Baca Juga : Bangkitnya Industri Farmasi Lokal Di Tengah Pandemi
Alhasil,  sampai saat ini diketahui sedikitnya ada beberapa lembaga dan universitas yang sedang berlomba mengembangkan pembuatan ventilator dalam negeri salah satunya  BPPT, UI, UGM, ITS,  ITB dan RSUP Persahabatan Jakarta. Hanya saja tahapannya masih dalam verifikasi dan standar kualitas keselamatan penggunaan alat sehingga belum diproduksi massal.
Dalam topik ini kelihatan jelas bahwa kita belum bisa menjadi pemain. Lagi-lagi Amerika yang menjual dan kita sebagai ladang basahnya. Mereka meraup kita terkerup.
Saya tdak tahu apakah Indonesia melalui Presiden Joko Widodo  mampu menolak halus tawaran Trump tersebut dan menawarkan balik ke mereka bahwa kita sebenarnya juga telah mampu  memproduksi ventialator dalam negeri. Rasa-rasanya itu akan sulit dilakukan dengan diplomasi senyam-senyum.
Sebaliknya saat ini anak-anak bangsa sedang mengerjakan pengembangan ventilator dalam negeri. Untuk sektor ini seharusnya bisa didukung dengan langsung memesannya secara besar-besaran dan mendistribusikannya  ke puskesmas maupun rumah sakit.
Jika Presiden Joko Widodo berniat untuk membeli ventilator dari Trump, maka ini akan menimbulkan sebuah persepsi yang terkesan proasing. Padahal kita mampu memproduksinya dari dapur sendiri.
Harga ventilator yang selama ini diimpor juga cukup mahal. Harganya sekitar Rp 500 juta -- Rp 700 juta per unit. Jika dibandingkan dengan harga ventilator buatan perusahaan plat merah hanya sekitar 10-15 jutaan. Selisih yang cukup jauh.
Jumlah dan tipe produksi PT. Pindad dan  PT. IDI telah sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan. Ventilator Resusitator Manual (VRM) dibanderol dengan harga 10 juta sedangkan Dua tipe Venilator Covent-20 masing-masing dijual dengan kisaran 60 hingga 100 juta.
Dalam sebulan keduanya masing-masing mampu memproduksi 200 dan 500 unit. Angka ini tentu terbilang cukup untuk memenuh kebutuhan ventilator dalam negeri di tengah pandemi.
Diperlukan keseriusan dari Presiden Joko Widodo jika sekiranya ingin agar karya produk anak bangsa bisa terus berkembang. Saat ini semua negara sedang membutuhkan ventilator. Dan anak-anak dalam negeri mampu untuk menciptanya.
Kualitas produksi yang mumpuni dan harga yang lebih ekonomis dibanding dengan ventilator impor adalah alasan mengapa kita tak perlu lagi mengimpor dari negara lain. Sebaliknya, jika negara kita mampu memproduksi, mengapa tidak menjadikan momentum ini untuk meraup keuntungan dari sektor ekspor.