Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Di Indonesia Ada Dua Syarat Bebas dari Hukuman: Sopan dan Kooperatif

24 Januari 2022   21:40 Diperbarui: 28 Januari 2022   18:21 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : Kumparan.com, Fotografer: Ronny

Dari dua permasalahan diatas, apa pelajaran sosial yang bisa kita maknai? Ternyata di Indonesia, ada dua syarat bebas dari hukuman yaitu sopan dan kooperatif. Fakta ini kemudian seolah ingin membuktikan bahwa Kalau Anda Sopan Kami Segan.

Tadi pagi saya membuka instagram, tujuannya sih buat cari bahan lawakkan. Yah kali aja, para konten kreator yang bergerak dibidang seni dan gelak tawa punya bahan buat mengocok perut saya yang sudah kenyang dengan sarapan beberapa buah pisang goreng dan secangkir kopi. Namun kenyataan berkata lain.

Saat jempol tangan kanan membuka aplikasi tersebut, timeline saya malah viral dengan sebuah pemberitaan  yang berjudul, polisi tidak jadi menilang gerombolan mobil mewah yang membuat kecametan disalah satu tol di Jakarta. Sontak saya kaget dan kemudian buru-buru untuk membuka kanal berita. Ketawanya saya tunda dulu. Lebih memilih untuk fokus mengapa peristiwa tersebut bisa terjadi.

Bukan untuk apa-apa, saya ingin memastikan apa alasan Polantas setempat tidak menghukum para biang kerok kemacetan yang sebenarnya jelas-jelas melanggar peraturan. Mungkin saja berita itu hoaks atau pembuat konten salah ketik. Cus, instagram ku tutup, kompas.com dan kanal yang lain ku buka.

Dari berita yang saya baca, nampanknya akun yang memuat berita tersebut tidak salah ketik maupun clickbait. Pada intinya, para rombongan mobil mewah ini tidak dikenakan sanksi tilang dan dibebaskan dari hukuman. Berikut penjelasan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan :

"Petugas PJR hanya melakukan tindakan teguran sebagai bentuk edukasi kepolisian kepada masyarakat khususnya kepada kepada pengemudi tersebut karena sikap pengemudi mobil mewah tersebut kooperatif."

Kasus ini menjadi bahan perbincangan publik. Saya pun sedikit terusik dengan keputusan kepolisian tersebut. Sebenarnya bukan untuk apa-apa, toh saya juga tidak mengalami kerugian apa-apa bila mereka ditilang atau tidak ditilang. Namun femonena ini akan menjadi sebuah tolak ukur yang negatif terhadap penegakkan hukum di Indonesia.

Sejauh mata melihat, kita sebenarnya bukan pertama kali ini melihat penindakan hukum yang tidak proporsional. Kemarin sebenarnya hal yang serupa sudah terjadi. Kita masih ingat dengan kasus Rachel Vennya dan Gaga Muhammad. Keputusan para penegakkan hukum dirasa tidak adil oleh sebagian besar masyarakat yang menunggu palu keadilan agar berjalan seimbang.

Dalam perjalannya, kita malah disuguhkan oleh hasil yang jauh dari ekspektasi. Kasus Rachel Vennya misalnya. Para pembaca bisa membuka kembali sejarah perjalanan kasusnya. Saat itu, hakim hanya memberikan putusan  pidana masing-masing selama 4 bulan dengan ketentuan hukuman tersebut tidak perlu dijalani, kecuali apabila di kemudian hari dengan putusan hakim diberikan perintah lain atas alasan terpidana sebelum waktu percobaan selama 8 bulan berakhir telah bersalah melakukan suatu tindakan pidana, dan denda masing-masing-masing denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan.

Hakim mengatakan sikap Rachel dkk yang terus terang mengakui perbuatannya dan tidak berbelit-belit saat diperiksa itu menjadi hal meringankan Rachel dkk. Rachel juga dinilai sopan serta, saat pulang dari AS, hasil tes COVID Rachel menunjukkan negatif. Mari memberi warna tebal (bold), huruf miring (italic) dan garis bawah (underline) pada kata Sopan.

Itu yang pertama, lalu yang kedua adalah kooperatif. Dengan dalih kooperatif, rombongan mobil mewah yang mengambil foto dijalan tol Andara tidak ditilang. Konteksnya sama dan Kepolisian setempat berdalih dengan alasan yang buat kita tertawa dan menari-nari diatas negara yang mengaut keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dari dua permasalahan diatas, apa pelajaran sosial yang bisa kita maknai? Ternyata di Indonesia, ada dua syarat bebas dari hukuman yaitu sopan dan kooperatif. Fakta ini kemudian seolah ingin membuktikan bahwa Kalau Anda Sopan Kami Segan.

Yang selanjutnya timbul adalah sebuah tanda besar. Apakah cukup dengan sopan dan kooperatif orang bisa bebas dari sanksi dan denda? Lalu apakah  keputusan tersebut bisa juga berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia? Jika sudah begini mohon Pak Joko dijawab, waktu dan tempat dipersilahkan, "Dikesempatan yang berbahagia ini saya ingin mengatakan, sabarrrrrr!!!!!!".

Nah disinilah letak permasalahan bangsa kita. Kadangkala dinamika dunia penegakkan hukum dinegara +62 benar-benar belum objektif tetapi masih ada yang mengarah ke subjektifnya. Saat sebuah kasus besar terjadi, dan masyarakat banyak menantikan keadilan, kita malah disuguhkan sebuah putusan yang terbilang cukup sulit untuk dimengerti.

Kasus Rachel Vennya misalnya, doi sudah jelas terbukti menyuap dan kabur dari karantina. Sanksinya yang ia terima boleh dibilang sangat ringan dan boleh dikata itu seperti bukan hukuman.  Pada titik ini publik dibuat kecewa dengan putusan pengadilan.

Disaat orang lain dipaksa untuk duduk diam dirumah karena pandemi, sekelompok selebgram malah liburan keluar negeri. Lalu pulang, menabrak aturan karena merasa punya uang dan jaringan untuk membuat segalanya mudah. Menurut saya, wajar bila masyarakat  geram dengan ketimpangan yang terjadi.

Konteksnya sama dengan para penunggang mobil mewah yang baru-baru ini viral. Saya terlalu yakin bila para orang berduit ini pasti tahu aturan. Mereka jelas dan terbukti bersalah, tapi karena kooperatif meraka malah  dibebaskan dari hukuman. Orang kemudian menyimpulkan, apakah karena mereka itu lingkarannya Sultan lalu yang terjadi mereka jadi kebal sama hukuman?

Sopan dan kooperatif bisa kita terjemahkan sebagai logika logis yang digunakan oleh para penegak aturan kita yang bekerja dijalan maupun didalam ruangan. Sudah sepatutnya kita juga mengapresiasi kerja-kerja mereka yang sudah membuat publik bangga. Tidak menunggu waktu lama, sopan dan kooperatif mungkin akan memiliki saudara baru atau kalimat turunan lainnya. Misalnya khilaf, baik hati dan rajin menabung.

Lalu kembali keaktivitas saya yang awalnya ingin mencarai bahan lawakan buat tertawa. Seusai membaca keterangan dari berita diatas, saya sampai pada kesimpulan bahwa ini adalah sebuah lawakkan dipagi hari. Layak dan patut untuk kita tertawai.... 

Walau terlambat untuk ketawa, saya tetap tertawa terbahak-bahak menertawakan peristiwa ajaib dinegara ini. Hahah lucu juga yah kita, ternyata hanya bermodal sopan dan kooperatif, sanksi bisa diringankan sekaligus dihilangkan. Oh begitu yah cara maiinnnya...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun