Judul di atas adalah mewakili perasaan saya saat ini, yang pada pemilu lalu memilih Golput. Beberapa status saya di wall facebook juga mengatakan demikian. Padahal, lima tahun yang lalu, saya memilih salah satu partai yang notabene mayoritas orang yang ngaji. Saya tak akan sebutkan partai apa itu, Anda bisa menduganya sendiri. Partai apa yang mayoritas laki-lakinya berjenggot? Nah, itu dia.
Saya disini tidak akan membicarakan partai yang mayoritas orangnya berjenggot. Tetapi saya sebagai golputer ingin menyampaikan beberapa alasan, yang masuk akal ataupun tidak masuk akal.
Alasan yang masuk akal
Pertama, adalah hambatan komunikasi antara pengurus RT dilingkungan saya dengan warga baru yang datang dari tempat lain. Sehingga sosialisasi pelaporan dan pendataan pemilih tidak dilakukan. Dan hanya terbatas warga yang memiliki KPT setempat saja. Padahal, di tempat saya tinggal, banyak kos-kosan yang hampir semuanya adalah pendatang. Dan tentu saja, memiliki KTP daerah lain. Di satu gang saja ada sekitar empat buah tempat kos yang rata-rata memiliki empat kamar. Jika semua warga kos itu sudah berkeluarga, maka ada sekitar 32 orang yang tidak memilih di satu gang saja. Dari satu RT mungkin lebih. Inilah mungkin yang menjadi penyebab lebih dari 30% GOLPUT. Jadi mereka terpaksa menjadi GOLPUT karena tidak ada kesempatan memilih, karena tidak ada surat panggilan memilih dari RT setempat.
Kedua, adalah Sistem Pemilihan Calon Legislatif. Mengapa sistem pemilihan dan penyeleksian calon legislatif saya kritisi. Ada beberapa alasan saya, diantaranya adalah :
- Kapasitas dan kemampuan dari calon legislatif yang kurang memadai. Hal ini jelas terlihat ketika kampanye. Tidak semua caleg memiliki program yang jelas, dan untuk apa dia dipilih.
- Visi dan Misi dari caleg yang masih lemah.
- Kebanyakan hanya mengandalkan setoran uang berlimpah untuk biaya kampanye. Padahal, ini bukan syarat mutlak yang bisa meloloskan seseorang untuk jadi dewan legislatif.
- Tidak ada seleksi moral. Padahal hal ini sangat diperlukan ketika nanti mereka menjadi anggota dewan.
Alasan yang tidak masuk akal
Tidak masuk akal disini adalah karena alasan tersebut berhubungan dengan keyakinan saya sebagai seorang muslim. Saya bukan sok alim, sok suci atau sok apa lah. Terserah penilaian dari pembaca sekalian, maklum atau tidak akan alasan saya ini.
Mengapa saya tidak ikut memilih juga didorong oleh beberapa hal, diantaranya adalah :
- Demokrasi adalah sistem batil. Bagaimanapun juga, demokrasi adalah bertentangan dengan budaya Indonesia yang mengutamakan musyawarah mufakat. Nanti akan saya jelaskan di sub bahasan dibawah, bagaimana seharusnya Demokrasi Pancasila itu.
- Jangan memilih orang yang minta dipilih. Hal ini sesuai dengan mahfum hadits Nabi SAW yang berbunyi, "Janganlah kamu memilih pemimpin yang memang ingin dirinya dipilih, karena suatu urusan akan rusak bila diserahkan kepada yang bukan ahlinya."
- Kebanyakan yang mencalonkan anggota dewan, motivasinya adalah Uang.
Nah, itulah beberapa alasan, mengapa pemilu kali ini saya tidak memilih calon legislatif.
Demokrasi Pancasila
Melihat praktek demokrasi yang terjadi di Indonesia saat ini. Menurut saya semakin jauh dari tujuan Undang-undang Dasar 1945 yang menginginkan sebuah demokrasi yang unik, yang berasal dari kebudayaan Indonesia yang sudah mengakar ratusan, bahkan ribuan tahun. Jangankan UUD 1945, Pancasila sila keempat, "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan."
Adakah semua rakyat kita sudah paham tentang sila ke empat tersebut? Jangan-jangan Anda sekalian sudah lupa? Kata kunci dari sila keempat tersebut adalah "Kebijaksanaan dalam permusyawaratan". Artinya, negara ini dirumuskan melalui sebuah musyawarah dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moral yang sudah ada semula jadi pada bangsa ini, yakni gotong-royong.
Gotong-royong inilah yang mulai hilang dari masyarakat kita. Semakin hari kita lihat manusia Indonesia makin individualistis dan hanya mementingkan diri dan golongannya saja. Kepentingan rakyat luas yang lebih mayoritas sedikit sekali dipikirkan. Lalu bagaimanakah kita mengamalkan Demokrasi yang Pancasila itu?
Apakah Anda pernah membaca sejarah berdirinya republik ini? Bagaimana dahulu BPUPKI membentuk sebuah landasan dan falsafah negara ini (baca disini : http://blog-thelounge.blogspot.com/2009/08/sejarah-pembentukan-bpupki.html) ?
Perhatikan saat pembentukan dasar negara ini. Mereka adalah orang-orang yang berkompeten dibidangnya dan memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi. Tidak ada partai apa pun ketika itu. Tidak ada ambisi pribadi ketika itu. Yang ada adalah bagaimana bangsa ini merdeka dari penjajahan dan menjadi negara yang bermartabat.
Bukannya saya membela Orde Baru, tetapi ada beberapa kebaikan dari masa Order Baru yang patut kita tiru dan dilanjutkan, yakni :
- Perumusan GBHN (Garis-garis Besar dalam Haluan Negara). Dalam hal ini, pemerintahan selepas Suharto tidak atau belum memiliki garis-garis besar dalam keperintahaannya. Sehingga arah pembangunan fisik/non fisik menjadi tidak jelas.
- REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun). Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, perencanaan yang matang dengan mengedepankan karakter dan asal usul bangsa sangat diperlukan pada langkah berikutnya. Ini yang tidak dimiliki oleh pemerintahan setelah Suharto.
- Sosialisasi program pembangunan seperti GBHN dan Repelita yang menyentuh sampai lapisan bawah masyarakat, bahkan disekolah-sekolah diajarkan melalui program P4 (Program Pendidikan dan Penghayatan Pancasila)
- Sadar akan kultur budaya Indonesia. Hal ini tercermin bagaimana Suharto mencanangkan Indonesia sebagai Negara Agraris. Lebih mengutamakan petani daripada tengkulak, sehingga harga pangan menjadi lebih murah. Ingat! Saat ini dan masa yang akan datang, "Siapa yang menguasai pangan, dia akan menguasai dunia". Masa-masa bulan madu teknologi sudah mulai habis. Hal ini terlihat dari dampak dari teknologi maju yang semakin hari semakin menggerus rasa kemanusiaan. Dan kecenderungan kita menjadi negara kapitalis. Akhirnya, sekarang kita pun terjajah secara Ekonomi.
Untuk itu, bagi pemerintahan mendatang (siapa pun itu), pembangunan hendaklah kembali ke akar budaya Indonesia, yakni pertanian. Jadikan pertanian sebagai primadona di negeri ini, sehingga orang-orang desa tidak beramai-ramai menjadi TKI/TKW, yang mana hal itu (manjadi TKI/TKW) itu meruntuhkan martabat kita sebagai negara berdaulat dan merdeka.
Bagi calon presiden dan wakil presiden, sampaikanlah visi dan misi anda dengan jelas. Untuk memajukan negeri ini, dan bukan untuk meningkatkan elektabilitas partai Anda. Ingat! Anda di amanahkan 200 juta lebih manusia, yang nanti akan menuntut Anda. Bukan hanya di dunia, bahkan di akhirat Anda akan menjadi manusia yang hina dina dan di hunjam ke neraka jahannam (bila Anda adalah orang beriman).
Wallahu a'lam bishowab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H