Gelora kudeta yang saat ini dialami oleh Partai Demokrat kian hari, kian seksi. Dari berbagai lini berita yang telah kita baca dan diskusi-diskusi politik yang kita simak, ada begitu banyak opini yang membumbui perihal sengketa tersebut. Dari sudut lain, orang-orang dari pihak eksternal partai, juga ditenggarai ikut bermain dalam prahara diinternal besutan partai berlambang mercy ini.
Isu kudeta yang semakin menyeruak, setidak-tidaknya melahirkan tiga poros utama permasalahan yang dialami oleh PD. Pertama, banyak kader yang tak puas dengan kinerja AHY selaku Ketua Umum.
Kedua, mantan tokoh-tokoh politik yang pernah ikut aktif berkecimpung di dalam partai ingin mengembalikkan marwah partai dengan mengganti AHY. Ketiga, adanya poros baru yang ingin disebut-sebut mampu membawa partai demokrat kembali ke trend positif, setelah beberapa kali mengalami kekalahan dikontestasi politik nasional.
Beranjak dari analisa diatas, tokoh sentral dan sasaran tembak dari isu kudeta ini tidak lain tidak bukan adalah  Agus Harimurti Yudhoyono, selaku sang ketua umum. AHY merupakan anak kandung dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang notabene adalah sosok founding father partai.
Sejarah mencatat bahwa, SBY merupakan tulang punggung dari PD yang bisa melahirkan PD dan sekonyong-konyong naik menjadi pemenang pemilu selama dua periode pemilihan umum Presiden.
Walau AHY adalah anak kandung dari SBY, namun AHY bukanlah SBY. Disinilah akar permasalahan yang membawa PD pada badai kudeta. Kudeta politik seyogyanya merupakan sinyal yang dikirim dari internal partai atas ketidakpuasan mereka terhadap kepemimpinan sang ketua. Lalu apakah yang membuat sang ketua umum ingin diganti secara inkonstitusional?
Pertanyaan besar ini tentu akan terjawab bila  kita kembali pada waktu dimana AHY terpilih sebagai ketua umum PD. AHY secara sah terpilih sebagai Ketum PD pada tahun 2020. Putra sulung dari Presiden keenam RI ini terpilih sebagai ketum secara aklamasi. "Sebelumnya, saat melampirkan formulir pendaftaran calon ketua umum, AHY mendapat dukungan 93 persen dari DPD dan DPC" (kompas.com).
Perolehan suara mayoritas yang diterima AHY merupakan suara mutlak yang tak bisa ditepis lagi. Pada waktu itu, AHY mampu melanggeng mulus dengan mendapat restu dari DPC dan DPD. Walau kala itu, sebenarnya ada begitu banyak tokoh politik dari partai demokrat yang sebenarnya disebut-sebut lebih layak dan mampu memimpin partai demokrat. Tetapi mengapa harus AHY yang terpilih. Itu adalah rahasia dapur dari PD sendiri.
Peristiwa terpilihnya AHY sebagai ketum demokrat tentu akan membawa pada gesekan internal yang rawan menimbulkan perpecahan. Fakta jelas membutikkan bahwa, AHY adalah "anak baru" yang tampil kepanggung politik. Karir politiknya pun masih sangat bau kencur. Namun, angin keberuntungan membawanya pada posisi yang tidak biasa.
AHY pertama kali masuk politik pada tahun 2016. Ia diduetkan dengan Ibu Silvyana Murni oleh PD untuk maju ke pemilihan gubernur DKI Jakarta pada tahun 2017. Pada saat itu, SBY masih menjabat sebagai Ketua Umum partai. Â Namun sayangnya, hasil berkata lain. Â Suara AHY belum mampu menandingi suara Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebagai pemenang pilkada DKI.