Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fadli Zon Ungkap 4 Alasan Mengapa Kartu Prakerja Sebaiknya Dihentikan

5 Mei 2020   22:47 Diperbarui: 5 Mei 2020   23:03 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Tribunnews.com

Kartu Prakerja adah bantuan biaya pelatihan bagi masyarakat Indonesia yang ingin memiliki atau meningkatkan keterampilannya. Sasaran utama dari program ini ialah para pencari kerja, pekerja ter-PHK atau pekerja yang membutuhkan kompetensi.

Realisasi progaram Kartu Prakerja yang digulirkan oleh pemerintah pusat saat ini menuai banyak kontroversi. Sejumlah kalangan mulai dari Sarikat Buruh, Anggota DPR hingga civil society pun kompak bersuara bahwa Kartu Prakerja tidak akan memberikan dampak positif kepada para pekerja.

Selain itu, banyak pihak menilai bahwa pemerintah hanya mempertebal kantong sejumlah perusahaan aplikasi digital dengan melakukan kontrak kerja sama pelatihan. CEO Ruang Guru Belva Devara yang juga mantan Stafsus milenial Presiden Jokowi adalah orang yang paling disorot tajam tentang adanya dugaan bagi-bagi proyek orang disekitar lingkaran istana.

Salah satu anggota DPR yang mengkritik tajam realiasasi dari program andalan pak Jokowi ini adalah Fadli Zon. Menurutnya, program Kartu Prakerja bukanlah bantuan yang paling dibutuhkan saat ini oleh para pekerja.

Ada baiknya bila anggaran program Kartu Prakerja sebaiknya dialihfungsikan menjadi BLT, karea lebih terasa manfaat dan kegunaannya dimasa pandemi seperti ini. Anggaran yang digunakan untuk program ini memang sangat besar, yakni mencapai Rp 5,6 Triliun.  

Dalam laman twiternya, Fadli Zon mengungkapkan 4 alasan mengapa kartu prakerja sebaiknya dihentikan dan diganti dengan program yang lebih realistis, yakni seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau program sejenis yang lain. Berikut 4 point kritik Fadli Zon terhadap Kartu Prakerja

Pertama, "Program ini tidak relevan mengatasi dampak covid-19 serta tidak menjawab krisis yang tengah dihadapi".

Wabah covid-19 yang dihadapi saat ini memang berhasil membuat banyak perusahaan harus tutup untuk sementara waktu. Akibatnya banyak karywan dan buruh yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja tersebut. Mereka yang terkena korban PHK ini seharusnya perlu diberi bantuan yang lebih mereka butuhkan.

Yang mereka butuhkan pastilah bantuan sembako sebagai sarana untuk bertahan hidup sehari-hari. Saat ini mereka tidak bekerja, lalu mau dapat uang dari mana untuk mencukupi kebutha tersebut? 

Nah masalah ini bisa diselesaikan dengan memberikan bantuan sembako dalam bentuk barang, atau bantuan uang yang dapat diambil secara berangsur-angsur dibank-bank pemerintah.


Jika memberikan mereka pelatihan online tanpa menyelesaikan pandemi covid ini rasa-rasanya tidak mungkin. Toh ketika diberikan pelatihan, mereka akan bekerja dimana?

 Bukannya semua perusahaan sedang tutup karena virus corona ini? Benar apa yang dikatakan oleh Mantan Wapres, Jusuf Kalla bahwa pemerintah harus fokus menyelesaikan covidnya bukan yang lain apalagi emnduakan kesehatan seluruh rakyat indonesia.

Kedua, "skema programnya tidak masuk akal. Sesudah terjadi pandemi Covid-19, pemerintah telah mengubah tujuan program ini dari bantuan pelatihan  menjadi program yang membantu masyarakat yang terdampak wabah."

Seperti pada paragraf pertama diatas, tujuan dari program ini adalah jelas untuk membentuk skill yang mumpuni dan dibutuhkan oleh para pekerja dan serta bisa membangun lapangan kerja baru. Tetapi mengapa malah dijadikan kendaraan untuk meringankan dampak covid-19 ini. Seharusnya ada pos anggaran lain yang bisa digunakan untuk itu.

Seharusnya program ini dilaksanakan ketika kondisi pandemi sudah berakhir atau sudah normal sehingga anggarannya bisa utuh 100 persen dan tujuan maupun sasarannya juga bisa tercapai. Kurang lebih 28 persen dari anggaran 5,6 triliun dipakai untuk membayar platform digital.

Fadli zon juga menyoroti perbandingan antara anggaran pelatihan program kartu prakerja dengan anggaran TVRI dan RRI dalam APBN 2020. Menurutnya jika saja anggaran sebesar itu diserahkan kepada TVRI atau RRI sebagai media resmi yang menyalurkan pelatihan tersebut, budgeting bisa dihemat dan video pelatihan tersebut bisa ditonton oleh 2,7 juta rakyat Indonesia bukan hanya mereka yang terdaftar di kartu prakerja tersebut.

Ketiga, "Validasi data lemah. Penerima bantuan kartu prakerja tidak jelas kriteria dan prameternya. Semua orang bisa mendaftar dan seleksi bersifat random serta tidak melibatkan verifikasi data atau sejenisnya."

Pada point ketiga ini Fadli Zon mengkritik keras tentang validasi data Program Kartu Prakerja yang menurutnya sangat amburadul dan terkesan sangat grusa-grusu tanpa melalui verifikasi yang ketat. Hal ihwal ini nampak dari gegabahnya pemerintah dalam membentuk sistem pelaksanaan mulai dari pendaftaran hingga perekrutan. Jika ini terus menerus dilakukan tanpa ada observasi dan koreksi, maka potensi penyalahgunaan anggaran sangat memungkinkan untuk terjadi.

Keempat, "mitra yang dilibatkan tidak kompeten. Delapan perusahaan yang menjadi mitra Kartu Prakerja ini sebagai marketplace mungkin kompeten. Tapi tidak di soal materi yang dilatihkan."

Polemik ini sangat jelas terlihat pada Ruang Guru  misalnya. Ruang Guru sebagai mitra Kartu Prakerja tentu sangat tidak kompeten dalam memberikan sertifikasi keahlian jurnalistik pada orang lain. Jika memberikan materi pelatihan mungkin sah-sah saja, tetapi untuk memberikan sertifikasi, saya rasa itu jauh menyimpang dari kompetensi Skill Academy Ruang Guru.

Kebanyakan materi-materi yang disuguhkan dalam pelatihan ini hanyalah tutotial dasar yang sebenarnya banyak berseliweran diinternet. Seharusnya materi yang diberikan lebih spesifik dengan varian-varian inovatif yang terbarukan.

Peran lembaga Balai Latihan Kerja (BLK) yang selama ini kita ketahui sebagai sanggar aneka keahlian juga tak nampak disini. Padahal lembaga ini sudah lama dimiliki oleh negara, lalu mengapa harus bekerja sama dengan mitra yang masih belum kelihatan hasilnya.

Selain itu pelibatan asosiasi dunia usaha seperti KADIN (Kamar Dagang dan Industri), HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia), asosiasi UMKM atau Kooperasi sangat minim. Padahal, peran asosiasi seperti tentu akan menambah kualitas materi menjadi lebih baik, serta khazanah berpikir peserta juga akan semakin terbua jika ditangani oleh-oleh orang yang profesional dibidang usaha maupun UMKM.  

Menurut Fadli Zon, jika program Kartu Prakerja harus dihentikan pada gelombag ke 4 ini. Jika terus dilanjutkan hingga ke gelombang 30 tentu akan menjadi persoalan hukum dan politik dikemudian hari. Apalagi desas-desus tentang program ini juga sudah tercium aroma kebusukannya.

Apa yang dibutuhkan oleh masyarakat saat ini adalah sembako untuk bisa bertahan hidup dan pemerintah fokus menyelesaikan pandemi ini sehingga mereka bisa kembali beraktivitas dan bekerja seperti sedia kala. Pelaksanaan Kartu Prakerja pada pasca pandemi adalah momentum yang paling baik untuk melatih dan menyiapkan angkatan kerja yang lebih berkualiatas dengan ditopang oleh dunia usaha yang lebih menjanjikan dibanding hari ini.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun