Partai Demokrat (PD) menjadi trending topik dikanal twiter. Dugaan awal saya, mungkin Deny Siregar atau Ade Armando sedang melemparkan korek api plus bensin lagi kepada keluarga Cikeas. Namun dugaan saya ternyata meleset. Ah siall....
Rupa-rupanya bukan Denny Cs, tetapi istana, yang katanya sedang diisukan terlibat dalam gerakan "ambil paksa" partai demokrat. Bila merujuk dalam pemberitaan detik.com, kutipannya sebagai berikut :
"Menurut kesaksian dan testimoni banyak pihak yang kami dapatkan, gerakan ini melibatkan pejabat penting pemerintahan yang secara fungsional berada didalam lingkar kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo. Lebih lanjut, gerakan politik ini juga dikatakan sudah mendapatkan dukungan dari sejumlah menteri dan pejabat dipemerintahan Presiden Joko Widodo"Ucap Agus Harimurti Yudhoyono.
Pemberitaan ini merupakan turunan dari hasil rapat Pimpinan Khusus (commanders call) bersama para pimpinan DPD dan DPC partai. Â Aksi selanjutnya, PD telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo agar dapat memberikan klarifikasi dan penjernihan dari tuduhan insinuatif yang tak sedap ini.
Dari sudut lain, para politikus dan mesin partai PD sebut saja Andi Arief dan Rachland Nasyidik satu irama dan senada menyebut bahwa KSP Moeldoko, adalah orang yang ada dibalik sandiwara politik ini. "Selamat malam, Jenderal Moeldoko. Kalau tak mampu jadi the good, jangan jadi  the bad, apalagi the ugly, kicauan dalam akun twiter @RachlanNashidik.
Entah darimana datangnya informasi yang dipungut AHY tersebut, Partai Demokrat nampaknya mengendus ada beberapa pihak, yang akan menggoyahkan kepemimpinan AHY. Telah kita ketahui bersama, AHY yang merupakan anak kandung biologis dari SBY saat ini duduk menjadi nahkoda partai besutan ayahnya itu.
Partai besutan SBY ini bila kita cermati, sedang dalam posisi yang trendnya terus menurun. Dimulai dari habisnya masa kepempinan mereka sebagai penguasa selama dua periode. Setelah rezim berganti, PD berada dalam gerakan politik yang non-blok alias tak berpihak. PD berlindung dibalik kata-kata, "bila kebijakannya baik kami dukung, bila tidak, kami kritisi.".
Tak habis disitu,duka kembali dialami PD Â setelah gagalnya AHY menjadi orang nomor satu di Pilgub DKI yang mana kala itu diduetkan dengan Ibu Silvi. Kondisi ini diperparah dengan semakin anjloknya popularitas PD dimata masyarakat yang dibuktikan melalui kontestasi elektoral dalam pemilu dan pemilihan legislatif tahun 2019, kemarin. Alhasil, PD tenggelam dalam puasa politik, setelah dalam dua periode Presiden Joko Widodo, mereka tak mendapatkan apa-apa, walau AHY telah sungkem berkali-kali.
Pada peristiwa ini, AHY menyebut bahwa upaya-upaya pengambialihan partainya alias kudeta politik akan dilakukan melalui kongres luar biasa partai. AHY juga menimpali bahwa gerakan tersebut sudah mendapatkan persetujuan presiden sendiri. Apa yang dinyatakan oleh AHY tentu memiliki implikasi politik yang luas.
Seharusnya,bila lingkaran presiden memang benar-benar ingin bermain api dan menciptakan politik segregasi didalam internal PD, yah dibuktikan saja. Namun yang menjadi masalahnya adalah mampukah AHY dan PD melakukan itu. Saya rasa tidak.
Gerakan politik melalui  penggiringan opini, sudah sering terjadi dinegara kita. Isunya akan semakin hits bila menyeret-nyeret presiden, istana ataupun partai pendukung presiden. Ilham tersebut adalah cara yang paling utama agar mendapat simpati dan empati dari rakyat luas.
Jika kita tarik kebelakang, skema politik yang dijalankan PD melalui isu ambil paksa ini masih mengawang-awang. Sebab bila dicerna, maka kita akan menemukan satu pertanyaan besar, yaitu apa keuntungan politik yang didapatkan Presiden bila benar-benar ikut meniupkan badai kepada internal PD?  Secara, hubungan PD dan Joko Widodo  itu ibarat suam-suam kuku. Hanya sebatas kolega, tak ada spesialnya sama sekali.
Disamping itu, fakta faktual berbicara, Presiden Joko Widodo hingga saat ini, tak punya hubungan politik yang berafiliasi dengan PD. Para pembantu presiden pun saat ini berasal dari partai pendukung dan kalangan profesional. PD sama sekali tak berada dalam lingkaran kekuasan. Lalu darimana ceritanya istana akan ambil alih PD?
Bila cerita ini datang dari internal PD sendiri alias dibuat-buat, malah akan berbahaya bagi mereka sendiri. Seruan yang hari ini  diserukan oleh Cikeas, malah menimbulkan banyak spekulasi. Apakah benar bahwa PD sudah tak satu nafas lagi?
Nampaknya, kekuasaan AHY memang tak mampu menjadi poros penyatu seperti ayahnya. SBY selaku pencetus partai ini, dulu memang sangat disegani dan dikagumi. Para anggota partai kala itu memang benar-benar menunjukan loyalitas dan kesetiaan yang besar kepada sang tuan, SBY.
Dengan lahirnya isu ini, seolah-olah ingin menunjukan bahwa memang, internal PD tak solid lagi dalam mendukung AHY. AHY ibarat kain muda yang seakan-akan sedang dikoyak oleh kain penambal pada baju yang susut. Ia digoyang oleh badai rumah tangganya sendiri.Â
Permasalahan internal yang dialami oleh PD, seharusnya bisa diselesaikan ssecara mandiri. Bilamana, para anggota partai sudah tak puas dengan visi politik dan kepemimpinan AHY maka sebaiknya diserukan saja. Tak perlu menyeret-nyeret pihak lain yang tak ada sangkut pautnya dengan PD. AHY pun seyogyanya harus bijak dan kstaria menyikapi ekpresi politik tersebut.
Bila cerita pengambilalihan kekuasan AHY datang dari pembisik yang kurang kompeten, sebaiknya lupakan saja bahwa presiden Jokowi akan merespon surat AHY. Â Kasihan pak presiden, namanya dicatut dalam urusan rumah tangga partai yang sedang berada diujung tanduk. Selamat Malam AHY dan PD, bila tak mampu menjadi the good jangan menjadi the bad apalagi the ugly.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H