Presiden Joko Widodo  diberitakan baru saja melakukan komunikasi dengan Presiden Donald Trump. Perbincangan yang dilakukan via telepon tersebut tentu sangat menarik untuk kita ulik apalagi kedua negara sama-sama sedang menghadapi pandemi virus corona.
Dalam komunikasi tersebut, kedua sosok presiden ini diketahui saling bertukar gagasan mengenani penanganan covid 19. Sampai sejauh ini, jika membandingkan data penyebaran covid-19 di kedua negara, Amerika memiliki jauh lebih banyak korban meninggal akibat  virus corona dibanding Indonesia. Walaupun begitu, Indonesia juga memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi daripada Amerika.
Lalu apa langkah-langkah diplomasi yang mereka bicarakan? Apakah isi perjanjian kerja sama menguntungkan kedua belah pihak? Atau mungkin saja negara kita lagi-lagi menjadi penonton dengan diplomasi senyam senyum-nya?
Selain saling mengucapkan dukacita atas korban meninggal karena serangan virus corona. Keduanya juga terlibat perjanjian kerja sama disektor perdagangan dan pemulihan ekonomi setelah pandemi.
Topik utama yang mereka bahas ialah "Presiden Donald Trump menjelaskan mengenai upaya pembuatan ventilator dinegaranya dan akan mengirim ke Indonesia apabila sudah siap" (Sumber, Kompas.com).
Persoalan ventilator ini memang menarik untuk dibahas. Apalagi beberapa waktu silam kita sempat kekurangan ventilator untuk pasien yang dirawat akibat kasus corona.Â
Wajar bila Amerika mengendus permasalahan ini dan memberikan solusi yang sepertinya ingin memanfaatkan situasi.
Ventilator adalah alat yang digunakan untuk membantu alur pernafasan bagi pasien yang mengalami sulit nafas. Ventilator akan memudahkan jalan nafas pasien sehingga mampu untuk terus bernafas. Â Ventilator ini sangat membantu bagi pasien yang mengidap positif corona.Â
Oleh karenanya kebutuhan untuk ventilator ini menjadi masalah yang harus dipecahkan oleh Presiden Joko Widodo.
Polemik kurangnya ventilator sebenarnya telah selesai dibangsa kita. Jika melansir laman bbc news Indonesia, diberitakan bahwa dokter spesialis paru di RS Persahabatan, Erlina Burhan mengatakan ketersediaan ventilator sudah memadai, meski perlu cadangan (8/3).Â
Namun seiring lonjakan kasus yang semakin meningkat, kebutuhan ventilator semakin melambung. Hal ini langsung dibenarkan oleh Menteri BUMN erick Thohir.
Baca Juga : Bangkitnya Industri Farmasi Lokal Di Tengah Pandemi
Alhasil,  sampai saat ini diketahui sedikitnya ada beberapa lembaga dan universitas yang sedang berlomba mengembangkan pembuatan ventilator dalam negeri salah satunya  BPPT, UI, UGM, ITS,  ITB dan RSUP Persahabatan Jakarta. Hanya saja tahapannya masih dalam verifikasi dan standar kualitas keselamatan penggunaan alat sehingga belum diproduksi massal.
Dalam topik ini kelihatan jelas bahwa kita belum bisa menjadi pemain. Lagi-lagi Amerika yang menjual dan kita sebagai ladang basahnya. Mereka meraup kita terkerup.
Saya tdak tahu apakah Indonesia melalui Presiden Joko Widodo  mampu menolak halus tawaran Trump tersebut dan menawarkan balik ke mereka bahwa kita sebenarnya juga telah mampu  memproduksi ventialator dalam negeri. Rasa-rasanya itu akan sulit dilakukan dengan diplomasi senyam-senyum.
Sebaliknya saat ini anak-anak bangsa sedang mengerjakan pengembangan ventilator dalam negeri. Untuk sektor ini seharusnya bisa didukung dengan langsung memesannya secara besar-besaran dan mendistribusikannya  ke puskesmas maupun rumah sakit.
Jika Presiden Joko Widodo berniat untuk membeli ventilator dari Trump, maka ini akan menimbulkan sebuah persepsi yang terkesan proasing. Padahal kita mampu memproduksinya dari dapur sendiri.
Harga ventilator yang selama ini diimpor juga cukup mahal. Harganya sekitar Rp 500 juta -- Rp 700 juta per unit. Jika dibandingkan dengan harga ventilator buatan perusahaan plat merah hanya sekitar 10-15 jutaan. Selisih yang cukup jauh.
Jumlah dan tipe produksi PT. Pindad dan  PT. IDI telah sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan. Ventilator Resusitator Manual (VRM) dibanderol dengan harga 10 juta sedangkan Dua tipe Venilator Covent-20 masing-masing dijual dengan kisaran 60 hingga 100 juta.
Dalam sebulan keduanya masing-masing mampu memproduksi 200 dan 500 unit. Angka ini tentu terbilang cukup untuk memenuh kebutuhan ventilator dalam negeri di tengah pandemi.
Diperlukan keseriusan dari Presiden Joko Widodo jika sekiranya ingin agar karya produk anak bangsa bisa terus berkembang. Saat ini semua negara sedang membutuhkan ventilator. Dan anak-anak dalam negeri mampu untuk menciptanya.
Kualitas produksi yang mumpuni dan harga yang lebih ekonomis dibanding dengan ventilator impor adalah alasan mengapa kita tak perlu lagi mengimpor dari negara lain. Sebaliknya, jika negara kita mampu memproduksi, mengapa tidak menjadikan momentum ini untuk meraup keuntungan dari sektor ekspor.
Tak ada salahnya dengan menerima bantuan dari Amerika. Namun jika berkedok impar-impor tentu menjadi politik disguise yang bertolak belakang dengan spirit "Gunakanlah Ploduk-Ploduk Indonesia".
Baca Artikel-Artikel Menarik Saya DiSini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H