Jika kemarin, AHY menyebut istana terlibat, mengapa hari ini malah menyatakan yang sebaliknya? Apakah ini gimmick politik atau memang gerakan politik AHY yang terlalu grusa-grusu?
Dalam laman tempo.com, AHY mengatakan bahwa :
"Saya sudah mendapatkan sinyal bahwa Bapak Presiden tidak tahu-menahu tentang keterlibatan salah satu bawahannya itu. Ini hanya akal-akalan kelompok GPK-PD (Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat) untuk menakut-nakuti para kader."
Mencermati pernyataan dari AHY, saya hanya bisa tepuk jidat. Ternyata selama ini permasalahan yang terjadi di Partai demokrat memang adalah persoalan internal. Lalu mengapa AHY harus grusa-grusu melakukan siaran pers dan mencatut nama istana segala?
Gerakan politik yang AHY dan para pembantunya lakukan tentu sebuah keblunderan fatal. Selain gagal mencerminkan kualitas seorang pemimpin, AHY juga mempertontokan sebuah manajerial yang keliru. Kesan yang ditimbulkan pun akan berkonotasi negatif kepada AHY.
Riak-riak politik yang dilakukan oleh PD merupakan untaian bentuk gerakan politik yang berbahaya. Arah partai politik pun tidak jelas kemana. AHY yang sudah kebablasan dalam menyebut persetujuan istana terhadap kudeta  yang akan dilakukan oleh Moeldoko akan membawa irisan yang berkepanjangan.
Setelah puas  membawa Jokowi dalam panggung penuh sandiwara ini, entah siapa lagi yang akan disebut oleh AHY. Alangkah lebih baik, bila seorang AHY mengucapkan permohonan maaf dan terimakasihnya kepada Presiden.
AHY yang baru masuk kedalam lingkaran politik harus lebih sering mawas diri. Politik melibati banyak hal ketika ia dijalankan. Jangan sampai kebablasan seperti ini. Setelah mendengung lalu urung untuk menyadur.
Jalan politik AHY masih terlalu muda. Jika dibandingkan dengan adiknya Ibas ataupun Puan, AHY belum memiliki pengalaman apa-apa yang akan membuatnya naik terbang. Mengandalkan nama besar orang tua tak akan cukup membuat karir anda hebat bung. Oleh karena itu, hindari ribut-ribut politik apalagi sampai berurusan dengan istana. Ibarat pepatah, jika kail panjang sejengkal, jangan laut hendak diduga.
Tabik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H