Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Sekali Lagi, dari Rachel Vennya Kita Belajar

4 Februari 2021   11:50 Diperbarui: 7 Februari 2021   01:42 1837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Roman-romannya, Rachel Vennya (RV) masih menjadi trending yang masih hangat untuk kita tuliskan. Sudah 5 hari bos, Rachel Vennya menjadi bahan perbincangan peserta didik  (baca: netizen) dikelas virtual. Kali ini apalagi yah yang diomongkan oleh peserta didik tentang RV.

Saking hangatnya, topik isu kudeta yang dialami oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) pun luput dari pandangan netizen. Padahal kasusnya nyaris sama loh. Sama-sama mengalami kepahitan dalam sebuah hubungan. Mengapa luput? Entahlah.....

Sebelum jumlah  kata bertambah banyak, sebelum kalimat berbaris panjang, izinkan  saya terlebih dahulu memohon ampun kepada Bapak Krishna, atas ketidaksopanan saya yang sudah menimpali tulisan beliau yang berjudul  Dari Rachel Vennya Warganet Belajar. Berikut linknya, silahkan dibaca.

Bukan maksud hati menimpali pak, tapi isu ini sekali lagi sayang untuk dilewatkan. Bila isu ini terus dibiarkan, peserta didik kita malah akan semakin anteng dan mereka akan lupa tugas dan tanggung jawab mereka sebagai murid diruang kelas virtual. Heheh

Memang kenapa lagi sih dengan RV? Kehidupan pribadi orang kok terus terus diberitakan, dirunjingkan hingga dijadikan tagline yang unfaedah sama sekali. Nah itulah pertanyaan saya kepada peserta didik . Coba peserta didik memberikan jawaban, agar diskusi tidak berjalan satu arah.

Peserta didik pun menjawab :

"Dari Rachel Vennya kita belajar Pak, kalau pacaran lama itu tidak menjamin hubungan akan berjalan panjang, kekal hingga maut memisahkan. Apalagi banyak tukang tikung dimana-mana. Jadi, yah hati-hati aja pak sama pasangannya."

Ah jawabanmu bagus juga yah. Siapa nama kamu?

"Nama saya Moel pak."

Eh Moel yang mau kudeta itu yah?

"Bukan pak. Nama lengkap saya Moelyanto. Yang bapak maksud itu Moel.... yang pakai lencana didada. Saya lencana dicanda..."

Ahh mantap.

Sungguh luar biasa bin ajaib para siswa kita hari ini Pak Krishna. Mereka sepertinya sudah kerasukan rohnya Tere Liye atau Mba Dee. Kok bisa-bisanya mereka mampu merangkai kata yang sebijak itu. Kemampuan kognitifnya sangat-sangat bagus.

Kira-kira darimana yah datangnya inspirasi para peserta didik, sehingga kok semau-maunya menyimpulkan sesuatu yang mereka sendiri tak tahu fakta dan kebenarannya. Kalau kata Pak Krishna sih, para peserta didik kita ini menerapkan pola pemelajaran semerta, yakni kesadaran yang muncul tiba-tiba tatkala berhadapan dengan masalah. Mungkin juga pemelajaran observasional, yakni proses belajar dan mempelajari cukup dengan mengamati dari dekat atau jauh.

Pliis lah bos (peserta didik), kasus RV itu bukan masalah baru dan bukan masalah Lu.  Jangan menambahinya dengan embel-embel yang tak perlu. Apalagi dengan membumbuinya dengan kata bijak. Syukur kalau kata bijak mu bagus, lah kalau jelek dan ngga mutu, jatuhnya kan malah menghina orang.

Sejujurnya, ada rasa ketidakadilan diruang kelas virtual ini. Mengapa RV yang punya masalah, kok rang-orang yang belajar. Apakah mereka akan mengikuti ujian sehinga harus belajar? Atau apakah mereka kekurangan materi pelajaran sehingga harus Dari Rachel Vennya kita belajar.

Badai kencang yang berhembus dari tokoh atau artis memang bagus untuk dijadikan pelajaran hidup. Tapi ada batasnya juga bos. Persoalan hidup tiap manusia itu berbeda karena berangkat dari kondisi yang berbeda pula. Kondisi inilah yang sepertinya tidak akan bisa dan tidak akan mampu kita rasa sebab hanya RV dan pasangannya yang merasakan.

Bila kamu ingin belajar, cukuplah pelajaran itu bagi diri kamu sendiri, tak perlu sesumbar menjadi guru diruang kelas publik. Cukuplah dirimu menyerupai pantun ini, Kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu.

Yang dialami RV itu memang perih. Kita sebagai orang  yang menyaksikannya haruslah menjadi penonton yang bijak. Menagislah ketika adegan film itu sedih. Tertawa lepaslah ketika adegannya menghibur. Jangan menjadi penonton yang absurd.

Para peserta didik kelas nusantara memang aneh bin ajaib, sangat-sangat out of the box. Coba bayangkan bila hubunganmu sama seperti yang dialami oleh RV. Apa yang akan peserta didik lakukan bila kamu sedang jatuh lalu ditimpali dengan tangga dari orang?. Tentu sedihnya akan berkepanjangan.

Pada titik ini, kedewasaan peserta didik sangat dibutuhkan. Mari menjadi cerdas dengan melihat persoalan. Mari jangan mencampuri urusan pribadi orang. Bila RV itu adalah orang yang kamu kenal, tolong sampaikan kata-kata yang menguatkan kepadanya. Jangan menjadikannya bahan julid karena itu sama sekali tak ada untungannya.

Saya ingin mengatakan bahwa, ayolah netizen, stop menjadi mahaguru bila kamu belum tahu. Jangan menyiram bensin ketika rumah orang sedang terbakar. Bila ia sedang dalam masalah, kuatkan. Bantulah ia dengan dukungan moral seperti yang seharusnya RV terima. Dan jangan mengoroti lini masa media dengan pesan-pesan yang unfaedah.

Dear Pak Krishna, maaf sudah menceramahi para peserta didik hari ini. Bila tulisan Anda dan tulisan saya ini belum membawa peserta didik kita membuka khazanah berpikirnya, semoga ada penulis lain yang bisa melanjutkan tongkat estafet kita Pak.  Saya doakan, semoga tulisan-tulisan Anda bisa mendewasakan para peserta didik diwaktu-waktu yang akan datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun