Selanjutnya pada tahun 2019, nama AHY kembali kearena politik, setelah dikukuhkan sebagai Ketua Kogasma (Komando Satuan Tugas Bersama). Kogasma bertujuan untuk fokus pada kemenangan partai diarena politik nasional melalui Pilpres Pileg. Hasilnya?
 Suara partai demokrat pada kontestasi politik 2019 turun. Mengutip laman kompas.com, dalam pemilu 2019, KPU menyatakan Partai Demokrat meraih 10.876.507 suara (7,77 persen). Suara demokrat bisa dibilang anjlok jika dibandingkan dengan perolehannya pada 2014 yang mencapai 10,9 persen atau 12.728.913 suara. Turunnya perolehan suara ini juga membuat partai demokrat terlempar dari posisi lima besar.
Kenyataan pahit tersebut sangat berdampak besar kepada eksistensi partai. Anjloknya suara merupakan salah satu pertanda bahwa posisi partai sedang dalam kondisi yang tidak baik. Oleh karena itu dibutuhkan sosok atau figur yang mampu membawa PD kelima besar atau bahkan tiga besar partai dengan suara nasional yang melimpah. Lantas, apakah AHY mampu mendongkrak suara-suara yang telah hilang tersebut?
Itulah pertanyaan besar yang membuat beberapa kader partai bahkan mantan anggota partai, diberitakan ingin mengkudeta posisi AHY melalui KLB (Kongres Luar Biasa).
Mengutip laman kompas.com ada lima nama yang disebut-sebut ingin menggulingkan tahta kekuasaan AHY, yaitu Marzuki Alie (pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat ditahun 2013-2015, kemudian juga Dewan Pembina Partai demokrat tahun 2010-2013), Muhammad Nazaruddin (Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat), Jhoni Allen (Anggota DPRI RI Fraksi Demokrat), Darmizal (wakil ketua komisi pengawas partai demokrat), dan terakhir ialah Moeldoko yang sekarang menjabat sebagai Kepala KSP Presiden Joko Widodo.
Kelima nama di atas diisukan terlibat dalam operasi bawah tanah tersebut, bahkan Presiden Joko Widodo pun ikut terseret dalam kasus yang tak sedap ini.Â
Kembali kepada pertanyaan besar diatas, mampukah AHY mampu memperbaiki institusi secara kedalam sekaligus keluar untuk memperbaiki modal dasar. Tentu saja bisa, namun tidak semudah membalikan telapak tangan. AHY bukanlah SBY yang pernah digandrungi dan dicintai oleh rakyat. AHY bukanlah SBY yang mampu merebut tahta kuasa dengan kharisma dan agenda politiknya.
SBY adalah mantan presiden yang lahir dari bawah. Ia benar-benar memulai langkah karir politiknya dari tak ada sama sekali hingga bisa memimpin negara ini dua kali. Â Prestasi hebat yang dihasilkan oleh aksi politik SBY memang luar biasa.
Lembaran sejarah mencatatkan bahwa, kala itu PD adalah partai pendatang baru. Namun popularitas SBY mampu membawa partai ini, naik tinggi. Alhasil, PDIP dan barisan partai lain dibuat patah hati karena capain yang sangat fantastis oleh PD.
Kepiawaian SBY dalam menggerakan roda-roda politik partai memang perlu kita akui. Kesuksesannya itu pun lahir melalui daya upaya yang tidak mudah. Itulah yang seharusnya menjadi modal dasar bagi AHY untuk bisa meraih simpati publik sekaligus apresiasi dari sesama anggota partainya.
Jika AHY tak ingin dikudeta, ia harus mampu keluar dari bayang-bayang SBY. Pun sebaliknya. SBY juga harus berani untuk membiarkan AHY agar bisa terbang seperti anak rajawali yang sedang berlatih diatas cakrawala. Perlakuan khusus yang diberikan SBY maupun yang diterima AHY adalah awal mula lingkaran setan kecemburuan sosial diinternal demokrat.