Mohon tunggu...
Sony Swangga
Sony Swangga Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kebohongan Kampanye Politik di Social Media

30 Mei 2016   16:46 Diperbarui: 30 Mei 2016   17:35 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Audiens berperan sebagai akun garis keras. Mereka lebih agresif dalam menangani posting yang dianggap atau berpotensi menjatuhkan calon yang diusung. Sebut saja "si Galak". Mereka menanggapi dengan sinis setiap posting tanpa mempedulikan tanggapan mereka realisitis atau tidak. Meskipun ada real audiens yang netral ataupun dari kubu lawan dengan statement kritis, mereka dapat menanganinya dengan baik. 

Mereka menggunakan karakter dasar social media dimana statement mereka yang lebih banyak dapat menutup beberapa posting kritis real audiens. Dengan kata lain, kecil kemungkinan statement kritis real audiens dapat dibaca real audiens lain jika posting si Galak jumlahnya lebih banyak. Pada skenario ketiga ini, perannya jauh lebih banyak dan lebih sering dimainkan.

Baik si Lugu, si Pintar maupun si Galak, mereka tetaplah satu kesatuan. Mereka adalah tim yang solid yang siap "berperang" dengan tim milik kubu lawan. Kita juga sangat sulit menyadari yang mana real audiens maupun fake audiens.

Tahap 3

Memperbanyak akun "official"

Pada tahap ini, timses memperbanyak akun resmi yang pada kenyataannya adalah fake juga. Contohnya calon yang diusung bernama Budi yang mencalonkan diri sebagai Presiden. Maka yang akan kita temui adalah akun-akun bernama "Relawan Budi", "Pendukung Budi", "Teman Budi", "Sahabat Budi", "Budi for President", dan lain sebagainya. Terkadang juga menggunakan nominal seperti "100 Juta Rakyat Mendukung Budi", dan lain sebagainya. Semua akun official yang dibuat tentunya sudah terlebih dahulu dihuni oleh ratusan atau bahkan ribuan fake audiens.

Tujuannya memperbanyak akun official ini adalah demi menciptakan persepsi bahwa si Budi memiliki pendukung yang sangat banyak di social media.

Tahap 4

Fake Black Campaign 

Setiap kampanye politik tidak lepas dengan yang namanya black campaign (kampanye hitam). Black campaign pada dasarnya bertujuan untuk menjatuhkan kubu lawan dengan menggunakan berbagai konten yang membuat Kebohongan Politik di Social Media percaya dan membenci target black campain. Namun logika tersebut kemudian sengaja dibalikkan dengan mentargetkan diri sendiri. Ini yang paling berbahaya dari metode black campaign.

Loh, kok? Kenapa harus menyerang diri sendiri? Bukannya malah merugikan? Justru sebaliknya. Timses melakukan black campaign terhadap calon yang diusung dengan tujuan mendapat simpati dari real audiens yang seakan-akan kubu lawan "bermain kotor". 

Beragam isu "murahan" diangkat sebagai tema black campaign dimana kebanyakan orang tidak percaya isu tersebut, bahkan membenci si pembuat isu tersebut. Contoh isu murahan yang seringkali digunakan antara lain adalah isu yang berbau ras maupun agama. Contohnya, timses A membuat isu yang terkesan timses B menyerang timses A, "Jangan pilih pemimpin A yang berdarah Cina, negro dan arab". Pernyataan tersebut kemudian dibantah banyak fake audiens A ( dari pihak yang sama) membela timses A dengan menyebutkan "Jangan pilih pemimpin B karena pemimpin B itu rasis dan suka fitnah". Proses ini kemudian disaksikan oleh real audiens yang simpati kepada timses A dan membenci timses B. Padahal, kenyataannya timses B tidak pernah melakukan tindakan apapun.

Maka jangan heran kalau kita sering menemukan fanatik-fanatik agama dan ras berkeliaran dengan isu murahan yang pasti kita tidak mudah percaya. Kita menganggap kubu yang menjadi black campaign adalah korban yang harus kita bela. Meskipun pada kenyataannya isu kelompok fanatik itu sengaja dibuat oleh si korban. Pada proses akhir, dengan atau tanpa kita sadari, kita akan menjadi si Lugu, si Pintar, atau bahkan si Galak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun