Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bangkitnya Industri Farmasi Lokal di Tengah Pandemi

23 April 2020   10:00 Diperbarui: 23 April 2020   10:03 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi virus corona sempat meluluh lantahkan sistem kesehatan kita. Dimulai dari hancurnya konsep penatalaksanaan pencegahan virus atau penyakit menular sebagai konsep utama dan kurangnya alat  kesehatan dirumah sakit sebagai instrumen pendukung. Hal ini pun menjadi catatan hitam dari kesigapan tatanan kesehatan bangsa kita menghadapi wabah penyait virus covid-19.

Kekurangan alat kesehatan sebagai instrumen pendukung ini adalah sebuah gerbang awal jatuhnya korban dari kelompok tenaga medis sebagai garda terdepan amukan virus corona. Masker yang langka, Alat Pelindung Diri (APD) yang minim hingga Ventilator yang masih kurang membuat penangana awal pasien virus corona sempat terseok-seok.

Keadaan ini juga diperparah dengan tingginya permintaan masker dikalangan masyarakat luas akibat gagapnya pengetahuan dan misinformasi tentang pencegahan virus corona. Hal ini membuat kelangkaan masker yang tinggi dan banyaknya mafia yang tiba-tiba menjadi pemburu renteh ditengah pandemi demi keuntungan pribadi.

Tak mau kegaduhan ini terus terjadi, pemerintah melalui Kemnterian BUMN yang dipimpin oleh Erick Thohir bergerak cepat untuk mengatasi kelangkaan ini. Holding perusahaan farmasi yang beberapa bulan lalu telah dibentuk  akhirnya kelihatan juga hasilnya. PT. Kimia Farma sebagai trading penjualan obat milik BUMN pun digerakkan sebagai corong pemenuhan kebutuhan tersebut. Namun, kegaduhan akan kurangnya masker dirumah sakit belum terselesaikan.

Lonjakan pasien yang tinggi dan semakin langkanya alkes dirumah sakit akibat supplay and demand yang tak menentu membuat pemerintah tak bisa berbuat  apa-apa kecuali dengan mengimpor barang-barang tersebut. Fenomena ini pun akhirnya menguak sebuah kelemahan baru bangsa kita akan kedaulatan industri farmasi lokal yang belum mampu berdikari apalagi menjadi pemain dikancah internasional.

Jika kita kaji lebih dalam tentang permasalahan kelangkaan alkes ini sesungguhnya ada fakta baru yang mencengankan yang akan kita temukan. Bahwa bahan baku pembuatan masker, APD hingga ventilator memang berasal dari negara lain itu memang betul. Alhasil bangsa kita hanya menjadi tukang jahit dan mesin cetak dari sistem kapitalisme ini.

Ringkas kata, barang itu diproduksi didalam negeri tetapi bukan milik bangsa namun menjadi milik para suplier bahan baku tersebut.
Fenomena ini membuat timbulnya perspektif negatif publik masyarakat kepada pemerintah bahwa negara kita sangat doyan impar-impor. 

Padahal substansi permasalahannya jelas yaitu dari sektor hulu hingga ke hilirnya negara kita tidak becus mengurusi industri farmasi ini secara benar dan serius. Inilah yang membuat para mafia alkes dan farmasi tumbuh subur dinegeri ini.

Hal tersebut senada dengan apa yang diungkapkan oleh Erick Thohir yang menganggap bahwa ada mafia yang sedang membuat kebutuhan alkes dinegara kita menjadi tidak berimbang dan terkesan sangat mahal diberbagai daerah. Namun tidak jelas siapa para mafia itu dan apa langkah tegas yang diambil pemerintah untuk memberangus mereka.

Latar belakang permasalahan kurangnya masker, ventiliator hingga APD membuat beberapa social society dan institusi akademik putar otak untuk mencukupi kelangkaan tersebut. Kita pun terkejut mendengar berita bahwa Kampus ITB mampu membuat ventilator, indtustri lokal di Bandung mampu membuat masker dan industri dalam negeri lainnya mampu membuat APD. Yang mana dari semua produksi mereka tersebut sesuai dengan standar kualitas yang ditetapkan oleh WHO dan menjadi produksi lokal yang memulai kebangkitan era industri farmasi dan alkes ditanah air.

Melansir laman CNBC Indonesia, Ketua Tim Pakar Gugas Covid-19 Wiku Adisasmito (3/4) menyatakan bahwa "Indonesia memiliki bahan baku alternatif untuk pembuatan APD tipe Gown. Kapasitas produksi nasional bisa mencapai 17 juta per bulan dengan bahan baku pengganti tersebut." Data ini juga diperkuat dengan hadirnya industri lokal dalam negeri yang turun gunung untuk membantu memenuhi kebutuhan kelangkaan alkes bagi tenaga medis.

Sejujurnya industri farmasi lokal kita mampu memproduksi alkes yang bermutu walau pandemi tidak terjadi. Hanya saja keberlangsungan hidup industri lokal dalam negeri ini tidak dirawat dan didukung oleh negara. Buktinya saja alkes yang saat ini lebih banyak dipesan dan digunakan dirumah sakit adalah rata-rata produksi milik asing baik yang beroperasi didalam negeri maupun yang diluar negeri.

Padahal jika menelisik data yang saya kutip dari Tagar.id, sedikitnya ada 9 industri lokal yang sebenarnya mampu dan telah memproduksi APD untuk memenuhi kebutuhan didalam negeri diantaranya PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), PT Pan Brothers TBK, Mandiri Putra Jaya, PT Sedaya Mitra Sejahtera, PT Kurnia Safety Supplies, Suryamas Safetindo, PT Keska Lestari, Anne Avantie dan RSUD  dr. Moewardi Surakarta. Industri dadakan ini memberi tamparan keras kepada pemerintah bahwa pemain lokal juga punya potensi untuk memproduksi apd dan sejenisnya.

Kesan yang ingin ditunjukkan oleh Erick Thohir bahwa ada mafia alkes yang membuat supplay masker, apd dan ventilator  didalam negeri semakin berkurang seperti menampar muka sendiri. Bahwa bangsa ini mampu memenuhi kebutuhan rumah tangganya sendiri adalah hal yang harus kita dukung.

Bangkitnya industri farmasi lokal ditengah pandemi ini bisa menjadi momentum kedaulatan industri farmasi dalam negeri. Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan hingga Kementerian BUMN harus mampu mengunci momentum ini sebagai dasar pagelaran inovasi karya bangsa. Kerja sama dan pangsa pasar yang bisa disediakan oleh negara membuat kelangsung hidup industri lokal ini bisa terus menerus bertahan.

Menurut Presiden Joko Widodo dalam ratas tentang penaganan pandemi covid-19 melalui telekonferensi di Istana Kepresidenan menyatakan bahwa  tenaga medis akan membutuhkan sekitar 3 juta unit APD hingga akhir Mei kedepan. Permintaan ini pun langsung bisa terjawab dengan hadirnya industri lokal pembuat APD yang mampu memproduksi 17 juta perbulan.

Jika kebutuhan dalam negeri saja bisa terpenuhi, saya rasa negara kita mampu mengekspor kelebihan produk ini kepada negara yang masih kekurangan apd atau semacamnya. Dengan begitu kita juga mampu memberangus para mafia  renteh yang sudah selama ini mengerok keuntungan pribadi ditengah pandemi.


Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun