterbatasan lahan, perubahan iklim, serta kelangkaan sumber daya alam. Di masa depan, teknologi ini diharapkan dapat menjadi salah satu pilar utama dalam menciptakan pertanian yang lebih efisien, produktif, dan berkelanjutan.


Nanoteknologi: Masa Depan Pertanian Global

Nanoteknologi pertama kali dikenal dalam sektor teknologi tinggi, seperti elektronik dan medis, namun kini aplikasinya dalam sektor pertanian menjadi semakin umum. Di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, Cina, dan Jepang, nano agriculture telah berkembang menjadi pendekatan yang revolusioner dalam menangani masalah produktivitas pangan. Di Amerika Serikat, nanomaterial seperti nanopartikulat perak digunakan sebagai agen antimikroba dalam melindungi tanaman dari infeksi jamur dan bakteri tanpa merusak ekosistem tanah. Di Jerman, nanopupuk telah diterapkan untuk meningkatkan penyerapan nutrisi tanaman, sehingga menghasilkan panen yang lebih berkualitas dengan penggunaan pupuk yang lebih sedikit.

https://nig.co.id/2021/09/28/nanotechnology-untuk-manfaat-pertanian/
https://nig.co.id/2021/09/28/nanotechnology-untuk-manfaat-pertanian/

Koresponden dari Asian Development Bank melaporkan bahwa penerapan nanoteknologi dalam sektor pertanian telah membawa dampak positif yang signifikan di beberapa negara, termasuk Cina. Salah satu inovasi yang menonjol adalah penggunaan nanopestisida di negara tersebut, yang berhasil mengurangi dampak lingkungan dibandingkan dengan pestisida kimia tradisional. Nanopestisida bekerja dengan cara menargetkan hama secara lebih spesifik dan efektif, sehingga jumlah pestisida yang dibutuhkan dapat dikurangi tanpa mengorbankan tingkat perlindungan tanaman. Teknologi ini memungkinkan pestisida diaplikasikan dalam dosis lebih kecil, tetapi tetap memberikan hasil yang optimal. Hal ini sangat penting dalam upaya mengurangi pencemaran tanah dan air yang sering kali terjadi akibat penggunaan pestisida konvensional dalam jumlah besar. Dengan demikian, nanopestisida tidak hanya meningkatkan efektivitas pengendalian hama, tetapi juga membantu menjaga keberlanjutan lingkungan.

Sementara itu, di India, nanoteknologi diaplikasikan melalui penggunaan nano-silika yang terbukti efektif dalam memperkuat sistem akar tanaman. Sistem akar yang lebih kuat memungkinkan tanaman untuk lebih tahan terhadap berbagai kondisi cuaca ekstrem, termasuk kekeringan, yang sering menjadi ancaman serius bagi produksi pangan di negara-negara beriklim tropis dan subtropis. Dengan adanya nano-silika, tanaman dapat bertahan lebih baik dalam kondisi yang kurang ideal, seperti kekurangan air, sehingga risiko gagal panen dapat diminimalkan. Teknologi ini telah membantu petani India menghadapi perubahan iklim yang semakin tidak terduga, yang sering kali menyebabkan gangguan serius pada siklus pertanian. Selain India dan Cina, beberapa negara berkembang lainnya, seperti Brasil dan Afrika Selatan, juga mulai mengadopsi teknologi nanoteknologi di sektor pertanian. Di Brasil, penerapan nanobiosensor telah membuka peluang baru dalam manajemen pertanian yang lebih canggih. Nanobiosensor memungkinkan petani untuk memantau kondisi tanah dan tanaman secara real-time, memberikan informasi yang sangat akurat mengenai kebutuhan nutrisi tanaman, tingkat kelembaban tanah, dan faktor penting lainnya. Dengan informasi ini, petani dapat membuat keputusan yang lebih tepat dan cepat, seperti kapan harus menyiram tanaman, memberikan pupuk, atau mengambil tindakan pencegahan terhadap hama. Penggunaan nanobiosensor ini tidak hanya membantu meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya seperti air dan pupuk, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan hasil panen. Di Afrika Selatan, adopsi nanoteknologi di sektor pertanian juga mulai berkembang, dengan fokus pada peningkatan produktivitas tanaman di wilayah-wilayah yang terancam oleh kekeringan dan kondisi tanah yang kurang subur.

Nanoteknologi tidak hanya terbukti mampu menyelesaikan masalah produktivitas pertanian, tetapi juga memiliki potensi besar untuk meningkatkan pendapatan di sektor ini. European Nanotechnology Laboratory dalam sebuah studi menunjukkan bahwa penerapan nano agriculture dapat meningkatkan hasil pertanian sebesar 20-30% tanpa perlu memperluas lahan. Ini berarti bahwa petani dapat memperoleh hasil yang lebih besar dengan biaya operasional yang lebih rendah, karena penggunaan nanoteknologi memungkinkan peningkatan efisiensi di setiap tahap produksi, dari pemupukan hingga pengendalian hama. Dengan hasil yang lebih besar dan biaya yang lebih rendah, keuntungan yang diperoleh petani pun dapat meningkat secara signifikan. Selain itu, dalam jangka panjang, penerapan nanoteknologi juga dapat mendorong daya saing produk pertanian di pasar global, mengingat kualitas dan kuantitas hasil panen yang dihasilkan akan lebih tinggi Indonesia, sebagai negara dengan sektor pertanian yang masih menjadi tulang punggung ekonomi bagi sebagian besar penduduk pedesaan, juga memiliki potensi besar untuk menerapkan nanoteknologi di sektor ini. Sektor pertanian di Indonesia menyumbang pendapatan utama bagi sebagian besar masyarakat di wilayah pedesaan, sehingga peningkatan efisiensi dan produktivitas melalui penerapan teknologi nano dapat berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan mereka. Nanoteknologi menawarkan berbagai solusi yang dapat membantu petani lokal meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen, seperti melalui penggunaan nanopestisida untuk mengurangi kerugian akibat serangan hama, atau nano-pupuk yang dapat meningkatkan efisiensi penyerapan nutrisi oleh tanaman. Selain itu, dengan kondisi iklim Indonesia yang rentan terhadap perubahan cuaca ekstrem, teknologi nano-silika yang telah sukses diterapkan di India juga memiliki potensi besar untuk diadopsi guna meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kondisi kering dan panas.

Saat ini, penelitian mengenai penggunaan nanomaterial dalam sektor pertanian mulai dikembangkan di beberapa universitas dan lembaga penelitian di Indonesia. Beberapa institusi akademik telah memulai proyek-proyek penelitian yang bertujuan untuk mengeksplorasi potensi nanoteknologi dalam meningkatkan produktivitas pertanian di tanah air. Namun, meskipun riset ini sudah berjalan, aplikasinya di lapangan masih berada dalam tahap awal. Oleh karena itu, dukungan dari pemerintah sangat diperlukan agar teknologi ini dapat diterapkan secara luas di berbagai daerah pertanian di Indonesia. Dengan adanya kebijakan yang mendukung serta kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan sektor swasta, nanoteknologi memiliki potensi besar untuk membawa perubahan signifikan dalam sektor pertanian Indonesia. Ini tidak hanya akan berkontribusi pada ketahanan pangan nasional, tetapi juga meningkatkan daya saing produk pertanian Indonesia di pasar global. Dengan demikian, nanoteknologi memiliki peran yang sangat penting dalam masa depan pertanian, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Potensi besar teknologi ini untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan keberlanjutan sektor pertanian menjadikannya sebagai salah satu solusi utama dalam menghadapi tantangan global seperti pertumbuhan penduduk, perubahan iklim, dan keterbatasan sumber daya alam. Jika dikembangkan dan diterapkan dengan baik, nanoteknologi dapat menjadi katalis utama dalam menciptakan sistem pertanian yang lebih efisien dan berkelanjutan di masa depan.

Nanoteknologi dalam Pendidikan: Mengintegrasikan ke Kurikulum Merdeka

Untuk mendukung penerapan nanoteknologi di sektor pertanian, diperlukan kesadaran sejak dini di kalangan pelajar mengenai potensi dan manfaat teknologi ini. Oleh karena itu, integrasi nanoteknologi dalam Kurikulum Merdeka menjadi sangat penting. Mata pelajaran seperti Kimia, Fisika, dan Biologi dapat digunakan untuk mengenalkan konsep dasar nanoteknologi kepada siswa. Misalnya, dalam pelajaran Kimia, siswa dapat mempelajari struktur atom serta bagaimana perubahan pada skala nano dapat menghasilkan sifat-sifat baru yang bermanfaat dalam berbagai aplikasi teknologi. Di pelajaran Biologi, konsep nanopestisida dan nanopupuk bisa diajarkan dalam konteks keberlanjutan lingkungan dan efisiensi pertanian.

Nanoteknologi juga bisa diintegrasikan dalam program Profil Pelajar Pancasila (P5). Program ini dirancang untuk mengembangkan karakter siswa yang kritis, kreatif, dan solutif dalam menghadapi tantangan modern. Penerapan nano agriculture dapat menjadi proyek pembelajaran yang memungkinkan siswa memahami bagaimana teknologi digunakan untuk mengatasi masalah lingkungan dan ketahanan pangan. Siswa diajak untuk berpikir lintas disiplin ilmu serta bekerja dalam tim untuk mengembangkan solusi nanoteknologi yang aplikatif dalam bidang pertanian. Untuk mendukung pengajaran nanoteknologi di sekolah dan universitas, perlu dikembangkan buku ajar, website, dan media pembelajaran interaktif. Buku ajar yang menggabungkan teori dan studi kasus dari berbagai negara akan memberikan wawasan mendalam tentang penggunaan nanoteknologi di dunia nyata. Sementara itu, media pembelajaran digital seperti simulasi dan video interaktif dapat membantu siswa lebih memahami bagaimana nanomaterial bekerja dan diterapkan di berbagai sektor, termasuk pertanian.

guruinovatif.id
guruinovatif.id

Penerapan Pembelajaran Nanoteknologi di Beberapa Negara

Negara-negara maju seperti Jerman, Jepang, dan Korea Selatan telah berhasil mengintegrasikan konsep nanoteknologi dalam kurikulum pendidikan mereka. Di Jepang, misalnya, siswa diperkenalkan dengan dasar-dasar nanoteknologi melalui eksperimen laboratorium yang sederhana. Dalam kegiatan ini, siswa diajarkan untuk mengukur partikel nano serta mengamati perubahan sifat material pada skala yang sangat kecil, yang merupakan inti dari pemahaman tentang nanoteknologi. Di Korea Selatan, pembelajaran nanoteknologi disisipkan dalam program STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics), yang dirancang untuk mengasah keterampilan kritis dan inovatif siswa. Pendekatan ini bertujuan untuk mempersiapkan mereka menghadapi tantangan industri di masa depan yang semakin mengandalkan teknologi canggih. Sementara itu, di Australia, nanoteknologi telah menjadi bagian integral dari program pendidikan tinggi, terutama dalam bidang agrikultur dan bioteknologi. Mahasiswa diberikan kesempatan untuk langsung belajar bagaimana teknologi nano ini dapat diterapkan dalam industri, terutama dalam sektor pertanian dan kesehatan.

Untuk mendukung pengembangan pembelajaran nanoteknologi di Indonesia, diperlukan strategi pengajaran yang bersifat interdisipliner. Siswa tidak hanya harus belajar teori, tetapi juga bagaimana ilmu kimia, biologi, dan fisika berinteraksi dalam aplikasi praktis nanoteknologi. Salah satu contohnya adalah dengan mengeksplorasi bagaimana teknologi ini dapat diterapkan di sektor pertanian. Siswa bisa diajak untuk melakukan kegiatan laboratorium atau proyek penelitian kecil yang menyoroti penggunaan nanoteknologi dalam dunia nyata, seperti dalam simulasi uji coba nanopestisida. Dalam simulasi ini, siswa dapat mempelajari bagaimana nanopestisida bekerja lebih efektif dalam mengendalikan hama tanpa menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.

Nanoteknologi dalam sektor pertanian telah membuka banyak peluang baru dengan menggunakan beragam nanomaterial yang memiliki fungsi spesifik. Sebagai contoh, nano-zat besi dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas tanah dengan menyediakan nutrisi tambahan yang lebih mudah diserap oleh tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh lebih sehat dan kuat. Selain itu, nano-perak telah dikenal memiliki sifat antimikroba, sehingga dapat melindungi tanaman dari infeksi patogen yang dapat menghambat pertumbuhan. Nanokarbon juga merupakan salah satu terobosan yang menarik, di mana teknologi ini memungkinkan pengembangan sensor yang lebih canggih dan efisien untuk memantau kondisi tanah secara real-time. Dengan adanya sensor berbasis nanoteknologi ini, petani dapat mengetahui kondisi tanah dan kebutuhan nutrisi tanaman dengan lebih akurat, sehingga dapat membuat keputusan yang lebih tepat dalam mengelola lahan mereka.

Berbagai aplikasi nanoteknologi di sektor pertanian sudah mulai diterapkan di banyak negara, di antaranya adalah penggunaan nanopestisida, nanopupuk, dan nanobiosensor. Nanopestisida dikenal lebih efektif dalam membasmi hama tanpa menimbulkan efek samping yang berbahaya, baik bagi manusia maupun lingkungan. Hal ini menjadikan nanopestisida sebagai solusi yang lebih aman dan ramah lingkungan dibandingkan pestisida konvensional. Sementara itu, nanopupuk dapat membantu meningkatkan efisiensi penyerapan nutrisi oleh tanaman, yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil panen dengan penggunaan pupuk yang lebih sedikit. Penggunaan nanobiosensor juga telah memperkenalkan cara baru dalam memantau kesehatan dan kebutuhan tanaman. Dengan teknologi ini, petani dapat mengetahui secara tepat kapan dan berapa banyak air atau nutrisi yang diperlukan oleh tanaman, sehingga efisiensi penggunaan sumber daya pun dapat meningkat.

Namun, di balik semua manfaat tersebut, penting untuk memastikan bahwa penggunaan nanoteknologi dalam sektor pertanian tetap mematuhi standar keamanan yang ketat. Nanomaterial yang digunakan harus aman bagi lingkungan dan manusia, serta bersifat biodegradable agar tidak meninggalkan residu berbahaya setelah digunakan. Di samping itu, regulasi internasional mengenai penggunaan nanoteknologi dalam sektor pangan harus diikuti dengan ketat untuk memastikan bahwa setiap aplikasi teknologi ini benar-benar ramah lingkungan dan tidak menimbulkan risiko jangka panjang bagi ekosistem maupun kesehatan manusia. Dengan adanya regulasi yang ketat dan implementasi yang hati-hati, nanoteknologi dapat menjadi alat yang sangat berguna dalam menciptakan pertanian yang lebih berkelanjutan dan produktif di masa depan.

Daftar Pustaka
Balusamy, S. R., Joshi, A. S., Perumalsamy, H., Mijakovic, I., & Singh, P. (2023). Advancing sustainable agriculture: a critical review of smart and eco-friendly nanomaterial applications. Journal of Nanobiotechnology, 21(1), 372. https://doi.org/10.1186/s12951-023-02135-3
Bhandari, G., Dhasmana, A., Chaudhary, P., Gupta, S., Gangola, S., Gupta, A., Rustagi, S., Shende, S. S., Rajput, V. D., Minkina, T., Malik, S., & Slama, P. (2023). A Perspective Review on Green Nanotechnology in Agro-Ecosystems: Opportunities for Sustainable Agricultural Practices & Environmental Remediation. Agriculture (Switzerland), 13(3). https://doi.org/10.3390/agriculture13030668
Fincheira, P., Tortella, G., Seabra, A. B., Quiroz, A., Diez, M. C., & Rubilar, O. (2021). Nanotechnology advances for sustainable agriculture: current knowledge and prospects in plant growth modulation and nutrition. Planta, 254(4), 66. https://doi.org/10.1007/s00425-021-03714-0

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun